Wogi: Warisan Kuliner Paga yang Bertahan dari Laut dan Tradisi
redaksi - Minggu, 20 Juli 2025 14:19
PAGA (Floresku.com) - Di balik debur ombak Pantai Paga yang eksotis, sekitar 40 kilometer di barat Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Flores, tersembunyi sebuah warisan kuliner yang sarat nilai budaya: Wogi.
Makanan khas ini bukan sekadar lauk pelengkap nasi, melainkan simbol dari ketekunan masyarakat pesisir dalam mengolah alam, menjaga tradisi, dan mempererat relasi sosial.
Wogi terbuat dari ikan se, sejenis ikan teri merah kecil yang sangat langka dan hanya muncul di perairan Paga pada musim-musim tertentu, khususnya antara bulan Oktober hingga Desember.
Karena kelangkaannya, ikan ini tidak tersedia setiap tahun, dan masyarakat harus menunggu musim datang secara tidak menentu. Ketika ikan mulai bermunculan, warga pesisir dan bahkan dari wilayah pegunungan akan berbondong-bondong ke pantai, menjadikan momen ini bukan hanya soal perburuan hasil laut, tapi juga ajang pertemuan keluarga lintas wilayah.
Cara membuat Wogi pun sederhana namun penuh makna. Setelah ditangkap, ikan dibersihkan lalu dicampur dengan garam dan sedikit air laut. Campuran ini diaduk hingga merata dan dibiarkan selama tiga hingga tujuh hari, tergantung kondisi cuaca dan jumlah ikan.
Setelah proses fermentasi alami ini, ikan kemudian dimasukkan ke dalam botol bekas air mineral, menciptakan olahan yang bisa bertahan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Menurut Yasinta (32), nelayan dari Kampung Paga, teknik ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi pengetahuan kolektif masyarakat.
“Kalau musimnya bagus, satu tim ibu-ibu bisa menghasilkan 10 hingga 15 botol Wogi. Kami menangkap pakai sere, jaring dari anyaman rotan,” tuturnya. Botol-botol Wogi tersebut kemudian dijual dengan harga sekitar Rp 50.000 per botol, menjadikannya salah satu sumber pendapatan rumah tangga nelayan.
Untuk menyajikannya, Wogi biasanya dicampur dengan sambal ulek yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabai, jeruk nipis, dan daun kemangi. Perpaduan rasa asin, pedas, dan aroma khas kemangi menjadikan Wogi teman yang sempurna untuk nasi putih, jagung titi, pisang rebus, atau ubi kayu. Tak heran jika makanan ini sangat digemari dan bahkan mulai dipromosikan sebagai oleh-oleh khas Maumere.
Namun di balik cita rasanya yang unik dan nilai ekonominya yang kian tumbuh, Wogi menyimpan tantangan. Minimnya dokumentasi dan pengelolaan yang masih tradisional membuat Wogi belum dikenal luas di luar daerah asalnya. Padahal, potensi kuliner ini sangat besar untuk dikembangkan sebagai bagian dari promosi wisata dan ekonomi kreatif lokal.
Wogi bukan sekadar makanan. Ia adalah cermin dari relasi manusia dengan laut, ketekunan dalam mempertahankan tradisi, dan lambang kebersamaan komunitas. Dari pantai Paga yang sunyi, Wogi mengajarkan bahwa cita rasa terbaik sering lahir dari kesederhanaan, kebersamaan, dan kesetiaan pada alam. (Silvia). ***