Drama 'Getok Harga' di Kampung Ujung: Antara Salah Paham dan Sorotan Wisata Premium Labuan Bajo
redaksi - Jumat, 31 Oktober 2025 10:22 Ilustrasi: Suana di salah satu restoran Sea Food di Kampung Ujung, Labuan Bajo (sumber: Istimewa)
Ilustrasi: Suana di salah satu restoran Sea Food di Kampung Ujung, Labuan Bajo (sumber: Istimewa)LABUAN BAJO (Floresku.com) - Labuan Bajo kembali jadi sorotan nasional, bukan karena keindahan lautnya, melainkan karena kisah makan malam rombongan agen perjalanan dari Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) yang viral dengan tagihan mencapai Rp 15,8 juta.
Isu “getok harga” ini sempat membuat geger media sosial dan menimbulkan citra negatif bagi destinasi super prioritas itu.
Insiden terjadi pada Minggu malam, 26 Oktober 2025, di Pusat Kuliner Seafood Kampung Ujung, kawasan wisata kuliner yang ramai dikunjungi turis lokal dan mancanegara.
Rombongan berjumlah sekitar 26 orang makan malam di lapak milik YY, pemilik warung “TA”. Setelah santap malam, muncul protes dari salah satu anggota rombongan yang menilai harga terlalu tinggi.
- RSUD TC Hillers Krisis Dokter Spesialis, IMM Sikka Desak Pemda Ambil Langkah Nyata
- Pesan Inspiratif: Hati Penuh Belas Kasihan Tidak Dibatasi Oleh Apa pun
- Digitalisasi Penagihan Pindar, AFPI Resmikan Portal untuk Verifikasi Identitas Penagih
Namun YY membantah keras tudingan itu. Menurutnya, harga menu sudah disepakati sebelumnya dengan perantara pemesan dan sudah dilengkapi daftar harga serta timbangan.
“Kalau dari awal kami tidak deal harga, kami tidak mungkin mau kerja,” tegas YY di hadapan media di lapaknya, Rabu malam lalu.
Ia juga menunjukkan kepiting dan ikan yang dipesan, sebagian berjenis premium dengan harga hingga Rp 350 ribu per kilogram.
Menanggapi polemik tersebut, Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi, Koperasi, dan UMKM Kabupaten Manggarai Barat segera melakukan penelusuran.
Setelah memeriksa nota, daftar menu, dan klarifikasi pemilik lapak, pihak dinas menyimpulkan tidak ada praktik getok harga.
“Semua harga sesuai dengan daftar menu dan timbangan. Pelaku usaha juga transparan,” ujar Kepala Dinas, Theresia Primadona Asmon.
Meski kasus ini dianggap selesai, insiden di Kampung Ujung kembali mengingatkan pentingnya transparansi dan komunikasi antara pelaku usaha dan wisatawan.
Dalam konteks Labuan Bajo sebagai destinasi premium, satu kesalahpahaman bisa dengan mudah mencoreng reputasi daerah yang sedang berbenah menjadi wajah pariwisata Indonesia Timur.
Bagi para pelaku usaha, kejujuran adalah kunci bertahan; bagi wisatawan, klarifikasi sebelum memesan adalah langkah bijak.
Karena di balik riuhnya ombak Labuan Bajo, reputasi pariwisata bisa karam hanya oleh satu nota makan malam. (Tari). ***

