Kontroversi Rumah Jabatan DPRD: Pimpinan Dewan Klarifikasi, Warga Minta Transparansi
redaksi - Rabu, 10 September 2025 21:41
MAUMERE (Floresku.com) – Polemik seputar rumah jabatan pimpinan DPRD Kabupaten Sikka kembali mencuat.
Wakil Ketua DPRD, Gorgonius Nago Bapa dari Fraksi Partai Golkar, menegaskan bahwa tudingan publik soal dirinya dan dua pimpinan dewan lain enggan menempati rumah jabatan adalah keliru.
Menurut Gorgonius, sejak dilantik setahun lalu, rumah jabatan tersebut memang belum bisa ditempati karena kondisinya tidak layak huni.
“Coba bayangkan, toilet sudah rusak dan mengeluarkan aroma tidak sedap, fasilitas dasar pun belum ada. Bagaimana kami bisa dipaksa tinggal di situ?” tegasnya, Selasa (10/9).
Ia menjelaskan, Sekretariat Dewan selaku pihak berwenang sejak awal sudah mengakui bahwa rumah jabatan itu perlu direnovasi. Namun, keterbatasan anggaran menjadi kendala.
“Sudah diajukan, tetapi belum ada anggaran. Mungkin nanti di perubahan APBD bisa direalisasikan,” tambahnya.
- Bacaan Liturgis, 10 September 2025: Sabda Bahagia
- Pesan Inspiratif: Allah Menciptakan Manusia Untuk Hidup Bahagia
- Adonara: 'Permata Tersembunyi' di Timur Flobamora
Gorgonius juga membantah isu adanya tunjangan yang diterima meski rumah jabatan tak dihuni.
“Kami bertiga—Ketua DPRD Stefanus Sumandi (PDI Perjuangan), saya sendiri, dan Wakil Ketua Herlindis Donatha da Rato (Perindo)—tidak pernah menerima tunjangan rumah. Biaya listrik dan air pun tidak ditanggung. Jadi jangan ada asumsi seolah-olah kami menikmati fasilitas ganda,” jelasnya.
Meski demikian, suara kritis muncul dari masyarakat. Seorang warga yang enggan disebut namanya menilai, regulasi jelas menyebut pimpinan wajib menempati rumah jabatan bila sudah disiapkan.
“Kalau perlu renovasi, ya harus ada anggaran yang transparan. Jangan minta mewah, yang penting layak, karena itu bentuk pengabdian kepada rakyat,” ujarnya.
Sementara itu, pemerhati sosial Mardi Da Gomes menilai kasus ini mencerminkan lemahnya empati. “Nir-empati kalau rumah jabatan dibiarkan rusak dan kosong. Kalau memang tidak ditempati, kembalikan tunjangan agar tidak disebut menikmati uang haram. Pimpinan dewan seharusnya jadi teladan,” kritiknya.
Kontroversi ini memperlihatkan pentingnya transparansi penggunaan anggaran dan komitmen pejabat publik untuk memberi contoh yang baik.
Publik kini menunggu langkah pemerintah daerah dalam memastikan rumah jabatan layak huni, agar tak lagi menjadi bahan perdebatan. (Silvia). ***