Timothy Ravis dari Cornel University Puji Peran Gereja Katolik dalam Pembangunan di Flores

redaksi - Senin, 08 Desember 2025 18:59
Timothy Ravis dari Cornel University Puji Peran Gereja Katolik dalam Pembangunan di FloresAhli Cornell University: Gereja Katolik Jadi Penjaga Moral Pembangunan di Manggarai (sumber: Media Indonesia)

JAKARTA (Floresku.com) - Dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Sabtu (6/12), ahli pembangunan dari Cornell University, Timothy Ravis, menegaskan bahwa Gereja Katolik merupakan salah satu aktor paling berpengaruh dalam proses pembangunan di Flores, khususnya di wilayah Manggarai Raya. 

Menurutnya, Gereja telah konsisten berdiri di sisi masyarakat, bahkan berani menentang kebijakan pemerintah daerah yang dinilai merugikan rakyat.

“Saya sungguh kagum dengan pengaruh Gereja dan bagaimana para pemimpin Gereja berbicara demi kepentingan masyarakat,” ujar Timothy dalam forum bertajuk “Mengevaluasi Logika Pembangunan di Manggarai: Tradisi Lokal vs Politik Korup.”

Baca Juga:

Gereja dan Sikap Tegas di Polemik Geothermal

Salah satu contoh paling nyata menurut Timothy adalah posisi Gereja dalam perdebatan proyek geothermal di Flores dan Manggarai.

Ia menyoroti Surat Gembala Prapaskah Uskup se-Flores pada Maret 2025, yang secara tegas menyerukan pertobatan ekologis dan menolak proyek geothermal karena dianggap tidak sesuai konteks geografis serta berpotensi merusak pertanian, sumber air, dan kehidupan masyarakat adat.

“Kita tahu Gereja sangat jelas sikapnya tahun ini. Bagi saya, tokoh-tokoh Gereja Katolik sangat tegas dalam perspektif mereka dan sangat aktif menyokong masyarakat lokal yang merasa dirugikan,” tambah Timothy.

Namun ia juga mengakui bahwa polemik geothermal tidak sesederhana hitam-putih. Ketika turun ke lokasi-lokasi seperti Wae Sano, Wewo, atau Poco Leok, ia melihat dinamika yang kompleks: sebagian warga mendukung pembangunan, sebagian lainnya menolak dengan keras.

“Saya mengerti kedua-duanya. Mereka sama-sama berani mempertahankan apa yang mereka yakini benar,” ujarnya.

Bosisme Lokal, Akar Masalah Pembangunan Manggarai

Sementara itu, analis politik senior Boni Hargens dalam diskusi yang sama menegaskan bahwa problem utama pembangunan Manggarai justru bukan sekadar perdebatan soal proyek, melainkan bosisme lokal—penguasaan pembangunan oleh elite berpengaruh yang mengendalikan politik dan birokrasi daerah.

Sejak penelitiannya tahun 2005, Boni melihat pola yang sama: bos-bos lokal memanfaatkan kekuatan ekonomi, budaya, dan politik untuk menentukan kepala daerah yang akan memenangkan Pilkada. Setelah itu, mereka mengontrol bupati untuk memastikan kebijakan pembangunan berjalan sesuai kepentingan mereka.

Baca juga:

“Di Manggarai, bosisme lokal ini sangat kuat. Mereka menguasai akses ekonomi, politik, dan birokrasi,” tegas Boni.

Dua Jalan untuk Melawan Bosisme

Menurutnya, ada dua langkah penting untuk memutus dominasi ini:

Memperkuat partisipasi bermakna masyarakat — termasuk Gereja, kelompok adat, media, dan mahasiswa — dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
“Diskusi seperti ini adalah bentuk partisipasi bermakna yang harus terus diperluas,” kata Boni.

Penegakan hukum yang tegas — agar bupati atau pejabat daerah yang terlibat kasus hukum tidak dibiarkan bebas.

“Kombinasi partisipasi kritis dan penegakan hukum akan memaksa para kepala daerah dan elite lokal benar-benar bekerja untuk kepentingan masyarakat,” tutupnya.  (Sandra). ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS