SOROTAN: Disparitas Sosial: Antara Rivalitas Opini dan Perang Perspektif Terkait Ancaman Kapolres Nagekeo

redaksi - Rabu, 03 Mei 2023 21:40
SOROTAN: Disparitas Sosial:  Antara Rivalitas  Opini dan Perang Perspektif Terkait Ancaman Kapolres NagekeoKanisius Kami adalah mantan Corporate Public Relation & Media Relation PT Intraco Penta, Tbk (sumber: Dokpri)

Oleh: Kanisius Kami*

NAGEKEO yang selama ini adem ayem, beberapa minggu terakhir ini mendadak menjadi sorotan publik terkait beberapa isu menarik. 

Namun yang paling santer dan menggetarkan jagat media sosial adalah pemberitaan seputar ancaman Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata terhadap salah satu insan media (wartawan) yang dianggap mencederai kebebasan pers.

Dalam opini singat ini, saya tidak ingin menyoroti kebenaran dan validas berita  yang berseliweran di jagat dunia maya bagaikan mortil dan rudal dalam perang Rusia-Ukraina itu.

Saya, dalam tulisan ini hanya ingin meneropong disparitas  (keterbelahan) masyarakat Nagekeo sebagai akibat rivalitas opini, perang prespektif dan perang kepentingan yang berdampak pada psikologi sosial masyarakat Nagekeo terkait pemberitaan tersebut.

Hebohnya pemberitaan tentang Kapolres Nagekao bermula dari bocornya percakapan pribadi sang Kapolres yang berisi ancaman terhadap salah satu wartawan di Grup  Whatsapp Kaisar Hitam (KH) Destroyer besutan Kapolres Nagekeo. 

Percakapan di wa grup ini lalu menjadi pemberitaan di salah satu media yang kemudian memancing sejumlah tanggapan dan aksi massa berupa laporan, demonstrasi dan somasi.

Berita-berita susulan pun bermuncul dengan masifnya sebagai tanggapan terhadap berita tersebut. 

Bahkan, sejumlah berita yang sudah terjadi dan dilansir beberapa bulan bahkan tahun yang lalu kembali disajikan di atas etalase sejumlah grup wa maupun facebook. 

Yang paling anyar adalah vidio aksi AKBP Yudha Pratama menancapkan sangkur ke atas meja dalam pertemuan dengan warga terkait pembebasan lahan pembangunan waduk di Lambo - Nagekeo.

Rivalitas Opini, Perang Prespektif & Perang Kepentingan

Pemberitaan terkait acaman Kaplores Nagekeo terhadap wartawan Tribun News di media sosial begitu massif. Tak heran berita tersebut berseliweran di jagat media online baik media sosial maupun media mainstrim.

Tidak sedikit partisipan (masyarakat) yang ikut nimbrung baik sebagai partisipan aktif maupun sebagai pengamat atau penikmat saja.

Orang-orang Nagekeo di Nagekeo maupun diaspora juga tidak ketinggalan untuk ikut aktif dalam diskusi-diskusi di sejumlah grup media sosial seperti WA dan Facebook terkait masalah ini.

Rivalitas opini dan perang prespektif terkait pemberitaan ini tidak bisa dihindari lagi. Fenomena ini semakin dipertanjam ketika Grup WA KH Destroiyer besutan sang Kapolres dipertanyakan eksistensinya termasuk soal keanggotaan serta visi dan misinya.

Perang prespektif dan opini ini kemudian semakin tak terkontrol ketika orang-orang terdekat dengan Bupati Nagekeo ikut nimbrung di dalam diskusi-diskusi tersebut terutama di Grup WA Nagekeo Mandiri dan Nagekeo Berani Berbicara.

Keterlibatan orang Dekat Bupati Nageko yang mempertanyakan independensi sejumlah wartawan yang disinyalir ikut tergabung sebagai anggota Kaisar Hitam Destroyer dijadikan senjata untuk melakukan serangan balik terhadap kinerja Bupati Nagekao termasuk kasus-kasus dugaan korupsi yang menyasar Bupati dan jajarannya.

Serangan bolak-balik ini bagaikan bola api yang membakar langit Nageko. Tak ayal lagi, kasus-kasus yang pernah menyasar Kapolres dan Bupati dijadikan adonan untuk digoreng di atas wajan media sosial.

Kasus-kasus atau pemberitaan lama terkait Kapolres dan Bupati ditampilkan lagi. Ini dijadikan amunisi untuk saling serang di media sosial.

Disparitas Sosial

Saling serang di media sosial terutama di beberapa grup WA, memperlihatkan  secara jelas keterbelahan (disparitas) sosial di tingkat masyarakat. 

Ada yang berdiri seakan sebagai prajurit di barisan Kapolres dan yang lainnya di barisan Bupati. Ada juga yang berusaha berdiri di antara keduanya sabagai pihak yang netral.

Para pendukung kedua tokoh ini memperlihatkan militansi mereka masing-masing. Mereka tidak segan-segan menyerang postingan yang disodorkan oleh lawan mereka. 

Bahkan, ada yang terang-terang menyerang pribadi dengan umpatan dan kata-kata kasar yang cenderung menghina. Padahal diskusi atau debat yang benar yakni menyerang pernyataan atau argumentasi lawan bukan pribadinya.

Disparitas sosial itu dilatari oleh berbagai kepentingan yang berbaur dan bercampur aduk di dalamnya. Ada faktor kedekatan keluarga, emosional ( teman, atasan dan bawahan) dendam masa lalu, ekonomi finansial, bahkan disinyalir ada faktor politik dan agama.

Keterbelahan masyarakat itu kini telah merambah kemana-mana dan tentu akan berdampak pada kestabilan dan keamanan sosial masyarakat Nagekeo. Hal ini terlihat dari rivalitas opini dan perang manifestasi yang juga terjadi  di hampir semua tingkat sosial kemasyarakatan di Nagekeo.

Di grup Podenura Bersatu dan Dongga Riti Tonggo Pode misalnya perdebatan serupa terjadi. Adu opini dan perang manifestasi tak terhindarkan.

Keterbelahan ini tidak saja terjadi di dunia maya tapi juga di dunia nyata. Organisasi mahasiswa turun ke jalan melakukan demonstrasi menuntut pencopotan AKBP Yudha Pranata dari jabatan Kaplres Nagekeo. 

Tidak hanya itu, sejumlah pengacara yang tergabung dalam Forum Advokat Nageko juga malakukan somasi terhadap salah satu anggota Grup Nagekeo Berani Berbicara   berinisial PD yang juga tokoh pers nasional atas pernyataan beliau di salah satu grup WA. Inilah realitas sosial yang terjadi belakangan ini.

Rivalitas opini dan perang manifestasi ini telah merusak sendi-sendi kebersamaan masyarakat Nagekeo setidaknya secara psikologi sosial.

Solusi Alternatif

Bahwa telah terjadi keterbelahan di masyarakat terkait fenomena di atas tidak bisa dipungkiri. Mungkin fenomena ini tidak berdampak fatal, tapi setidaknya telah mengganggu pikiran masyarakat Nagekeo  karena simpang siurnya pemberitaan yang kebenaran dan validasinya tidak diketahui sepenuhnya olehmasyarakat.

Hemat saya keretakan atau keterbelahan di masyarakat Nageko ini makin lebar atau tidak tergantung dari sikap arif bijaksana dua tokoh ini (Kapolres dan Bupati Nagekeo).

Untuk mengatasi keterbelahan ini, saya menawarkan beberapa solusi alternatif sebagai way out permasalahan yang tengah hangat dibicarakan oleh masyarakat Nagekeo.

Pertama, Kapolres Nagekeo AKBP Yudha Pratama melakukan klarifikasi secara terbuka dan transparan terkait pemberitaan ancaman terhadap oknum wartawan seperti dilansir sejumlah media. Termasuk mengklarifikasi eksistensi, visi dan misi KH Destroyer yang dibentuknya. Hal ini sepertinya sudah dilakukan. Dan, ini satu langkah postif yang patut diapresiasi.

Kedua, Kapolres Nagekeo sebaiknya membubarkan KH Destroyer bentukannya yang disinyalir beranggotakan beberapa wartawan, politisi dan advokat atau pengacara.  

Kapolres hendaknya fokus  saja pada tugas-tugas utama Kepolisian Republik Indonesia, sementara tugas pembinaan terhadap wartawan diserahkan saja ke Persatuan Wartawan Indinesia (PWI). Hal ini dimaksudkan untuk menjaga independensi wartawan termasuk pengacara 
dan politisi.

Ketiga, lakukan mediasi segera. Sebagai bagian dari struktur lembaga Negara seyogyanya Kapolres (Yudikatif) dan Bupati (Eksekutif) segera duduk satu meja untuk menyelesaikan ketegangan dan persoalan ini. 

Mediasi ini bisa difasilitasi oleh Kaplda NTT atau Gubernur NTT. Fasislitasi mediasi ini bisa juga dilakukan oleh Ketua DPR Nagekeo bersama Ketua-Ketua Fraksi yang ada.

Keempat, DPR Nagekeo segera memanggil Kapolres Nagekeo untuk mengklarifikasi kasus tersebut. Jika dimungkinkan Kapolres dan Bupati bisa dihadirkan secara bersamaan untuk mencari solusi guna meredahkan ketegangan yang ada. Benar bahwa secara personal tidak ada masalah antara keduanya tapi betapa eloknya kalau keduanya memberikan pernyataan bersama untuk mengakhiri ketegangan di masayarakat.

Disparitas sosil ini sudah menjurus ke arah balas dendam. Itu terlihat jelas dari isi postingan di sejumlah Grup WA. Oleh karena itu, ketegangan ini harus segera diselesaikan agar tidak terjadi konflik horisontal di tingkat masyarakat.

Dengan berakhirnya ketegangan ini maka hubungan antar lembaga Negara di Nagekeo berjalan harmonis, roda pemerintahan dan pembangunan Nagekeo serta Kamtibmas di Nagekeo dapat berjalan normal lagi.  Sementara, dampak hukum  dari kasus ini hendaknya  diproses isesuai aturan perundang-undangan yang ada. ***

*Kanisius Kami adalah mantan Corporate Public Relation & Media Relation PT Intraco Penta, Tbk

Editor: redaksi

RELATED NEWS