Langit Kelabu dari Timur: Lewotobi Meletus Lagi, BMKG Prediksi Cuaca Masih Tak Stabi
redaksi - Rabu, 15 Oktober 2025 20:03
MAUMERE (Floresku.com) - Hujan abu kembali menyelimuti langit Flores Timur, Rabu (15/10) pagi.
Dari Boganatar, suara dentuman terdengar seperti guntur yang pecah di perut bumi.
Gunung Lewotobi Laki-laki—yang berdiri gagah di antara Kecamatan Wulanggitang dan Titehena—meletus dahsyat, memuntahkan kolom abu setinggi delapan kilometer.
Dalam hitungan menit, langit berubah gelap. Daun pisang di kebun warga tertutup abu, dan udara berbau belerang menusuk hidung.
“Sejak malam sampai pagi ini masih hujan abu dan pasir,” kata Maria Yukensi Pogon, Kepala Puskesmas Boganatar, saat dihubungi Rabu pagi.
Ia bercerita sambil tetap melayani warga yang datang dengan keluhan batuk, sesak napas, dan iritasi kulit. “Puskesmas ikut terdampak, tapi kami tetap buka. Kami harus jaga warga,” ujarnya tegas.
Desa-Desa di Bawah Bayang Abu
Di Desa Hikong, Kecamatan Talibura, Mia Holo masih tampak terguncang. Ia mengaku mendengar suara dentuman keras sebelum abu turun dari langit.
- Kinerja Unggul, BRI Berhasil Sabet 1st Runner Up di The Best Contact Center Indonesia
- Bacaan Liturgis pada Pesta Santa Teresia dari Yesus
- Pasar Wuring: Kepastian Hukum atau Hak Rakyat yang Terampas?
“Seperti suara petir panjang, lalu tiba-tiba langit menutup. Hujan pasir sekitar sepuluh menit,” katanya. Jalan desa yang semula berdebu kini licin dan abu menumpuk di atap rumah-rumah. Beberapa warga memilih mengungsi sementara ke rumah kerabat di wilayah lebih aman.
Di Flores Timur, abu juga menyelimuti Hokeng Jaya, Boru, Dulipali, dan Boru Kedang. Para petani menutup mata air dan sumur dengan plastik agar tidak terkontaminasi. Anak-anak diminta tidak bermain di luar rumah.
“Kami baru saja panen jagung, tapi abu ini bisa rusak hasil panen kalau lama begini,” ujar seorang warga Boru.
Pos Pengamatan Gunung Api Lewotobi mencatat letusan pada pukul 09.21 Wita, dengan amplitudo maksimum 47,3 milimeter dan durasi sekitar tiga menit satu detik. Kolom abu tebal berwarna kelabu condong ke arah utara dan barat laut.
“Suara dentuman terdengar jelas sampai pos pengamatan,” kata Fransiskus Masan, petugas pos PGA Lewotobi Laki-laki.
Prediksi BMKG: Cuaca Belum Stabil
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Maumere memprediksi, pada Kamis (16/10), kondisi atmosfer di kawasan Flores bagian timur masih belum stabil.
Awan abu dan partikel vulkanik diperkirakan bertahan di udara selama 24 jam, terutama di wilayah Sikka bagian timur dan pesisir utara Flores Timur.
“Hujan ringan hingga sedang berpotensi terjadi, namun masyarakat diimbau tetap waspada terhadap hujan abu yang terbawa angin timur laut,” ujar Eka Wulandari, prakirawan BMKG Maumere.
Menurutnya, kecepatan angin di lapisan menengah mencapai 15–20 knot, cukup untuk membawa material vulkanik hingga sejauh 80 kilometer ke arah barat.
“Bagi penerbangan kecil, ini situasi yang perlu diwaspadai,” tambahnya. BMKG juga memantau kemungkinan terjadinya banjir lahar hujan bila curah hujan meningkat di sekitar lereng gunung.
Dampak Sosial dan Kemanusiaan
Di Kecamatan Wulanggitang, sejumlah sekolah diliburkan sementara. Para guru diminta mengalihkan kegiatan belajar ke rumah. “Kami tidak mau ambil risiko. Banyak anak batuk karena abu,” kata Kepala Sekolah SDK Boru, Bernardus Laja.
- Warga Sikka Somasi DPRD Soal Rangkap Jabatan di Askab PSSI
- Diskusi Tertutup Bahas Dana PIP di Talibura, Media Dilarang Meliput
- Orang Tua Siswa SDN Nebe Laporkan Dugaan Penyelewengan Dana PIP ke Polres Sikka
Para relawan paroki setempat membagikan masker, air bersih, dan paket sembako kepada warga terdampak.
Di Paroki Hokeng, pastor paroki memimpin doa bersama bagi keselamatan warga dan para petugas di lapangan.
“Kami percaya, bumi ini tetap rumah kita, tapi harus dijaga. Letusan ini mengingatkan kita akan keterbatasan manusia,” ujar Pater Adrianus Seran, SVD, kepada wartawan media lokal.
Sementara itu, aktivitas penerbangan menuju Bandara Frans Seda, Maumere, masih terganggu. Maskapai Wings Air dan Nam Air membatalkan penerbangan karena visibilitas rendah. Otoritas bandara memastikan bandara siap beroperasi normal jika cuaca membaik.
Gunung Tua, Peringatan Baru
Gunung Lewotobi Laki-laki dan pasangannya, Lewotobi Perempuan, sudah dikenal sebagai “gunung kembar yang tak pernah tidur”. Dalam 10 tahun terakhir, aktivitas vulkaniknya fluktuatif. Catatan PVMBG menunjukkan erupsi terakhir dengan skala besar terjadi pada 2023.
“Karakter letusannya cenderung eksplosif. Masyarakat perlu waspada terhadap abu, lontaran batu pijar, dan potensi lahar,” ujar Hendra Gunawan, Kepala PVMBG.
Sejak Selasa malam, status gunung dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga Level III. Warga di radius empat kilometer dari puncak diminta segera mengungsi bila terjadi hujan lebat. Relawan BPBD mendirikan posko di Kecamatan Boru dan Talibura.
Di Antara Abu dan Iman
Meski situasi belum stabil, suasana gotong royong terasa di setiap desa. Di halaman gereja Hikong, puluhan warga menimba air untuk mencuci peralatan dan atap rumah.
“Kami bersihkan abu bersama-sama, sambil berdoa agar gunung tenang,” ujar Katarina Widi, ibu rumah tangga setempat. Sore itu, lonceng gereja berbunyi pelan, memanggil umat untuk doa Rosario.
Di balik bencana, kisah solidaritas tumbuh. Mahasiswa asal Flores Timur di Maumere menggalang dana bantuan lewat media sosial.
“Ini waktu bagi kami untuk saling membantu. Gunung boleh marah, tapi kita jangan,” tulis mereka di akun komunitas FloresMudaCare.
Langit Esok Masih Kelabu
Hingga malam, kolom abu masih terlihat di puncak Lewotobi. Angin membawa partikel ke barat laut, menutupi sebagian langit Sikka. BMKG memperkirakan langit akan berawan tebal hingga Kamis siang (16/10), dengan potensi hujan lokal pada sore hari.
“Kalau hujan turun, abu akan turun ke tanah, tapi bisa berubah jadi lahar di daerah sungai,” kata Eka Wulandari lagi.
Warga kini hidup di antara doa dan debu. Di tengah abu yang perlahan turun, mereka belajar menerima bahwa alam tak bisa dikendalikan—hanya bisa dihormati.
Seperti kata Pater Yere Purin SVD, Pastor Paroki Boganatar, “Letusan ini bukan kutukan, tapi panggilan untuk lebih mencintai bumi dan sesama.” (Tim Floresku, Maumere/Flores Timur). ***