Baru Saja Lahir, 'Global Strategi Riset Indonesia' Sudah Jadi Kancah Perbincangan Publik

redaksi - Senin, 24 Februari 2025 18:27
Baru Saja Lahir,  'Global Strategi Riset Indonesia'  Sudah Jadi Kancah Perbincangan PublikPendiri GSRI, Sebastian Salang (sumber: Dokpri)

JAKARTA (Floresku.com) - Global Strategi Riset Indonesia (GSRI) meramaikan kancah perbincangan publik pada 21 Februari 2025.

Kehadiran lembaga riset ini menarik perhatian karena podcast perdananya di kanal YouTube Data1n menghadirkan analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. 

Pemerintahan Prabowo-Gibran baru saja genap 100 hari, lalu publik bertanya-tanya tentang orientasi kebijakan ekonomi dan arah pembangunan mereka lima tahun ke depan. GSRI memberikan jawaban lewat riset APBN mendalam.

Latar Belakang Kehadiran GSRI

GSRI berdiri karena kebutuhan masyarakat akan informasi akurat terkait kebijakan pemerintah. Pendiri GSRI, Sebastian Salang, adalah seorang aktivis sekaligus pengamat sosial-politik yang sudah lama berkecimpung dalam dunia riset kebijakan publik. Ia memimpin GSRI untuk terus menyediakan data valid bagi publik.   

 “Kami menyajikan data dan informasi yang valid berdasarkan riset ilmiah terkait kebijakan dan anggaran pemerintah,” ujar Sebastian saat berbincang dalam podcast perdana GSRI di Data1n.

Podcast ini juga menandai kehadiran GSRI di tengah meningkatnya sorotan terhadap APBN 2025. Presiden Prabowo, yang telah memerintah sejak 20 Oktober 2024 bersama Wakil Presiden Gibran, menyerukan efisiensi belanja. Pemerintah menargetkan pemangkasan anggaran lebih dari 300 triliun pada tahap pertama dari tiga tahap efisiensi.

Podcast Perdana di Data1n

Sabrina Risawan berperan sebagai pemandu obrolan di podcast Data1n. Ia mengawali diskusi dengan pertanyaan seputar latar belakang GSRI. Sebastian Salang memberikan jawaban lugas:

  “GSRI adalah lembaga riset Global Strategi Riset Indonesia. Kami fokus pada riset ilmiah yang menyajikan data valid terkait kebijakan pemerintah, anggaran, maupun pelaksanaan program-program pemerintah.”

Sebastian menambahkan rencana riset GSRI pada beberapa isu strategis, termasuk APBN 2025, utang negara, program makan siang gratis, dan program strategis nasional. Ia menegaskan GSRI ingin menjernihkan perdebatan publik dengan hasil riset berbasis dokumen resmi.

Sorotan Utama: APBN 2025

GSRI meluncurkan hasil riset APBN 2025 sebagai riset perdana mereka. APBN menjadi perbincangan hangat karena pemerintah memasang target pemotongan anggaran lebih dari 300 triliun rupiah sebagai bagian dari langkah efisiensi. Publik bertanya-tanya soal rationale kebijakan ini, mengingat kondisi perekonomian yang menuntut stabilitas setelah masa transisi pemerintahan.

Sebastian Salang menjelaskan bahwa APBN merupakan cerminan orientasi kebijakan ekonomi serta prioritas pembangunan pemerintah. GSRI meneliti dokumen-dokumen utama seperti: Undang-Undang APBN No.16 Tahun 2023 (APBN 2024);  Undang-Undang APBN No.62 Tahun 2024 (APBN 2025);   Perpres No.76 Tahun 2023 (Rincian APBN 2024); Perpres No.201 Tahun 2024 (Rincian APBN 2025);  Inpres No.1 Tahun 2025 (Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN 2025 dan APBD 2025);  Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) 2025;   Buku Informasi APBN 2025; Nota Keuangan RAPBN 2025

Peneliti GSRI mengkaji seluruh berkas untuk memetakan pendapatan negara, belanja, defisit, serta mekanisme financing melalui utang.
Menelisik Pendapatan Negara

APBN 2025 mencatat angka pendapatan sebesar 3.621.313.743.500.000 rupiah (sekitar 3.621,3 triliun rupiah). Pendapatan ini naik sekitar 7 persen dibanding tahun 2024. Negara mengumpulkan penerimaan dari tiga sumber utama: Penerimaan Perpajakan: 2.490,9 triliun rupiah
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): 513,6 triliun rupiah; dan  Penerimaan Hibah: 0,58 triliun rupiah.

Pajak rakyat memegang porsi tertinggi. GSRI menilai peran masyarakat sangat besar dalam menopang keuangan negara. Pemerintah menargetkan peningkatan penerimaan pajak seiring pertumbuhan ekonomi dan perbaikan sistem pemungutan.

Melihat Belanja yang Lebih Besar

Belanja negara pada 2025 mencapai 3.621.313.743.500.000 rupiah. Pemerintah mematok kenaikan sekitar 9% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut terbagi dalam dua kelompok besar:

  •    Anggaran Belanja Pemerintah Pusat: 2.701,4 triliun rupiah
  •    Anggaran Transfer ke Daerah (TKD): 919,9 triliun rupiah

Belanja pemerintah pusat menyerap sekitar 66% dari total alokasi, sedangkan transfer ke 38 provinsi dan 519 kabupaten/kota mendapatkan porsi 34%.

Rincian belanja pemerintah pusat meliputi belanja kementerian/lembaga senilai 1.760,1 triliun rupiah dan belanja non-kementerian/lembaga yang mencakup belanja subsidi, belanja pembayaran bunga utang, serta belanja prioritas lainnya.
Ancaman Defisit dan Strategi Utang

Pendapatan negara tidak menyamai jumlah belanja. Defisit APBN 2025 mencapai 616,2 triliun rupiah. Pemerintah harus menutupi selisih tersebut melalui penerbitan utang baru sebesar 775,9 triliun rupiah.

   “Negara berutang untuk menutupi defisit. Pemerintah menerbitkan surat utang di dalam negeri dan luar negeri. Kami melihat total tambahan utang itu mencapai 775,9 triliun rupiah khusus untuk 2025,” ujar Sebastian.

Ia menambahkan posisi total utang Indonesia sudah melewati 8.000 triliun rupiah hingga akhir 2024. GSRI akan meneliti lebih lanjut struktur utang, persentase utang dalam negeri, serta pinjaman luar negeri.
Kebijakan Efisiensi Belanja

Presiden Prabowo memerintahkan efisiensi belanja. Ia menargetkan pemangkasan lebih dari 300 triliun pada tahap pertama. Pemerintahan Prabowo-Gibran menyiapkan tiga tahap efisiensi hingga keseluruhannya mungkin melebihi 900 triliun.

Sebastian Salang menilai langkah ini sejalan dengan Inpres No.1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja. Pemerintah merasionalisasi alokasi proyek-proyek tertentu, memprioritaskan sektor strategis, dan menekan pengeluaran birokrasi.

GSRI akan mengkaji penerapan instruksi ini di kementerian/lembaga. Mereka juga akan memantau output serta outcome dari setiap kegiatan yang terkena pemangkasan.

Mengapa Riset APBN Penting?

GSRI menekankan pentingnya riset APBN karena APBN mencerminkan arah kebijakan pemerintah. Rakyat menanyakan visi pemerintah tentang pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan pelayanan publik. APBN menjawab pertanyaan itu secara konkret.

   “Orang ingin tahu Indonesia mau dibawa ke mana. Kami menelisik APBN 2025 karena menjadi parameter kebijakan Presiden Prabowo,” tegas Sebastian.

Ia meyakini temuan GSRI berguna bagi para pemangku kebijakan, pengamat politik, dan masyarakat luas. Pelaku usaha, akademisi, hingga media bisa memanfaatkan data APBN untuk memahami tren pembangunan ke depan.

Perbandingan APBN 2024–2025

Menurut GSRI perbandingan singkat terkait APBN 2024–2025 dapat dilihat pada  dampaknya bagi Program Prioritas.

Menteri-menteri di kabinet Prabowo-Gibran mengkaji ulang beberapa program prioritas seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Efisiensi menuntut kementerian/lembaga menyesuaikan target kerja tanpa mengabaikan kepentingan publik. GSRI akan memantau akuntabilitas dan transparansi program-program tersebut agar ketahuan efektivitasnya.

Beberapa contoh dampak pemangkasan anggaran dapat terlihat pada DAK Fisik dan Dana Otonomi Khusus. Pemerintah mengurangi alokasi DAK Fisik hingga -16,86 triliun rupiah dibanding tahun sebelumnya. Dana Otonomi Khusus berkurang sekitar -755,89 miliar rupiah. Pemerintah beralasan kebijakan efisiensi akan memicu penajaman prioritas dan optimalisasi belanja.

Rencana Lanjutan GSRI

GSRI berencana merilis hasil riset bertema utang negara dan program makan siang gratis yang ramai diperbincangkan. Sebastian Salang ingin masyarakat mendapatkan kejelasan data, terutama mengenai beban debt service dan dampak program makan siang gratis bagi stabilitas keuangan negara.

   “Kami menargetkan rilis mingguan melalui podcast Data1n. Kami ingin publik mendapat informasi yang akurat serta mudah dipahami,” tutur Sebastian.

GSRI juga mendorong kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat dan akademisi. Kolaborasi ini bertujuan mengawal kejelasan kebijakan agar tepat sasaran.

APBN 2025 memotret arah pembangunan Pemerintahan Prabowo-Gibran pada lima tahun ke depan. Pendapatan negara mencapai 3.621,3 triliun rupiah, sedangkan belanja menembus 3.621,3 triliun rupiah pula, sehingga defisit anggaran meroket hingga 616,2 triliun rupiah. Pemerintah menerbitkan utang baru senilai 775,9 triliun rupiah untuk menutup selisih tersebut.

Efisiensi belanja tetap menjadi sorotan utama. Presiden Prabowo berupaya menekan biaya birokrasi, menyeleksi proyek, serta mengoptimalkan belanja kementerian/lembaga. Kebijakan ini menuntut pengawasan ketat agar efeknya tidak menghambat pelayanan publik.

GSRI membuka ruang diskusi berbasis data. Publik memerlukan kehadiran lembaga riset independen untuk menilai rasionalitas kebijakan. Diskursus tentang APBN, utang, dan program pemerintah akan terus berlanjut. Pemerintahan Prabowo-Gibran memegang amanat besar untuk memajukan perekonomian dan mengelola keuangan negara dengan bijak. (Silvia). ***

RELATED NEWS