Kompak Indonesia Desak Kepala BPKP Papua Bantu Tuntaskan Kasus Korupsi Rp 16 Miliar di Tolikara

redaksi - Senin, 05 Agustus 2024 09:39
Kompak Indonesia Desak Kepala BPKP Papua Bantu Tuntaskan Kasus Korupsi Rp 16 Miliar di TolikaraAksi Kompak Indonesia setelah investigasi dan koordinasi KPK RI di Jakarta, Minggu(4/8). (sumber: de Sola)

JAKARTA (Floresku.com) — Pegiat anti korupsi Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia meminta Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Papua Dwi Sabardiana, SE, MA, CSFA, CFrA membantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Wilayah Provinsi Papua menuntaskan kasus penyalahgunaan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tolikara tahun 2017.

“Kepala BPK RI Perwakilan Papua Dwi Sabardiana segera berkoordinasi dengan pihak BPKP Wilayah Papua menuntaskan penyalahgunaan Rp 16 Miliar lebih di Sekretariat DPRD Tolikara tahun 2017 dalam seratus hari pertama." 

"Kasus itu sudah terjadi sejak tahun 2017 dan saat ini belum dilakukan audit investigatif pihak BPKP Papua. Pak Dwi Sabardiana harus memberikan atensi atas kasus ini agar belasan miliar uang rakyat Tolikara diselamatkan,” ujar Ketua Kompak Indonesia Gabriel de Sola pasca investigasi dan koordinasi KPK RI kepada wartawan di Jakarta, Minggu(4/8).

Menurut de Sola, pergantian Kepala BPK RI Wilayah Papua dari pejabat lama kepada pejabat baru sudah dilakukan di Aula Lantai 9 Kantor Gubernur Papua, Kota Jayapura.

 Prosesi serah pejabat lama ke pejabat baru dipimpin langsung Penjabat Gubernur Provinsi Papua Dr Muhammad Ridwan Rumasukun, SE, MM.

Dalam kesempatan tersebut hadir juga Wakil Kapolda Papua Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Brigjen Pol Petrus Patrige Rudolf Renwarin, SH, M.Si, Penjabat Sekda Papua Y Derek Hegemur, SH, MH, Ketua MRP Papua Nerlince Wamuar, SE, M.Pd, Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Papua Hendrizal Husin, SH, MH, dan Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Papua Amin Sutikno, SH, MH.

“Kepala Perwakilan BPK RI Perwakilan Papua Dwi Sabardiana harus menunjukkan komitmen agar dalam seratus hari kerja pertama, kasus penyalahgunaan Rp 16 miliar di DPRD Tolikara tahun 2017 dituntaskan. Ini sejalan dengan harapan Penjabat Gubernur Papua Pak Ridwan Rumasukun dan pemerintah daerah agar saling bersinergi dengan baik,” kata de Sola.

Menurut de Sola, kasus penyalahgunaan keuangan di Setwan Tolikara tahun 2017 juga sudah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

 Bahkan Kompak Indonesia juga sudah melaporkan kasus ini kepada Presiden Republik Indonesia agar mendapat perhatian.

“Uang rakyat Tolikara sebesar itu sangat berarti bagi pembangunan daerah dan pemberdayaan masyarakat. Namun, bila disalahgunakan oknum pejabat daerah maka justru membuat rencana pembangunan terbengkalai dan menyengsarakan masyarakat Tolikara,” kata de Sola, aktivis yang lama bermukim di Jerman.

De Sola menambahkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin selama ini memiliki komitmen kuat memajukan masyarakat dan daerah. Namun, bila ada oknum pejabat korup mengambil dari hak masyarakat maka segera diproses hukum.

“Melalui Pak Dwi Sabardiana kami berharap agar pejabat baru ini segera berkoordinasi dengan BPKP Perwakilan Papua, Pemprov Papua, aparat penegak hukum segera bekerja maksimal mengungkap kasus penyalahgunaan keuangan di DPRD Tolikara tahun 2027. Apalagi, laporan pemeriksaan BPK RI Wilayah Papua, terjadi penyalahgunaan keuangan dengan jumlah belasan miliar,” kata de Sola tegas.

Menurut de Sola, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Papua atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara Nomor 17.C/LHP/XIX.JYP/06/2018 tanggal 21 Juni 2018, realisasi belanja makanan dan minuman pada Sekretariat DPRD Kabupaten Tolikara senilai Rp. 16.108.000.000 tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.

Hasil temuan BPK tersebut sudah diadukan ke Polda Papua, namun tak kunjung ada proses hukum selanjutnya. 

Deiron Wenda, salah seorang warga pada 11 Oktober 2023 juga sudah mengadukan kasus dugaan penyalahgunaan keuangan negara sebesar Rp 16 miliar lebih di Setwan Tolikara ke Polda Papua melalui Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus, namun nasib aduannya belum ditindaklanjuti hingga saat ini.

Salinan hasil laporan BPK RI Perwakilan Papua menyebutkan, realisasi belanja makanan dan minuman pada Sekretariat DPRD Tolikara senilai Rp 16.108.000.000 tidak sesuai dengan kondisi senyatanya. 

Pemkab Tolikara menyajikan realisasi belanja barang dalam laporan realisasi anggaran (LRA) per 31 Desember 2017 dan 2016 masing-masing sebesar Rp 405.096.953.650 dan Rp 358.679.082.413. Realisasi belanja barang tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 46.417.871.237 atau sebesar 12,94 persen dari tahun sebelumnya.

Sekretariat DPRD Tolikara menganggarkan belanja barang dan jasa senilai Rp 66.021.345.000 dan direalisasikan senilai Rp 36.356.354.000 atau sebesar 55,07 persen. 

Belanja barang dan jasa tersebut antara lain berupa belanja makanan dan minuman. Hasil pengujian uji petik terhadap bukti surat pertanggung jawaban (SPJ) perangkat daerah di atas diketahui terdapat bukti SPJ belanja makanan dan minuman yang tidak sesuai kondisi senyatanya pada Sekretariat DPRD.

Hasil pemeriksaan uji petik atas bukti SPJ atas belanja makanan dan minuman pada tabel laporan BPK RI Perwakilan Papua, yaitu untuk belanja makanan dan minuman untuk pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Rapperda) senilai Rp 4.000.000.000 diketahui terdapat bukti pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman yang diragukan kebenarannya.

Keraguan kebenaran tersebut berikut. Pertama, SPJ atas pekerjaan makanan dan minuman kepada Rumah Makan F untuk kegiatan pembahasan Raperda tangga 27 September 2017 sebanyak 490 porsi senilai Rp 500.000.000.

Dari hasil konfirmasi tanggal 13 Mei 2018 ke pemilik Rumah Makan F selaku penyedia, diketahui bahwa harga untuk 490 porsi makanan dan minuman adalah sebesar lebih rendah Rp 173.538.800 daripada harga yang tercantum pada bukti SPJ sebesar Rp 500.000.000.

Kedua, SPJ atas pekerjaan makanan dan minuman kepada Rumah Makan A untuk kegiatan Raperda tanggal 26 September 2017 sebanyak 500 porsi senilai Rp 500.000.000. Dari hasil konfirmasi tanggal 12 Mei 2018 ke masyarakat sekitar Rumah Makan A selaku penyedia, diketahui bahwa Rumah Makan A tersebut pada tahun 2017 sudah tutup. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan tidak diyakini keterjadiannya.

Berdasarkan hasil permintaan keterangan kepada Sekretaris DPRD tanggal 14 Mei 2018, yang bersangkutan mengakui bahwa SPJ belanja makanan dan minuman tersebut tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.

Kegiatan pembahasan Rapperda memang benar dilakukan, tetapi nota dan bukti-bukti dalam SPJ dibuat tidak sesuai dengan kondisi senyatanya dalam hal volume maupun harga. 

Di antaranya bukti dari Rumah Makan A dan Rumah Makan F, di mana dalam realisasinya tidak sebesar itu, bukti tersebut dibuat hanya untuk memenuhi administrasi.

Hal tersebut dilakukan karena anggota DPRD meminta dana tersebut dicairkan secara tunai. Namun atas kondisi tersebut, Sekretaris DPRD tidak memiliki bukti atau dokumen yang mendukung seperti serah terima uang tunai, daftar kehadiran Rapperda, dan bukti-bukti belanja makanan dan minuman yang riil. 

Bukti-bukti tersebut dibawa oleh Bendahara Pengeluaran yang lama dan keberadaanya tidak dapat dihubungi.

Hasil pemeriksaan atas dokumen SPJ dan permintaan keterangan Sekretaris DPRD Tolikara tersebut juga diketahui bahwa pembuatan bukti SPJ yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya tersebut juga dilakukan pada belanja makanan dan minuman atas 12 kegiatan tersebut di atas senilai Rp 16.108.000.000.

Selanjutnya dari hasil permintaan keterangan lanjut kepada anggota DPRD diketahui bahwa anggota DPRD tersebut menyatakan tidak menerima uang terkait belanja makanan dan minuman, baik pada kegiatan pembahasan Rapperda maupun kegiatan lainnya.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 132.

Pasal 132 Ayat 1 Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 menyatakan, setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung bukti yang lengkap dan sah. Kemudian, Ayat 2 menyatakan bahwa bukti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

Hal tersebut mengakibatkan belanja makanan dan minuman pada 12 kegiatan Sekretariat DPRD Tolikara tidak dapat diyakini kewajarannya senilai Rp 16.108.000.000. 

Hal tersebut disebabkan karena Sekretaris DPRD Tolikara lalai merealisasikan belanja makanan dan minuman pada 12 kegiatan DPRD Tolikara sesuai kondisi senyatanya.

Atas permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Tolikara melalui Sekretaris DPRD menyatakan sependapat dan berkomitmen penuh untuk membenahi kondisi yang ada sehingga dikemudian hari tidak terulang lagi kesalahan yang sama.

BPK RI juga merekomendasikan kepada Bupati Tolikara agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Sekretaris DPRD terkait pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman tidak sesuai kondisi senyatanya. 

Kemudian memerintahkan Sekretaris DPRD Tolikara mempertanggungjawabkan nilai belanja makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya setelah melalui verifikasi inspektorat. (*)

RELATED NEWS