'Dokumen Palsu' Bukti Ulah 'Mafia Tanah' Kuasai Lingko Milik Masyarakat Adat Terlaing

redaksi - Rabu, 10 November 2021 10:40
'Dokumen Palsu'  Bukti Ulah 'Mafia Tanah' Kuasai Lingko Milik Masyarakat Adat TerlaingAgus Albu Ketua Forum Pemuda Adat Terlaing (sumber: Istimewa)

LABUAN BAJO (Floresku.com) -Ketua Forum Pemuda Terlaing, Agus Albu, berpendapat bahwa suatu sengketa tanah melibatkan mafia harus dapat diungkap atau dibuktikan dengan adanya dokumen palsu.

Agus kepada wartawan akhir pekan lalu di Manggarai Barat, menyampaikan demikian karena mafia tanah biasanya dalam aksinya melibatkan atau bekerja sama dengan oknum dari lembaga yang mempunyai kewenangan menerbitkan dokumen hak alas tanah.

Menurut Agus, mafia tanah dapat dikualifikasi sebagai suatu kejahatan klasik yang terorganisir. "Biasanya dilakukan secara rapi sehingga sulit untuk diungkap," ujarnya saat ditemui floresku.com,  Rabu, 10, November 2021.

Agus mengungkapkan bahwa tidak semua masalah pertanahan bisa dikategorikan sebagai kasus yang melibatkan mafia tanah. "Bisa saja itu hanya sengketa biasa," ujarnya.

Ia mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam memberantas mafia tanah, yakni dengan memasukkannya ke dalam program Polri Presisi atau pemolisian prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.

Terkait itu, Agus menyampaikan bahwa pengungkapan kasus Bonaventura yang palsukan dokumen di Kecamatan Boleng, Labuan Bajo, baru-baru ini merupakan tindakan penegakan hukum yang dapat dibenarkan, sehingga siapapun yang terlibat harus dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Menurutnya, jika dalam perkara itu diduga terdapat aktor intelektual maka Polri bisa menjadikan Pasal 55 KUHP sebagai landasan hukum untuk menyeretnya ke ranah hukum.

"Sebagaimana Pasal 55 KUHP, Polri punya landasan hukum untuk menindak secara tegas semua yang terlibat tindak pidana mafia tanah ini," ujarnya.

Agus juga menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan suatu perkara sengketa tanah bisa masuk dalam lingkup perdata atau administrasi negara, di antaranya awamnya akan pemahaman hukum, khususnya pertanahanan dari para pihak yang melakukan transaksi jual-beli lahan.

Kemudian, lanjut Agus, sistem sertifikasi tanah yang ada di Indonesia hanya bersifat formalitas. Selanjutnya, sistem peradilan sengketa tanah yang menghabiskan biaya dan waktu yang cukup banyak.

Agus menyebutkan, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan biasanya dipakai untuk menyelesaikan perselisihan pertanahan antara perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

"Tentu dalam proses penegakan hukumnya harus mengedepankan prinsip presumption of innocence [asas praduga tidak bersalah], mengingat Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945," ujarnya.

Sedangkan soal sengketa tanah sangat berbeda dengan tindak pidana yang dilakukan oleh mafia tanah, Agus menyampaikan, maka masalah hak atas tanah yang merupakan ranah hukum perdata, harus memberikan perlindungan hukum kepada pembeli yang beritikad baik, ataupun pihak-pihak yang telah membebaskan tanah sesuai prosedur yang berlaku dalam rangka pengadaan tanah, baik oleh pihak pemerintah maupun swasta.

"Peran aparat hukum perlu untuk menjaga iklim investasi di Indonesia berkaitan dengan maraknya isu, narasi mengenai mafia tanah yang digunakan oleh pihak tertentu dengan tujuan terselubung dalam kasus sengketa pertanahan," ujarnya.

Contoh yang diambil, lanjutnya beberapa waktu lalu media online Floresku.com  memberitakan masyarakat adat Terlaing berikan Somasi kepada Fabianus Wakam dan Masyarakat adat Terlaing Surati presiden Indonesia. Yang diduga Fabianus menggunakan alas hak palsu untuk terbitkan sertifikat di Lingko milik masyarakat adat Terlaing.

Maka dari itu dikatakannya, pihak keamanan perlu mengamankan orang-orang seperti itu, Fabianus bagian dari mafia.

"Harus diperiksa orang-orang seperti ini, karena mereka mafia juga",tutup dia.

RELATED NEWS