SOROTAN: ‘Kutukan’ Atas Pengembang Pariwisata Flores yang Menafikkan Kearifan Lokal (Bagian Pertama)
redaksi - Senin, 06 November 2023 14:02Oleh: Maxi Ali Perajaka
Dosen Tetap Prodi IV Pengelolaan Perhotelan, Akademi Perhotelan Tunas Indonesia (APTI) Tangerang
PEMBANGUNAN kepariwisataan di Indonesia mendapat pijakan yang kokoh pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Undang-undang tersebut menandaskan bahwa Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha (Pasal 1.4).
Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas: a. manfaat; b. kekeluargaan; c. adil dan merata; d. keseimbangan; e. kemandirian; f. kelestarian; g. partisipatif; h. berkelanjutan; i. demokratis; j. kesetaraan; dan k. kesatuan. (Pasal 2).
Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. (Pasal 3)
Kepariwisataan bertujuan untuk: a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; menghapus kemiskinan; d. mengatasi pengangguran; e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; f. memajukan kebudayaan; g. mengangkat citra bangsa; h. memupuk rasa cinta tanah air; i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan j. mempererat persahabatan antarbangsa. (pasal 4).
Menurut Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2009, kepariwisataan diselenggarakan dengan delapan prinsip sebagai berikut.
Pertama, menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan.
Kedua, menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal.
Ketiga, memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas.
Keempat, memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Kelima, memberdayakan masyarakat setempat.
Keenam, menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan.
Ketujuh, mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan kedelapan, memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ironi kehadiran BPOLBF
Secara admnistratif, setiap pemerintah daerah kabupaten di wilayah Flores dilengkapi dengan Dinas Pariwisata.
Secara normatif, Dinas Pariwisata mempunyai tugas memimpin, membina dan mengkoordinaSikkan serta mengendalikan dan mengevaluasi kegiatan penyusunan perumusan perencanaan kebijakan teknis operasional program pengembangan dan peningkatan penyelenggaraan dalam upaya pemberian pelayanan umum dan teknis di bidang pariwisata, ekonomi kreatif meliputi urusan kesekretariatan, urusan pemasaran, jasa usaha dan bimbingan pariwisata, pengembangan destinasi pariwisata dan ekonomi kreatif yang searah dengan kebijakan umum Daerah serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dinas Pariwisata mempunyai fungsi antara lain: (1) Perumusan kebijakan teknis di bidang pariwisata meliputi destinasi wisata, pemasaran pariwisata, pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif;
(2) Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pariwisata meliputi destinasi wisata, pemasaran pariwisata, pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif;
(3) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang pariwisata meliputi destinasi wisata, pemasaran pariwisata, pengembangan ekonomi kreatif dan pengembangan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif.
Pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut merupakan wujud nyata kegiatan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan amanat Undang-undang (UU) No 8 Tahun 2005 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. Tahun 2005 tentang Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Ironinya, terkait pengembangan kepariwisataan premium, entah atas pertimbangan pribadi atau karena lobi politik pihak tertentu, Presiden Jokowi mengabaikan semangat desentralisi dan otonomi daerah.
Atas nama percepatan pembangunan kepariwisataan, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018, yang kemudian menjadi landasan hukum bagi pembentukan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF).
Badan ini merupakan satuan kerja di bawah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang dimaksudkan untuk melakukan percepatan pembangunan pariwisata terintegrasi di Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores yang meliputi 11 Kabupaten Koordinatif dan kawasan seluas 400 hektar yang terletak di Hutan Bowosie, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
BPOLBF juga memiliki visi yaitu, mentransformasi Labuan Bajo Flores menjadi Pintu Ekowisata Dunia di Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan mendatangkan 500 ribu wisatawan mancanegara dan menyumbang devisa negara sebanyak 8 triliun rupiah (per tahun).
- https://floresku.com/read/bpolbf-kembangkan-kawasan-parapuar-untuk-jadi-showcase-pariwisata-labuan-bajo
Misinya adalah meningkatkan konektivitas dan sinkronisasi antar lembaga serta institusi melalui kehadiran Badan Otorita Pariwisata.
Badan ini pun memiliki sejumlah program yang dijabarkan menurut empat direktorat yang dimilikinya yaitu Direktorat Keuangan, Umum, Komunikasi Publik; Direktorat Industri dan Kelembagaan; Direktorat Pengembangan Destinasi Pariwisata; dan Direktorat Pemasaran.
Kemudian, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No 443/KMK.05/2022 pada tanggal 08 November 2022, BPOLBF) resmi menjadi Badan Layanan Umum (BLU). (Bdk. www.instagram.com, 16 Nov. 2022).
Kepala Divisi Komunikasi Publik (Kadiv Humas) BPOLBF, menjelaskan bahwa BLU yang dibentuk bukan hanya sekedar untuk mengelola keuangan negara, tetapi juga sebagai wadah baru pembaruan manajemen keuangan sektor publik (reformasi keuangan negara) yang dalam pelaksanaannya seluruh pemasukan dari hasil pengelolaan aset BPOLBF.
Menurut dia BLU mengelola aset BPOLBF tidak untuk mencari keuntungan, melainkan untuk meningkatan pelayanan publik demi mensejahterakan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. (BERSAMBUNG). ***