Gusti Sarifin: 'Para Bupati di Flores Perlu Tiru 'Pak Ahok', Kembangkan Jiwa Entrepreneurship'

redaksi - Sabtu, 15 Januari 2022 13:28
Gusti Sarifin: 'Para Bupati di Flores Perlu  Tiru 'Pak Ahok', Kembangkan Jiwa Entrepreneurship'  Gusti SArifin, wirausahawan, berdomisili di Jakarta. (sumber: Dokpri)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Dalam proses pembangunan daerah semua bupati sedaratan Flores, mulai dari Kabupaten Manggarai Barat sampai Kabupaten Flores Timur,  perlu meniru atau belajar  menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan  atau entrepreneurship sebagaimana dilakukan Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Demikian yang disampaikan oleh Gusti Sarifin, wirausahawan asal Manggarai Barat yang berdomisili di Jakarta.

Gusti terdorong untuk menyampaikan hal tersebut setelah melihat tingginya angka pengangguran di Flores dan adanya kebijakan pengurangan Tenaga Kontrak Daerah (TKD) di beberapa kabupaten di Flores yang justru menambah angka pengangguran.

Secara khusus Gusti menyoroti  polemik dan aksi demonstrasi penolakan pemberhentian TKD  di Manggarai Barat yang terjadi beberapa hari belakangan ini.

Ia meyakini bahwa Pemerintah Daerah Manggarai Barat merasa berat hati ketika mengambil kebijakan memberhentikan TKD karena kebijakan  tersebut mengorbankan banyak pihak, termasuk seluruh anggota keluarganya.

"Dalam mengambil keputusan ini tentu Pemerintah Daerah Manggarai Barat merasa sangat berat hati karena dampaknya sangat buruk bagi TKD dan anggota keluarganya. Tetapi, di sisi lain pemerintah harus membuat keputusan dalam rangka  efisiensi angggaran dan tenaga kerja supaya lebih efisien dan efektif. Karena beban biaya yang harus ditanggung pemerintah sangat berat", kata Gusti.

"Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi beban anggaran itu, maka pemerintah perlu mengurangi jumlah TKD. Saya sepakat sampai di sini", kata Gusti.

Namun, Gusti melihat kebijakan tersebut sangat kontraproduktif ketika secara bersamaan terjadi peningkatan terhadap dana tunjangan DPRD.

Bagi Gusti hal ini  adalah bukti lemahnya tata kelola pendidikan dan tata kelola pemerintahan, baik di Kabupaten Manggarai Barat maupun di kabupaten-kabupaten lain sedaratan Flores

Pertama, soal pendidikan. Ia menilai ada yang kurang dalam tata kelola pendidikan di Manggarai Barat dan di Flores secara umum, di mana anak-anak sekolah tidak dipersiapkan untuk menjadi generasi yang siap bekerja tanpa harus menjadi PNS atau TKD. 

Model pendidikan yang dikembangkan dan orientasi belajar yang diperkenalkan kepada anak-anak atau generasi muda adalah  menjadi PNS. Akibatnya, generasi muda tidak memiliki kemampuan untuk berwirausaha. Mereja juga tidak berminat sama sekali untuk menjadi wirausahawan.

Apalagi  warga Manggarai Barat dan orang Flores pada umumnya beranggapan bahwa menjadi seorang PNS adalah sesuatu yang lebih "wah" daripada menjadi wirausahawan.

Kedua, soal tata kelola pemerintahan. Melihat jumlah angkatan kerja atau pencari kerja di Manggarai Barat dan Flores secara umum yang cukup besar, mestinya pemerintah daerah segera mengambil sikap untuk membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya bagi warganya dengan cara membangun dan menghidupkan badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar para pencari kerja bisa diserap di dalam BUMD itu.

Hal ini tentunya, selaras dengan spirit awal Otonomi Daerah yaitu mendorong pemerintah daerah untuk lebih otonom dalam mengelola keuangan daerahnya dan juga lebih otonom untuk membangun perekonomian masyarakatnya.  

Dalam konteks itu,  sesungguhnya BUMD adalah salah satu wadah yang tepat untuk membangun ekonomi masyarakat. BUMD dapat membuka  lapangan pekerjaan untuk masyarakat dan meningkatkan PAD pemerintah daerah.  

Gusti Sarifin menerangkan bahwa di dalam konteks membangun BUMD, pada umumnya pemerintah daerah di Flores mengeluh soal kesulitan untuk mendapatkan modal. 

Oleh karena itu, menurut Gusti, pememerintah daerah harus membuka diri untuk bekerja sama dengan para investor.

Dia memaklumi bahwa selain kedala permodalan, pemerintah daerah juga punya kendala lain untuk mendirikan dan menghidupkan BUMD. 

Mereka kurang terbiasa dan tak memiliki kemampuan untuk melihat peluang. Tampaknya pemerintah daerah di Flores mengalami kebuntuan karena kualitas sumber daya manusia (SDM)  lokal yang terbatas.

Padahal kunci untuk memperbaiki kualitas SDM lokal ada di tangan pemerintah daerah sendiri, yaitu bagaimana pemerintah daerah mendesain model pendidikan yang berorientasi pada kewirausahaan. 

Hal itu mengandaikan bahwa bupati sebagai kepala pemerintahaan daerah memiliki visi dan jiwa entrepreneurship.

Namun, berdasarkan pengamatannya, jarang sekali, bahkan boleh dikatakan belum ada bupati di Flores yang punya visi dan jiwa entrepreneurship.

"Sejauh ini  saya belum temukan bupati yang punya jiwa entrepreneurship dan berpikir bagaimana menciptakan dana sendiri tanpa harus mengemis ke pusat", katanya.

Ia menegaskan, pemberhentian terhadap TKD tanpa solusi sebagaimana yang terjadi di Manggarai Barat adalah sebuah kegagalan pemerintah daerah. 

Sebab, sejatinya pemerintah daerah wajib memikirkan nasib seluruh warganya, terutama mereka yang kehilangan mata pencaharian akibat kebijakan yang dibuat oleh pemrintah daerah sendiri.  (Tedy N.) ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS