SOROTAN: Tantangan Utama Pengembangan Pariwisata Kabupaten Ngada, Minimnya SDM dan Dana Investasi
redaksi - Sabtu, 19 Juli 2025 13:53
Oleh: Tim Redaksi Floresku.com*
Kabupaten Ngada, yang terletak di tengah Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, menyimpan kekayaan budaya, sejarah, dan alam yang luar biasa.
‘Kekayaan pariwisata’ itu terekam dalam dokumen Rencana Kerja Pemerinta Daerah (RKPD) Ngada 2021 halaman 33-35 dan 95-98. Di sana disebutkan bahwa Kabupaten Ngada memiliki 111 destinasi wisata, terdiri dari Destinasi Wisata Alam, Destinasi Wisata Budaya, dan Destinasi Wisata Buata.
Kawasan Destinasi Wisata Alam antara lain:
- Kawasan pariwisata 17 Pulau Riung di Kecamatan Riung;
- Kawasan Benteng Tawa di Kecamatan Riung Barat;
- Kawasan pariwisata Sambinasi di Kecamatan Riung;
- Kawasan Pemandian Air Panas Mengeruda di Kecamatan Soa;
- Kawasan air terjun Ogi di Kecamatan Bajawa;
- Kawasan Danau Vulkanik Wawomuda di Kecamatan Bajawa;
- Kawasan Wisata Lekolodo di Kecamatan Bajawa;
- Kawasan Wolobobo di Kecamatan Bajawa;
- Kawasan Gunung Inerie dan Manu Lalu di Kecamatan Bajawa,;Kecamatan Jerebuu, Kecamatan Aimere dan Kecamatan Inerie;
- Kawasan Pantai Ena Lewa di Kecamatan Aimere;
- Kawasan Air Panas Gou di Kecamatan Bajawa Utara
- Kawasan Air Terjun Wae Roa di Kecamatan Jerebuu;
- Kawasan Air Panas Nage di Kecamatan Jerebuu;
- Kawasan Pantai Pasir Putih ‘Ena Bhara’ dan Goa/Lialoga Waebela di Kecamatan Inerie;
- Kawasan Air terjun Betho Padhi di Kecamatan Golewa Barat;
- Kawasan Pariwisata Buatan yaitu kawasan Sauna Alam Bethopadhi di Kecamatan Golewa Barat;
- Kawasan Air Terjun Wae Pua di Kecamata Golewa Selatan
- Kawasan Pasir P utih ‘Ena Bhara’ di Kecamatan Golewa Selatan;
- Kawasan Air Panas Boba di Kecamatan Golewa Selatan

Destinasi Wisata Budaya di antaranya:
- Kawasan Kampung adat Bena di Kecamatan Jerebuu;
- Kawasan Kampung adat Bela di di Kecamatan Bajawa;
- Kawasan Kampung adat Nage di Kecamatan Jerebuu;
- Kawasan Kampung adat Gurusina di Kecamatan Jerebuu;
- Kawasan Kampung adat Watu di Kecamatan Inerie;
- Kawasan Kampung adat Wogo di Kecamatan Golewa;
- Kawasan KampungTobe di Kecamatan Aimere;
- Kawasan kampung adat Tololela di Kecamatan Inerie;
- Kawasan kampung adat Maghilewa di Kecamatan Inerie;
- Kawasan kampung Leke di Kecamatan Inerie.
- Kawasan Matamenge di Kecamatan Soa;
- Kawasan kampung Mangulewa di Kecamatan Golewa Barat
- Kawasan kampung Libunio di Kecamatan Soa;
- Kawasan kampung Luba di Kecamatan Jerebuu;
- Kawasan kampung Be’a di Kecamatan Golewa Barat;
- Kawasan Kampung adat Belaraghi di Kecamatan Aimere.
Sedangkan, Destinasi Wisata Buatan seperti Agrowisata Kopi Beiwali; Agrowisata Kopi Ubedolumolo; Taman Wisata Rohani Woloatagae, Wolowio dengan patung Bunda Maria setinggi 17 meter; dan Kawasan Kemah Tabor Mataloko.

Menurut dokumen tersebut (hal. 200) Pemda Ngada memiliki tujuh prioritas yang diuraikan dalam 26 Proyek Strategis. Salah prioritas (PD 1) adalah Pengembangan Destinasi Dan Nilai Tambah Pariwisata Unggulan Daerah dengan cara: a) Menata daerah-daerah destinasi wisata unggulan melalui peningkatan pengelolaan destinasi; dan b) Mengembangkan promosi pariwisata melalui berbagai media promosi dan diversifikasi produk wisata.
Latar Belakang (DP1) adalah jumlah kunjungan wisata tahu 2020 yaitu 76.326 orang dengan lama hari Tinggal Wisata di Ngada 2 hari. Oleh karena itu untuk tahun 2021 ditargetkan jumlah kunjungan Wisata meningkat menjadi 90.000 orang, dengan lama tinggal wisata, 3 hari.
Waktu itu direncanakan pula sebagai Major Project 1 meliputi dua aktivitas utama. Pertama, Penataan Daerah Wisata diprioritaskan di 3 KSP Bajawa, Riung dan Jerebuu, dengan target output tersedianya sarana dan prasarana pariwisata di lokasi daya tarik destinasi wisata utama di 3 Lokasi KSP.
Kedua, adalah di Peningkatan Kapasitas Pelaku Wisata dengan target Jumlah Pelaku Pariwisata yang ditingkatkan kemampuannya pada 3 lokasi sebanyak 30 orang.
Data Minimalis ‘Ngada dalam Angka 2024’
Namun, entah kenapa RKPD 2021 itu sepertinya pupus sehingga tidak terekam sama sekali oleh data statistik Pemerintah Kabupaten Ngada sebagaimanana dipublikasikan melalui e-book ‘Ngada dalam Angka 2024’.
Topik ‘07: Pariwisata’ yang termuat pada halaman 171-178 e-book tersebut hanya menampilkan jumlah restoran dan pesebarannya di 12 kecamatan.
Disebutkan per tahun 2023, Ngada memiliki 113 restoran. Sebanyak 74 restoran ada di Kecamatan Bajawa, 15 di Kecamatan Aimere, 12 di Kecamatan Riung, di Kecamatan Golewa dan Soa masing-masing 8 restoran, dan 2 di Kecamatan Jerebuu.
Data statistik ‘minimalis’ ini mencerminkan betapa Pemerintah Kabupaten memang belum menaruh perhatian serius pada sektor pariwisata. Data tersebut secara implisit mengungkapkan ‘masalah mendasar’ yang melingkupi pembangunan sektor pariwisata Kabupaten Ngada. Artinya, kemajuan pembangunan sektor pariwisata tidak hanya bergantung pada ‘potensi fisik semata’, melainkan juga sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM), strategi pengembangan dan iklim investasi yang mendukung.
Modal Budaya dan Semangat Lokal, Tidak Cukup
Salah satu keunggulan utama Kabupaten Ngada terletak pada modal sosial dan budaya yang sangat kuat. Masyarakat adat Ngada memiliki warisan kebudayaan yang kaya, mulai dari struktur sosial matrilineal yang unik, arsitektur rumah adat yang monumental, hingga upacara adat seperti reba yang menjadi atraksi budaya unggulan.
Warisan ini tidak hanya menjadi aset pariwisata, tetapi juga sumber kebanggaan dan identitas kolektif masyarakat. Berbeda dengan banyak daerah yang harus menciptakan narasi wisata buatan, Ngada telah memiliki narasi historis dan budaya yang otentik, yang diwariskan secara turun-temurun dan tetap hidup dalam keseharian masyarakat.
Namun ‘modal bdaya dan semangat warga lokal’ ternyata tidak cukup mendorong percepatan kemajuan pariwisata. Mesti ada faktor pendorong lainnya yang lebih utama yaitu komptensi sumber daya manusia (SDM) dan iklim invetasi.
Dari segi SDM, harus diakui bahwa orang Ngada memiliki semangat dan keramahtamahan yang tinggi dalam menyambut wisatawan. Selain itu, banyak kelompok masyarakat adat secara swadaya telah mengelola homestay, panggung seni, dan produk kerajinan lokal. Beberapa kampung adat bahkan menerapkan sistem pengelolaan pariwisata berbasis komunitas yang menjunjung nilai gotong royong dan tanggung jawab ekologis.
Namun, semangat dan keramahtamahan tentu saja tidak cukup juga. Industri pariwisata sangat bergantung pada SDM yang terampil dan berpengetahuan untuk memastikan kesuksesan dan keberlanjutannya.
Pengalaman pariwisata berkualitas tinggi bergantung pada kompetensi dan profesionalisme tenaga kerja, mulai dari staf garis depan hingga manajemen. Berinvestasi dalam pengembangan SDM sangat penting untuk meningkatkan kualitas layanan, mendorong pemahaman budaya, dan mendorong praktik pariwisata berkelanjutan.
Investasi ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas pengalaman pariwisata tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan dan kemakmuran jangka panjang industri dan destinasi yang dilayaninya.
Di sisi lain pembangunan sektor pariwisasata mengandaikan investasi yang tidak sedikit untuk penyediaan infrasturktur seperti akses jalan,hotel/home stay, dan restoran. Selain itu, dibtuhkan pula dana investasi untuk penyelenggaran festival, MICE, dan kegiatan promosi baik secara off-line atau pun secara online.
Memang, sejauh ini pemerintah daerah Ngada melalui dinas teknis telah menunjukkan komitmen dalam membangun citra pariwisata berbasis budaya. Kegiatan seperti Festival Reba, promosi Bena sebagai ikon wisata budaya Flores, serta penyusunan masterplan pariwisata menunjukkan adanya kerangka strategis yang sedang dikembangkan. Namun, itu semua tampaknya belum memadai, karena arus wisatawan ke wilayah ini masih tergolong masih kecil.
Keterbatasan Kapasitas Teknis dan Infrastruktur
Harus diakui bahwa di balik kekayaan alam dan budaya serta semangat lokal, Ngada sedang menghadapi sejumlah kelemahan/tantangan serius yang menghambat laju pengembangan pariwisata, terutama dari sisi kualitas SDM dan kesiapan infrastruktur pendukung.
Pertama, dari sisi SDM, kapasitas teknis masyarakat dan pelaku pariwisata masih tergolong terbatas. Banyak pelaku homestay atau pemandu wisata yang belum memiliki pelatihan dasar tentang pelayanan wisatawan, hospitality, bahasa asing, manajemen destinasi, hingga pemanfaatan media digital untuk promosi.
Kurangnya pelatihan dan pendampingan teknis ini menyebabkan potensi ekonomi wisata tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat lokal.
Kedua, pendidikan vokasi dan pelatihan kerja yang mendukung sektor pariwisata belum terintegrasi dalam kebijakan pembangunan daerah. Tidak adanya sekolah pariwisata atau pelatihan berbasis kompetensi di wilayah ini membuat anak muda kesulitan mengakses keahlian yang dibutuhkan di sektor pariwisata modern.
Banyak dari mereka justru lebih tertarik merantau ke kota besar atau luar negeri untuk mencari penghidupan.
Ketiga, infrastruktur dasar dan konektivitas juga masih menjadi hambatan utama. Meskipun Bandara Turelelo Soa sudah beroperasi dan jalan nasional penghubung antar-kabupaten cukup memadai, banyak destinasi wisata potensial di Ngada belum memiliki akses jalan yang layak, transportasi umum yang memadai, atau fasilitas sanitasi dan komunikasi yang baik. Kondisi ini sering dikeluhkan oleh wisatawan yang merasa kesulitan menjangkau atau tinggal lebih lama di kawasan wisata terpencil.
Selain itu, masih banyak titik destinasi yang belum dilengkapi dengan papan informasi, pusat informasi wisata, atau sistem pengelolaan sampah yang memadai. Akibatnya, pengalaman wisata menjadi kurang menyenangkan dan tidak ramah lingkungan.
Tantangan Investasi dan Iklim Usaha yang Belum Stabil
Dari sisi investasi, tantangan utama terletak pada kurangnya iklim usaha yang stabil dan kondusif bagi investor, baik lokal maupun nasional.
Iklim usaha yang belum stabil terjadi karena kondisi keuangan Pemkab Ngada yang relatif masih rapuh.
Sebagai gambaran, Total Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Ngada Tahun 2023 adalah Rp 726,59 miliar terdiri atas Pendapatan Asil Daerah (PAD) Rp 42,69 miliar, Dana Peimbangan Rp 673,87 miliar, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah Rp 10, 03 miliar.
Namun, Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Ngada per Tanun 2023 mencapai Rp 789,32 miliar, lebih besar dari nilai pendapatan. Nilai ini terdiri atas total realisasi belanja tahun 2023 mencapai adalah Belanja Tidak Langsung termasuk Belanja Pegawai yaitu Rp 470, 44 miliar dan Belanja Langsung sebesar Rp 318,88 miliar (Bdk 'Ngada dalam Angka halaman 33-34).
Dengan struktur keuangan seperti ini dapat dimaklumi kalau Pemkab Ngada kesulitan mengalokasi dana investasi untuk pembangunan sektor pariwisata.
Beberapa hal lain lagi yang menjadi penghambat upaua pembangun sektor pariwisata di Kabupaten Ngada antara lain:
Kepastian regulasi dan perizinan yang masih rumit dan memakan waktu, sehingga membuat investor enggan berinvestasi di sektor akomodasi, transportasi, atau atraksi wisata.
Koordinasi lintas sektor yang belum optimal antara dinas pariwisata, perhubungan, Bappeda, dinas pekerjaan umum, dan lembaga adat. Hal ini membuat banyak rencana investasi tidak berjalan sinkron dengan kebutuhan masyarakat dan ekosistem lokal.
Kurangnya insentif fiskal atau nonfiskal bagi investor yang ingin mengembangkan usaha wisata ramah lingkungan atau berbasis budaya. Misalnya, tidak adanya program pinjaman lunak, keringanan pajak daerah, atau fasilitasi kemitraan UMKM.
Minimnya data dan informasi tentang peluang investasi yang tersedia, termasuk peta potensi destinasi, status lahan, kapasitas komunitas, dan proyeksi kunjungan wisatawan. Investor seringkali kesulitan mendapatkan gambaran menyeluruh tentang potensi dan tantangan daerah ini.
Selain itu, dalam konteks sosial-budaya, investasi juga harus melewati proses musyawarah adat dan konsultasi yang panjang, terutama jika berkaitan dengan wilayah ulayat. Tanpa pemahaman yang baik tentang kearifan lokal dan mekanisme sosial masyarakat Ngada, investasi dapat dengan mudah menemui resistensi dan konflik horizontal.
Strategi Pemecahan dan Arah Pengembangan
Untuk menjawab berbagai kelemahan dan tantangan tersebut, dibutuhkan pendekatan pengembangan SDM dan investasi yang menyeluruh, adaptif, dan partisipatif.
Pertama, perlu ada program pelatihan vokasi dan pelatihan teknis terpadu untuk masyarakat lokal, khususnya generasi muda, dalam bidang hospitality, tour guiding, bahasa asing, pemasaran digital, dan kewirausahaan pariwisata. Program ini sebaiknya melibatkan lembaga pendidikan tinggi, LSM, serta pelaku usaha yang sudah berpengalaman.
Kedua, perlu dibangun kerjasama antara pemerintah daerah dan komunitas adat untuk memastikan pengembangan pariwisata dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, tanpa merusak nilai-nilai budaya dan alam. Model community-based tourism perlu diperkuat dengan pendampingan teknis dan akses pada teknologi informasi.
Ketiga, dari sisi investasi, perlu disusun peta investasi pariwisata Kabupaten Ngada yang memuat data terpilah tentang potensi destinasi, aksesibilitas, profil sosial-budaya, status lahan, serta peluang usaha. Dokumen ini harus disosialisasikan secara luas melalui portal digital dan forum investasi tingkat regional maupun nasional.
Keempat, pemerintah daerah dapat mendorong skema Public-Private-Community Partnership (PPCP) sebagai model investasi yang adil dan berkelanjutan. Misalnya, pembangunan ekowisata air panas Soa atau resort budaya di sekitar kampung adat dapat melibatkan investor swasta, tetapi tetap dikendalikan oleh masyarakat adat melalui skema kepemilikan bersama.
Kelima, dalam jangka panjang, perlu dibentuk Balai Latihan Kerja (BLK) sektor pariwisata atau lembaga pelatihan berbasis komunitas yang dapat menjangkau wilayah pedesaan, serta integrasi kurikulum kepariwisataan di tingkat SMA/SMK agar regenerasi tenaga kerja sektor ini terus berlangsung.
Menata Masa Depan Pariwisata Ngada
Potensi pariwisata Kabupaten Ngada sangat besar, namun masa depannya sangat tergantung pada dua faktor krusial: SDM dan investasi. Tanpa SDM yang unggul dan berdaya saing, serta tanpa investasi yang inklusif dan berbasis budaya, pariwisata akan tetap menjadi wacana yang jauh dari kenyataan.
Namun demikian, harapan masih terbuka lebar. Dengan modal budaya yang otentik, semangat komunitas yang tinggi, serta perhatian publik yang terus meningkat terhadap wisata Flores, Kabupaten Ngada memiliki peluang besar untuk menjadi model pengembangan pariwisata yang berkeadilan, lestari, dan memberdayakan.
Yang dibutuhkan sekarang adalah sinergi nyata antara pemerintah, masyarakat, investor, dan dunia pendidikan untuk bersama-sama membangun ekosistem pariwisata yang bermartabat dan berpihak pada rakyat. Sebab, pada akhirnya, pariwisata bukan semata soal kunjungan wisatawan, melainkan tentang kesejahteraan manusia dan kelestarian budaya. ***