SOROTAN: Pemimpin Pencitraan Tidak Dibutuhkan di Pemilu 2024

redaksi - Sabtu, 12 November 2022 12:34
SOROTAN: Pemimpin Pencitraan Tidak Dibutuhkan di Pemilu 2024Marianus Gaharpung (sumber: Dokpri)

Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya

2024 adalah tahun politik di tanah air mulai perhelatan  pemilihan calon presiden wakil presiden, gubernur bahkan bupati dan walikota. 

Semua strategi bahkan trik jegal menjegal antar pengurus partai politik bahkan sampai warga masyarakat ikut meramaikan suasana ini. Isu politik identitas, prestasi, masa lalu yang kelam  calon- calon pemimpin  bahkan urusan selingkuhan menjadi tranding topic alias jualan laris manis antar pendukung dan simpatisan. 

Di dunia maya (wa, fb) sudah tidak rahasia lagi saling serang sehingga tidak bisa membedakan lagi adanya pencemaran nama baik orang atau tidak.

Pertanyaan, apakah pencitraan dan tetek bengek semua itu terus saja menjadi ukuran utama pemimpin di 2024? Jawaban sudah tidak boleh lagi.

Pemimpin yang kita butuhkan, bukan yang dicitrakan". Itu pointnya. Siapapun bisa dicitrakan, bisa disulap; yang tidak mampu menjadi seolah-olah mampu; yang plonga plongo menjadi seolah menjanjikan. 

Tapi pencitraan lebih banyak menyesatkan daripada mengarahkan. Pencitraan tidak menjamin sesuai yg kita butuhkan.

Sekarang, era pencitraan yang begitu sudah berakhir. Masyarakat sudah cerdas. Rakyat sekarang lebih tajam mengkritisi calon pemimpinnya. Masyarakat sadar banyak pencitraan para calon pemimpin dan elit politik yang menyesatkan. 

Sudah terbongkar semuanya. Figur yang dicitrakan ternyata kosong tak kapabel dan bukan yang rakyat butuhkan.
Ingat, masyarakat sekarang ingin pemimpin adalah yang benar-benar dibutuhkan. 

Artinya yang bisa membawa aspirasi kemajuan dan kesejahteraan rakyat; yang benar-benar kapabel untuk memajukan Indonesia dari pusat sampai daerah bukan boneka yang 'tak ada daya tak ada upaya', yang tak memiliki kapasitas, kapabilitas dan integritas.

Rakyat sudah pada nadir capek, bosan melihat  pemimpin yang sarat dengan pencitraan di media mulai di pusat sampai ke daerah.

Era pencitraan sudah masa lalu, masyarakat sudah cerdas bahwa pencitraan calon pemimpin dan elit politik justru menyesatkan. 

Sudah terbukti bahwa pemimpin yang sarat pencitraan hasil akhir selama memimpin ternyata kosong, tidak kapabel. Masyarakat sudah muak dan tidak percaya lagi dengan pencitraan, sebab  semua itu jualan murahan. 

Sudah banyak buktinya ketika mereka terpilih dan memimpin ternyata yang dikejar menumpuk kekayaan diri, kroni dan pengurus partai politik pendukung sedangkan rakyat terus dengan predikat kemiskinan. 

Jika dihitung secara matematis rakyat hanya sedikit saja menikmati uang negara melalui pembangunan selebihnya diembat oleh pemimpin dan oknum pimpinan/elit partai politik sudah rahasia umum.

Rakyat sudah sadar ternyata partai politik sejatinya bukan memperjuangkan kesejahteraan rakyat melalui kader kader partai justru hanya melahirkan oknum pemimpin dan elit politik yang mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya dan membesarkan partainya.

Oleh karena itu, pertanyaannya apakah 2024 rakyat tidak perlu memilih calon pemimpin negara serta kepala daerah? Suka tidak suka mau tidak mau karena Konstitusi UUD NKRI sudah menegaskan setiap periode lima tahunan harus diadakan pergantian kepemimpinan, maka rakyat wajib manut.

Oleh karena itu,  rakyat jangan salah memilih pemimpin  mulai pusat sampai daerah jangan hanya pencitraan,  bersangkutan punya kaya  sebab ketika sudah terpilih dugaan kuat  dengan cara apapun uang yang sudah habis selama pemilu harus didapat kembali bahkan dalam jumlah yang lebih banyak  dengan modus gratifikasi, suap, dan tindakan korupsi lainnya. 

Apalagi diperparah perilaku aparat penegak hukum mulai pusat sampai daerah masih terasa suka tebang pilih dalam proses pro yustisia kasus kasus korupsi. 

Akhirnya, hajatan nasional lima tahun sekali hanya " sandiwara politik" calon pemimpin serta elit politik dengan penonton setia adalah rakyat seluruh tanah air.

Periode pergantian pemimpin lima tahunan hanya untuk pergantian nama pemimpinnya tetapi perilaku,  tabiat, kejujuran sama saja dengan oknum oknum pemimpin sebelumnya terlihat dari tingkah laku korupsi tidak pernah berakhir bahkan terus meningkat mulai pusat sampai ke daerah.

Oleh karena itu, setelah calon presiden wakil presiden  termasuk gubernur bupati walikota terpilih di 2024, rakyat wajib terus kritik dan otokritik. Karena dengan kritik, kepemimpinan bisa dilakukan dengan optimal. Semoga! ***

RELATED NEWS