Warga Maumere Kian Geram, Manajemen RSUD TC Hillers Terus Menunda Tangani Gundukan Sampah Medis Beraroma Busuk

redaksi - Minggu, 17 November 2024 11:26
Warga Maumere Kian Geram,  Manajemen RSUD TC Hillers Terus Menunda Tangani Gundukan Sampah Medis Beraroma BusukTumpukan sampah medis di TPS RSUD TC Hillers Maumere (sumber: PY)

MAUMERE (Floresku.com) -Warga yang berada di sekitar RSUD TC Hillers geram dan kecewa karena pihak manajemen rumah sakit lamban, bahkan terkesan mengabaikan penanganan sampah medik dengan dalih, insinerator, mesin pengolah sampah rusak.

Mereka kecewa karena keluhan yang disampaikan kepada pihak rumah sakit baik secara langsung mapun melalui media, tak digubris samasekali.

“Manajemen rumah sakit ini sudah tidak punya hati. Kami warga di sekitar tidak dianggap sebagai manusia yang berhak untuk hidup nyaman dan sehat. Sampah medik sudah menumpuk lebih dari dua bulan. Sekarang sudah mulai turun hujan, sehingga aroma busuk sudah menebar dan lalat-lalat sudah semakin mengganggu kenyamanan. Apakah kalau kami sakit mereka (rumah sakit, red) yang membiayai? Atau, jangan-jangan ini hanya trik agar kami jatuh sakit sehingga menjadi pasien mereka?,” ujar warga yang mengaku bernana Paula itu.  

Seminggu kemudian,  Floresku.com  menemui Direktur RSUD TC Hilleres dr Clara Y. Francis untuk mengonfirmasi pernyataannya kepada warta  setelah dengar pendapat di gedung DPRD tertanggal 04 Nopember 2024 siang.

Di hadapan wartawan, dr Clara menyatakan bahwa dalam 1 atau 2 hari ke depan sampah medis akan di angkut dan akan melibatkan jasa pengelola limbah B3 (pihak ketiga) dari Labuan Bajo.

"Sekarang sedang berproses dan pihak ke tiga ( jasa pengelola limbah B3) Labuan Bajo.
Kami harus packing semuanya menggunakan karung. Jadi tidak bisa begitu saja mereka ambil, jadi harus packing semua, pakai karung semua," ujarnya.

Untuk proses packingnya, teman-teman sudah lakukan dari hari jumat kemarin, Jadi kita harus timbang besarnya berapa, diinfokan supaya mereka (jasa pengelola limbah B3 Labuan Bajo) bisa menyiapkan armada angkutannya,” dia menambahkan.

Kini, sudah dua minggu, setelah membuat pernyataan kepada wartawan, keadaan di tempat penampungan tidak ada tanda-tanda adanya proses penanganan. 

Alih-alih menangani dengan melibatkan pihak ketiga (jasa pengelola limbah B3 Labuan Bajo), sekarang tumpukan sampah medis bahkan menjadi semakin tinggi, dan aroma busuknya semakin tengik.

Namun, belakangan terdengar informasi bahwa pihak RSUD TC Hillers bertekad untuk mengelola sampah medik iitu secara mandiri. 

“Nah kebetulan juga  pesanan sparepart sudah datang, tinggal menunggu teknisinya. Jadi mana yang lebih dulu nih,  itu yang diutamakan. Kami ‘kan punya alat sendiri.  Pelibatan pihak ketiga itu ’kan cuma jalan keluar sementara,” ujarnya.

Apa yang disampaikan dr Clara berbeda dengan pernyataan Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka, Aqulinus yang juga hadir dalam rapat koordinasi di DPR.  

Menurut Aqulinus pihak ketiga akan terus dilibatkan dalam jangka panjang karena sampah medik di RSUD TC Hillers perlu penanganan serius.

 Plt Kepala Dinas Kesehatan Sikka, Petrus Herlemus yang juga hadir dalam rapat koordinasi itu mengatakan, “untuk menangani gundukan sampah medis,  kami (dinas kesehatan dan RSUD TC Hillers) telah berkoordinasi dengan penyedia pengangkut limbah berbasis Labuan Bajo, ibu kota Manggarai Barat”.

Soalnya dr Clara mengaku RSUD TC Hillers menghasilkan 106,6 kilogram sampah medis dan 609 kilogram sampah non-medis setiap hari.

Sebelumnya, ketika media ini menjumpai  untuk mengonfirmasi terkait  insinerator yang rusak sehingga sampah medis tidak tertangani dalam jangka waktu dua bulan, dr Clara mengaku butuh waktu untuk pengadaan sparepart di Jakarta karena harus mengajukanya ke PPK.

Lalu media ini meminta  apa perlu mengkonfirmasi PPK soal pengadaan sparepart supaya diketahui apa yang menghalangi prosesnya, dr Clara malah berkeberatan. Menurut dia jika  media melakukan hal itu, terlalu mengintervensi.

Menurut dr. Clara tidak semua terbiasa dengan media. Jadi media  tidak perlu menanyakan hal ini kepada PPK, karena PPK tidak menangani semua hal. 

“Kalau media ingin mengangkat soal penangann sampah medis di sini, tetap harus berkomunikasi dengan saya. Saya juga harus berjaga-jaga, tidak semua orang familiar dengan media dengan segala konsekuensinya,”  ungkap dr. Clara.

Sayangnya, sikap bersikukuh untuk mengelola sampah medis secara mandiri, tidak dibarengi dengan aksi nyata untuk menangani sampah medis secara segera.

Sikap menunda-nunda pengelolaan sampah, membuat warga di sekitar rumah sakit semakin geram karena mereka semakin merasakan dampak negatifnya.

Makanya, seorang warga, Yoseph Karmianto Eri,  kembali bersuara dengan suara keras.

“Saya minta Pj Bupati segera turun tangan untuk selesaikan sampah-sampah di rumah sakit, Sebab masalah sampah bukan hanya  urusan RS tapi urusan Pemda Sikka,'” tegasnya.

Rudi Lameng salah satu tokoh masyarakat Rt 02  yang tinggal di sekitar RSUD TC Hillers pun merasa geram.

“Waktu rapat dengar pendapat 04 Nopember lalu di gedung DPRD dikatakan sudah ada jasa pihak ketiga  yang menangani sampah B3 untuk dimuat ke Labuan Bajo. Tapi nyatanya sampai saat ini tumpukan samha masih tertutup dengan terpal. Berarti ibu direktur RSUD TC Hillers tidak komitmen dalam hal penanganan sampah B3 rumah sakit,” ujarnya.

Rudi Lameng mengatakan apabila penangangan sampah medis tidak dilakukan segera, maka warga akan bersurat langsung kepada Menteri Kesehatan.

“Sekarang zaman kepemimpinan  Prabowo-Gibran nih, manusia yang aneh-aneh mending undur diri kalau tidak bisa selesaikan permasalahan yang terjadi,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan  kepala BPKAD. “Yang bangun di samping RSUD itu izin yah itu jualan atau tempat tinggal? Permasalahannya mereka berjualan di depan pojok Rumah sakit TC Hillers, tetapi tinggalnya di bangunan gubuk samping rumah sakit . Kamar mandi WC tidak ada. Tadi kami (warga) baru memergoki salah 1 anak dari si penjual yang buang air besar di samping gubuk mereka pas di saluran drainase,” ungkapnya.

Sebetulnya, pengelolaan limah rumah sakit sudah diatur secara lengkap oleh Peraturan Menteri Kesehatan No 7 Tahun 2019 tentang kesehatan lingkungan rumah sakit. 

Dalam lampirannya (halaman 55) disebutkan antara lain sebagai berikut:
"Pengolahan limbah B3 di rumah sakit dapat dilaksanakan secara internal dan eksternal: 
Pengolahan secara internal dilakukan di lingkungan rumah sakit dengan menggunakan alat insinerator atau alat pengolah limbah B3  lainnya yang disediakan sendiri oleh pihak rumah sakit (on-site) seperti  autoclave, microwave, penguburan, enkapsulasi, inertisiasi  yang mendapatkan izin operasional dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengolahan secara eksternal dilakukan melalui kerja sama dengan pihak pengolah atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki ijin. Pengolahan limbah B3  secara internal dan eksternal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit yang melakukan pengolahan limbah B3 secara internal dengan insinerator, harus memiliki spesifikasi alat pengolah yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
1)Kapasitas sesuai dengan volume limbah B3 yang akan diolah 
2)Memiliki 2 (dua) ruang bakar dengan ketentuan: 
•Ruang bakar 1 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 800  derajat C 
•Ruang bakar 2 memiliki suhu bakar sekurang-kurangnya 1.000 derajat C untuk waktu tinggal 2 (dua) detik 
3)Tinggi cerobong minimal 14 meter dari permukaan tanah dan dilengkapi dengan lubang pengambilan sampel emisi. 
4)Dilengkapi dengan alat pengendalian pencemaran udara. 
5)Tidak diperkenankan membakar limbah B3 radioaktif; limbah B3 dengan karakteristik mudah meledak; dan atau limbah B3 merkuri atau logam berat lainnya.

Pengolahan Limbah B3 di rumah sakit sebaiknya menggunakan teknologi non-insinerasi yang ramah lingkungan seperti autoclave dengan pencacah limbah, disinfeksi dan sterilisasi, penguburan sesuai dengan jenis dan persyaratan.

Pemilihan alat pengolah limbah B3 sebaiknya menggunakan teknologi non-insinerasi seperti autoclave dengan pencacah limbah, karena dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan teknologi insinerasi, yakni tidak menghasilkan limbah gas (emisi)." (PY/Silvia). ***

 

Editor: redaksi

RELATED NEWS