Tradisi 'Kremo' di Matim: 'Berburu Ikan di Air Payau Sembari Membangun Keakraban'
redaksi - Selasa, 15 Maret 2022 19:38BORONG (Floresku.com) - 'Kremo' adalah kegiatan ‘berburu’ berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting yang dilakukan oleh masyarakat Manggarai Timur, Flores saat air payau surut.
Tradisi ‘Kremo’ adalah warisan leluhur dan sampai sekarang masih bertahan di tengah masyarakat.
Istilah 'Kremo' berbeda tipis pengertiannya dengan istilah 'Dau'. Kegiatannya sama yaitu ‘berburu’ aneka jenis ikan, udang dan kepiting. Hanya saja ‘Kremo’ dilakukan di air payau, sedangkan ‘Dau’ dilakukan di air tawar yaitu di kali atau sungai.
Dalam kegiatan ‘Dau’ , warga berburu ikan, udang dan kepiting air tawar dengan cara membalikkan batu atau memasukkan tangan ke lobang atau celah-celah batu. Sebab, biasanya udang dan kepting bersembunyi di di bawah atau dalam liang batu.
- Wapres Ma'ruf Amin Buka Kegiatan The 2nd AIWW di Labuan Bajo, Isu Ketersediaan Air Jadi Sorotan
- Update Invasi Rusia di Ukraina: 636 Warga Sipil Tewas, 1.125 Cedera dan 2,8 Juta Orang Mengungsi ke Negara Tetangga
- Mempora Zainudin Amali: Indonesia akan Miliki 10 Sentra Olahraga dengan Fasilitas Lengkap
Sementara dalam 'Kremo', warga berusaha menangkap ikan, udang ataupun kepiting dengan tangan kosong atau peralatan seadanya karena air payau sedang surut.
Biasanya, di air payau yang sedang surut pelaku ‘Kremo’ dapat menemukan banyak udang, siput, bahkan ikan dan kepiting laut yang berukuran besar.
Ferdi (52), salah satu warga Sola, Desa Ruan Selatan menjelaskan, ‘Kremo’ didahului dengan membaca tanda-tanda alam atau mengenali musim.
"Musimnya itu adalah malam ke tujuh, kadangkala pada malam ke delapan atau ke embilan, setelah bulan purnama. Dalam bahasa Manus, Kota Komba, disebut 'Sepe' Pitu'," jelasnya. Selasa, 15 Maret 2022.
Menurut dia, ‘Kremo’, jarang dilakukan oleh seorang individu, tetapi oleh sebuah kelompok orang. Karena mereka ‘berburu’ atau berupaya menangkap ikan, udang atau kepiting secara bersama-sama, sambil bercanda atau mengobrol.
Hasil tangkapan tersebut pun disimpan di wadah khusus yang disebut ‘Mbuti’ yaitu keranjang yang dibuat dari lontar dan pandan.
Hanya saja dari pengamatan media ini, dewasa ini hasil tangkapan ‘Kremo’ juga bisa disimpan di karung kecil apabila ‘Mbuti’ tidak tersedia.
‘Kremo’ memang sangat kental dengan nuansa sosial. Sebab, selama melakukan ‘Kremo’ , semua perserta bergembira, bercanda atau pun guyon dengan penuh keakraban.
Jadi, 'Kremo' adalah salah satu kearifan lokal yang perlu dilestarikan. Sebab, warga Manggarai Timur memaknai ‘Kremo’ sebagai sebuah ‘pekerjaan mengumpulkan bahan pangan’ sekaligus juga sebagai sebuah hiburan dan kesempatan untuk membangun keakraban. (Filmon Hasrin). ***