Tua Gendang Terlaing Tegaskan Tanah Hak Ulayat Persekutuan Adat Terlaing
redaksi - Selasa, 19 Oktober 2021 16:41LABUAN BAJO (Floresku.com) - Untuk dan atas nama Masyarakat Persekutuan Adat Kampung (Beo) Terlaing, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Tu’a Golo Terlaing Bonefasius Bola, Tu’a Gendang Hendrikus Jempo, dan Tu’a Pasa (Tu’a Teno) Yosef Yakob, mempertegas Lingko-Lingko yang merupakan tanah hak ulayat Persekutuan Adat Terlaing.
“Penegasan ini penting untuk memberikan kepastian hukum kepemilikan hak ulayat atas lingko-lingko tersebut yang tidak hanya perlu dan penting bagi warga masyarakat Persekutuan Adat Terlaing, tetapi bagi Pemerintah, termasuk pihak BPN, dan warga masyarakat umumnya,” ungkap Bonefasius Bola saat ditemui media ini, Selasa, 19 oKTOBER 2021.
Kepada Floresku.com, Bonefasius Bola, Hendrikus Jempo, dan Yosef Yakob menegaskan ada 4 Lingko dan Ca Salang Sue Bangko yang merupakan hak ulayat Persekutuan Adat Kampung Terlaing, yakni: Lingko Kombong, Lingko Nampar, Lingko Bale, Lingko Nerot. Ditambah Ca Salang Sue Bangko, yang berbentuk setengah lingkaran Lingko yang terletak di luar Lingko Nampar. Semuanya terletak di Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat.
Batas-batas dari Lingko-Lingko dan Ca Salang Sue Bangko tersebut telah pula mendapat pengakuan dari para tu’a-tu’a adat dari masyarakat persekutuan adat kampung-kampung yang masing-masing berbatasan dengan Lingko-Lingko dan Ca Salang Sue Bangko tersebut. Pengakuan tersebut dinyatakan secara tertulis dari Tu’a-Tu’a Adat masing-masing kampung, dan Kepala Desa/Lurah ikut menandatangani sebagai pihak yang mengetahui.
“Ini termasuk Surat Pernyataan Pengakuan Batas Tanah Adat yang dibuat dan ditandantangi oleh Tu’a-Tu’a Adat Mukang Rai/Kampung (Beo) Mbehal, tertanggal 5 September 2017,” ungkap Hendrikus Jempo
Dalam Surat Pernyataan Pengakuan Tu’a-Tu’a Adat Mukang Rai/Kampung (Beo) Mbehal, yakni Hubertus Kamun, Antonius Ajua, Petrus, Pura, Rofinus Midun, menyatakan bahwa mereka sebagai wakil dari seluruh masyarakat Mukang Rai yang berada di wilayah administrasi pemerintah Desa Pota Wangka, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, menyatakan dan mengakui bahwa tanah ulayat atau tanah persekutuan Mukang Rai/Beo Mbehal adalah berbatasan langsung dengan tanah ulayat atau tanah suku Kampung Adat Terlaing-Tebedo, tepatnya wilayah Mukang Rai ada pada bagian Timur batas alam yaitu Wae Tumur, Wae Helung, Loleng Wae Helung, Wae Nampe, Loleng Wae Nampe (sepanjang kali Waei Nampe).
Kampung Beo Terlaing-Tebedo bagian Barat. Bahwa batas tanah adat ini ditetapkan sejak nenek moyang sampai sekarang terjaga baik oleh kedua kelompok masyarakata adat Mukang Rai dan Kampung (Beo) Terlaing-Tebedo. Ikut menandatangani Surat Pernyataan Pengakuan ini Kepala Desa Pota Wangka, Theodorus Talin.
Surat Pengakuan dari masing-masing tu’a-tu’a kampung-kampung yang berbatasan dengan tanah ulayat kampung Terlaing ini diperkuat pula oleh Sketsa Tanah Persekutuan Adat Kampung (Beo) Terlaing, bulan Agustus 2017, yang ditandatangani/diberi cap jempol oleh masing-masing tu’a-tu’a kampung-kampung yang berbatasan dengan tanah ulayat Persekutuan Adat Kampung Terlaing. Kepala Desa/Lurah ikut menandatangani sebagai pihak yang mengetahui.
Disamping itu, Pemerintah Provinsi NTT – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan – Upt. Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Manggarai Barat – lewat Surat Kepala KPH Mabar, Stefanus Nali, S. Hut, Nomor: UPT. KPH-Mabar.522.13/118/VIII/2019, tertanggal 23 Agustus 2019, Perihal: Surat Keterangan Bebas Kawasan, berdasarkan hasil survei menyatakan bahwa Lokasi Lingko Nerot, Lingko Bale, Lingko Nampar, Lingko Kombong, dan Ca Salang Sue Bangko sampai Mu’u Nanga merupakan hak ulayat kampung Terlaing.
Baca juga: https://floresku.com/read/dp-diduga-picu-konflik-di-antara-masyarakat-adat
Dengan penjelasan dan penegasan tersebut Bonefasius Bola, Hendrikus Jempo, dan Yosep Yakob, meminta agar pihak manapun, dan Pemerintah menghargai lingko-lingko tersebut di atas yang merupakan hak ulayat Persekutuan Masyarakat Adat Terlaing sebagaimana pengakuan dan perlindungan yang diatur dan diberikan dalam Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 6 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, “Identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.” tutupnya. (Paul R.) ***