Tradisi 'Kremo' di Matim: 'Berburu Ikan di Air Payau Sembari Membangun Keakraban'

redaksi - Selasa, 15 Maret 2022 19:38
Tradisi 'Kremo' di Matim: 'Berburu Ikan di Air Payau Sembari Membangun Keakraban'Warga Desa Ruan Selatan saat melakukan 'Kremo' di Limbu Koro, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong. (sumber: Rian)

BORONG (Floresku.com) - 'Kremo'  adalah kegiatan ‘berburu’  berbagai jenis ikan, udang, dan kepiting yang dilakukan oleh  masyarakat Manggarai Timur,  Flores  saat air payau surut. 

Tradisi ‘Kremo’ adalah warisan leluhur dan sampai sekarang masih bertahan di tengah masyarakat. 

Istilah 'Kremo' berbeda tipis pengertiannya dengan istilah 'Dau'. Kegiatannya sama yaitu  ‘berburu’ aneka jenis ikan, udang dan kepiting. Hanya saja  ‘Kremo’  dilakukan di air payau,  sedangkan ‘Dau’  dilakukan di  air tawar yaitu di kali atau sungai.  

Dalam kegiatan ‘Dau’ , warga berburu ikan, udang dan kepiting air  tawar  dengan cara membalikkan batu atau memasukkan tangan ke lobang atau celah-celah batu. Sebab, biasanya udang dan kepting bersembunyi di di bawah atau dalam liang batu. 

Sementara  dalam 'Kremo',  warga berusaha menangkap ikan, udang ataupun kepiting dengan tangan kosong atau peralatan seadanya karena  air  payau  sedang surut. 

Biasanya, di air payau yang sedang surut  pelaku ‘Kremo’ dapat menemukan banyak udang, siput, bahkan ikan  dan kepiting laut yang berukuran besar. 

'Kala Mango' atau Kepiting air payau. (Foto: Rian).

Ferdi (52), salah satu warga Sola, Desa Ruan Selatan  menjelaskan,   ‘Kremo’  didahului dengan membaca tanda-tanda alam atau mengenali musim.

"Musimnya itu adalah malam ke tujuh, kadangkala pada malam ke delapan atau ke  embilan, setelah bulan purnama. Dalam bahasa Manus, Kota Komba, disebut 'Sepe' Pitu'," jelasnya. Selasa, 15 Maret 2022.

 Menurut dia,  ‘Kremo’,  jarang dilakukan oleh seorang individu, tetapi oleh sebuah kelompok orang. Karena mereka ‘berburu’ atau berupaya menangkap ikan, udang atau kepiting secara bersama-sama, sambil bercanda atau mengobrol.  

Hasil tangkapan yang disimpan di karung kecil penggani ‘Mbuti’.  (Foto: Filmon Hasrin)

Hasil tangkapan tersebut pun disimpan di wadah khusus yang disebut ‘Mbuti’ yaitu keranjang yang dibuat dari lontar dan pandan.

Hanya saja dari pengamatan media ini,  dewasa ini hasil tangkapan ‘Kremo’ juga  bisa disimpan di karung kecil apabila  ‘Mbuti’ tidak tersedia. 

‘Kremo’ memang sangat kental dengan nuansa sosial.  Sebab, selama melakukan ‘Kremo’ , semua perserta bergembira, bercanda atau pun guyon dengan penuh keakraban.  

Jadi, 'Kremo'  adalah salah satu kearifan lokal yang  perlu dilestarikan. Sebab,  warga Manggarai Timur memaknai  ‘Kremo’  sebagai sebuah ‘pekerjaan mengumpulkan bahan pangan’ sekaligus juga sebagai  sebuah hiburan dan kesempatan untuk membangun keakraban. (Filmon Hasrin). ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS