SOROTAN Capt. Marcellus Hakeng: Laut Bukan Tempat Sampah
redaksi - Kamis, 17 Februari 2022 10:26KESERIUSAN Pemerintah Indonesia dalam menangani sampah di laut tidak main-main. Hal itu dibuktikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpidato secara virtual pada One Ocean Summit, sebagaimana ditayangkan kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Jumat, 11 Februari 2022.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai target kawasan konservasi perairan laut seluas 32,5 juta hektare pada tahun 2030. Bahkan Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa pemerintah indonesia bertekad untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025.
Pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi di One Ocean Summit dapat dijadikan momentum bangsa Indonesia untuk kembali mencintai laut, mencintai pantai dan pastinya mencintai budaya Maritim Indonesia.
- 'Molas Komba' Sudah Mulai Merambah ke Kecamatan Rana Mese, Berikut Pelayanannya
- Ketua DPR RI Puan Maharani: Pemindahan IKN untuk Pemerataan Pembangunan
- Sepanjang 25 Meter Badan Jalan Tertimbun Longsor, Jalur Ndiuk - Noa Putus Total
Potensi laut Indonesia itu menyimpan kekayaan sangat besar untuk menghasilkan devisa bagi negara. Selain itu, laut juga merupakan sumber pangan bagi rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, jangan jadikan laut sebagai tujuan dari pembuangan sampah rumah tangga ataupun limbah dari kapal-kapal serta pabrik.
Pernyataan tegas Presiden Jokowi menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengurangi 70 persen sampah plastik laut pada tahun 2025 harus menjadi perhatian serius dari kita semua khususnya para pelaut Indonesia.
Apalagi Indonesia saat ini dipercaya sebagai Presidensi atau Ketetuaan G20 dengan mengangkat hal perbaikan lingkungan kelautan, sehingga dapat membantu penanggulangan krisis iklim yang saat ini sedang melanda dunia.
Mengutip laporan dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) berjudul White Paper on Plastics Circular Economy and Global Trade terbitan Juli 2020, di sana dituliskan bahwa sebanyak 400 juta ton plastik dihasilkan dunia setiap tahunnya untuk berbagai keperluan, termasuk sebagai bahan pembungkus karena sifatnya ringan dan fungsional. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 150 juta ton sampah plastik berada di perairan dunia.
Berdasarkan kenyataan tersebut para pelaut Indonesia sudah seharusnya ikut menjaga kebersihan lingkungan laut. Apalagi di dalam Pasal 122 Undang–Undang No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran disebutkan bahwa "Setiap pengoperasian kapal dan pelabuhan wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan Maritim."
The International Convention for the Prevention of Pollution from Ships, atau dikenal dengan Marpol (Marine pollution) tentang pencegahan pencemaran lingkungan laut oleh kapal telah menjabarkan berbagai peraturan yang bertujuan mencegah dan meminimalisasikan polusi yang berasal dari kapal, baik yang tidak disengaja maupun akibat dari operasi rutin kapal.
- Hebat, Perpustakaan Pusat Unpad Dilengkapi Fasilitas Pembelajaran Hybrid
- SOROTAN Tedy Ndarung: Covid-19 Terus Meningkat, Turnamen Bupati Mabar Cup Harus Dibatalkan
- Akibat Curah Hujan Tinggi, Kerusakan Jalan Raya di Desa Pong Ruan Jadi Makin Parah
Para awak kapal pun harus paham dengan struktur Marpol antara lain pencegahan polusi oleh minyak, pencegahan polusi zat cair berbahaya dalam bentuk curah, pencegahan polusi dari zat berbahaya dalam bentuk kemasan, pencegahan polusi dari air kotor/limbah dari kapal, dan pencegahan polusi oleh sampah dari kapal.
Perairan laut Indonesia yang bersih dari sampah akan menguntungkan jalur pelayaran Indonesia. Perjalanan kapal tidak akan terganggu oleh banyaknya tumpukan sampah yang dapat tersedot oleh kapal sehingga dapat mengganggu kondisi mesin kapal.
Selain itu Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS) secara lengkap mengatur perlindungan dan pelestarian lingkungan laut (protection and preservation of the marine environment). Pasal 192 Kovensi Hukum Laut 1982 misalnya menegaskan bahwa setiap negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Menumpuknya sampah di laut sebagaimana yang kita amati saat ini, terjadi karena "sumbangan" sampah rumah tangga.
Masih banyak kebiasaan warga masyarakat kita yang suka membuang sampah ke aliran sungai. Hal itu patut diduga dikarenakan banyak orang yang tidak mempunyai akses langsung ke sistem pengelolaan sampah di lingkungannya.
Menumpuknya sampah di laut juga terjadi karena aktivitas manusia di lautan. Sebab tidak jarang para penumpang kapal secara sengaja membuang sampah seperti bekas botol air mineral, dan plastik sisa makanan ringan ke laut.
Atau bisa juga dari barang yang sedang dipakai atau dibawa secara tidak sengaja jatuh ke laut. Hal lain yang juga kerap kali terjadi ketika orang sedang berwisata di pinggir pantai, yang dengan seenaknya membuang sampah di tepi pantai. Karena tiupan angin atau sapuan ombak, maka sampah pun terbawa ke laut.
Memang pengelolaan sampah harus dilakukan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Solusi inovatif diperlukan pula demi mengurangi masuknya sampah sungai ke laut.
Paling penting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk selalu membuang sampah pada tempatnya. Warga masyarakat harus selalu dingatkan bahwa laut bukan tempat sampah. Tapi, laut adalah masa depan Bangsa Indonesia sebagai bangsa Maritim. ***
*Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Pengamat Maritim dan Pengurus dari Dewan Pimpinan Pusat Ahli Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (AKKMI).