Terminal Bus Kita 'Dekil dan Kumuh', Siapakah yang Harus Bertanggung Jawab?
redaksi - Jumat, 08 Maret 2024 13:24SITUS Web Scispace pernah menulis sebuah artikel pendek menarik perihal Terimina Bus, Artikel itu berjudul “Apa kriteria sebuah terminal bus yang baik?”
Mengutip, pendapat Qian Yuezhen, seorang konsultan merek dagang yang memiliki kile tersebut di lebih dari 30 negara di dunia, termasuk Indonesia, artikel itu menulis demikian:
“Terminal bus memiliki kriteria dan kualitas tertentu yang menjadikannya efisien dan nyaman bagi penumpang. Ini termasuk desain yang terstruktur dengan baik dengan batang penyangga dan pelat atas.”.
Terminal bus juga harus memiliki halte bus yang diatur secara miring dan sejajar dengan jalan masuk, memungkinkan akses yang mudah dan mengurangi gangguan timbal balik antar bus.
Terminal bus skala besar harus memiliki ruang tunggu bus, halte bus, area penjualan tiket, dan area parkir kendaraan.
- Subkomisi Pemajuan HAM Gelar Pelatihan di Borong, Matim
- Presiden Jokowi Tinjau Kesiapan Alutsista di Pangkalan TNI AU Iswahjudi, Magetan
Terminal bus juga harus mengutamakan kenyamanan dan keselamatan penumpang, dengan fitur-fitur seperti pelat observasi, sikat pembersih lumpur dan genangan air, dan bak ampah yang selalu dibersihkan secara rutin.
Selain itu, terminal bus harus dirancang untuk mengakomodasi sejumlah besar bus dan penumpang, meningkatkan efisiensi pemberhentian bus dan mengurangi waktu menunggu dan naik bus.
Secara keseluruhan, terminal bus yang dirancang dengan baik harus mengutamakan arus penumpang, keselamatan, dan kenyamanan siapan pun yang menggunakannya.
Aspek kebersihan
Kebersihan memainkan peran penting dalam konteks terminal bus umum.
Menjaga kualitas udara dalam ruangan yang memadai penting untuk menjamin kesejahteraan penumpang dan staf.
Terminal bus umum rawan polusi karena tingginya intensitas kendaraan dan lokasinya di kawasan industri.
Langkah-langkah mitigasi harus diterapkan untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, termasuk mengurangi keberadaan karbon monoksida, partikel, dan senyawa organik yang mudah menguap.
Selain itu, konsep kebersihan di terminal bus umum melampaui gagasan tradisional tentang kebersihan sebagai pengurangan atau penghilangan mikroba secara sepihak.
Praktik kebersihan harus fokus pada pengurangan penyebaran atau penularan mikroorganisme patogen untuk meminimalkan timbulnya penyakit.
- KOMPAK Indonesia Desak Kejati NTT Usut Tuntas Terduga Aktor Intetelektualis dan Pelaku Korupsi MTN di Bank NTT Senilai Rp 50 Miliar
- Hari Ketiga Rekapitulasi Suara Tingkat Kabupaten Sikka Ricuh, Saksi Hanura Menilai KPU dan Bawaslu Tidak Netral
Hal ini mencakup kebersihan tangan yang baik dan penggunaan metode pengeringan yang efektif untuk mencegah penyebaran mikroba. Dengan mengedepankan kebersihan dan kerapihan, terminal bus umum dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi semua orang.
Sangat dekil dan kumuh
Setelah menyimak uraian di atas, sekarang coba perhatikan kondisi terminal-terminal bus di Indonesia.
Secara lebih khusus, coba amat kondisi terminal bus di beberapa kota kabupaten di Flores?
Memantaui sambil merujuk ke sejumlah kriteria di atas, Floresku.com terpaksa berterus tengan mengatakan bahwa kondisi terminal-terminal bus kita masih sangat dekil dan kumuh.
Oleh karena itu, siapa pun yang singgah atau berada di area terminal bus akan merasa tidak nyaman.
Di Mbay, ibu kota Kabupaten Nagekeo, terminal bus berdiri di depan Pasar Danga. Kondisi terminal bus ini masih jauh dari kosa kata ‘bersih’ dan ‘nyaman’.
Banungan terminal terletak di tengah jalur masuk-keluar dan lahan parkir yang cukup luas. Hanya saja jalan dan are parker belum beraspal.
Akibatnya, pada musim kemarau, terminal ini menjadi area yang menaikkan debu tebal, sedangkan pada musim hujan berubah menjadi area yang becek dan berlumpur.
Terkesan, terminal seperti dibangun untuk dipakai sesuka hati oleh siapa pun. Makanya, kalau sedang mampir ke sana, Anda dapat menyaksikan ada warga yang duduk bertengger atau tidur-tiduran di atas tempat duduk terminal.
Bangunan terminal itu pun tak ubahnya pula seperti sebuah ‘pangkalan ojek’. Setiap hari belasan tukang ojek ‘nongkrong’ dan menawarkan jasa kepada siapa pun yang melintas di sana.
Tidak pernah terlihat ada petugas yang mengawasi atau pun membersihkannya fasilitas publik tersebut.
Pada malam hari, suasana di terminal tersebut cukup ‘menyeramkan’. Soalnya, area ini diterangi lampu listrik yang nyalanya suram dan berkedap-kedip saja.
Awal Feberuari lalu awak media ini mengunjungi Kota Ende dan singgah di Terminal Bus Dalam Kota yang terletak di samping Lapangan Pancasila yang terkenal itu.
Ternyata, kondisinya 'setali tiga uang' dengan terminal bus di Kota Mbay. Bahkan, kondisi terminal yang rapat dengan Pelabuhan Ende itu jauh lebih memprihatinkan.
Menurut tim redaksi Floresku.com, terminal bus ini termasuk dalam kategori fasilitas publik yang jorok. Betapa tidak, kamar WC-nya tidak berfungsi samasekali, dan sudah dipenuhi ornggokan sampah plastik yang sudah lama tak disentuh tangan petugas kebersihan.
Semula awak media ini merasa tak ada masalah, karena pintu dari beberapa ruang di samping area tunggu, tertutup rapat.
Awak media mulai curiga, ketika beberapa orang yang merasa kebelet mencoba membuka paksa pinta kamar WC. Ketika pintu terbuka mereka segera membuang muka, samil menutup hidung.
Ketika melongok sendiri ke kamar WC tersebut, dari dalamnya menyeruak aroma yang sangat tidak sedap.
Supaya publik mengetahui keadaan yang sebenarnya, media ini mendokuemntasinya dalam rupa gambar.
Kondisi terminal luar kota arah barat, Ndao, keadaannya tidak lebih baik. Terimal itu tampak tak terawat dan sepi.
Bus/bemo antar kota dan bemo dalam kota enggan masuk kearea terminal karena para penummang memilih untuk turun dari atau menunggu bus/bemo di depan kios yang berjejer di depan gerbang terminal.
Kondisi terminal luar kota Watujaji di Kabupaten Ngada pun tidak elok pula. Betapa tidak, fasilitas publik itu seperti diabaikan karena kendaraan seperti bus, bemo dan mobil travel jarang mampir ke sana.
Sebab, hampir seluruh aktivitas turun-naik penumpang terjadi di pertigaan Watujaji. Para penumpang yang hendak Kota Bajawa, atau hendak ke Ende atau ke Borong/Ruteng justru memanfaatkan teras kios dan warung makan untuk menunggu kendaraan.
Terminal bus di Kota Borong juga jarang disinggahi bus dan bemo. Seorang sopir mengeluhkan, “Bagaimana (kami) mau masuk terminal, penumpangnya lebih banyak ada di pasar. Kami harus berebutan dengan puluhan tukang ojek yang sudah siap siaga di sana.”
Melihat gambaran seperti di atas, muncul pertanyaan: “Mengapa dan untuk maksud apa sebenarnya pemerintah daerah kita membangun terminal bus?”
Mengapa fasilitas publik yang penting seperti itu tidak dirawat?
Bukankah untuk membangun fasilitas publik tersebut, negara sudah mengucurkan dana miliaran rupiah?
Lalu, semua ini tanggung jawab siapa sebenarnya? (Map dan tim redaksi Floresku.com). ***