Masyarakat Adat Kecam Keras Pernyataan Kuasa Hukum Doni Parera

redaksi - Minggu, 24 Oktober 2021 19:06
Masyarakat Adat Kecam Keras Pernyataan Kuasa Hukum Doni PareraMikael Antung toko masyarakat adat Lancang. (sumber: Psup)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Tokoh Masyarakat adat Lancang, Mikael Antung mengecam keras pernyataan kuasa hukum Doni Parera, Marsel Nagus Ahang. Pernyataan yang dimuat di sebuah media online bakal memperkeruh suasana di masyarakat adat.

Dirinya mengatakan bahwa Kuasa hukum Doni Parera Marsel Ahang  mengatakan bahwa ucapan Doni Parera dan beberapa masyarakat adat Mbehal adalah ungkapan kekecewaan masyarakat adat Mbehal.

“Dengan enteng saudara Ahang mengatakan bahwa video itu biasa-biasa saja. Kata Ahang, video itu sebagai ungkapan kekecewaan dari masyarakat adat Mbehal,” ucap Mikael Antung.

Baca juga:Meski Sudah Tamat, Drama Hometown ChaChaCha Masih Terpopuler di Korea

Yang menjadi problem,lanjut dia Doni Parera bersama tokoh adat masyarakat adat Mbehal menyampaikan seruan tersebut diatas tanah adat Terlaing.

"Ini titik persoalannya. Kalau saudara Parera itu menyampaikan seruan-seruan itu di gendang Mbehal, boleh-boleh saja. Mengapa ia lakukan di atas tanah adat Terlaing, lingko Nerot? Bahkan dengan kepal tangan mengatakan "ini tanah leluhur kami"? Leluhur kami siapa? Ini orang benar-benar provokasi dan berbahaya," jelas Mikhael.

Dalam bahasa manggarai, disebutkanya Doni Parera adalah "Purak Wajo Kampung" yang artinya (semena-mena datang ke kampung orang dan siap melakukan pertumpahan darah).

Baca juga:SENDAL SERIBU, Minggu, 24 Oktober 2021: Cintaku Ini Merindu, Rindu untuk MelihatMu dan MengiktiMu

Ungkapan Yosef Serong disampaikan Tua gendang terlaing dalam siaran Banera TV akan menimbulkan konflik horizontal ditengah masyarakat adat.

"Atau dalam siaran Banera TV, tua gendang Terlaing Hendrik Jempo menyampaikan  ungkapan Yosef Serong, orang Mbehal: Ata Lanang Mai Rampas Tanah, Ata Pokang Mai Rongkas Compang. Dalam kultur Manggarai aksi ini biasanya akan terjadi konflik berdarah. Pernyataan ini sesungguhnya ditujukan kepada Parera. Tapi ia tidak mengerti ungkapan itu, ia angguk saja. Sesungguhnya ini jebakan untuk Parera. Orang ini bukan warga adat Terlaing atau Lancang, ia datang mengacaukan Tanah adat orang," jelas Mikhael.

Dikatakannya juga bahwa Marsel Ahang yang merupakan kuasa Hukum dari Doni Parera diduga minim data namun anehnya ia masih berani bersuara meski minim data. Demikian juga disampaikan Edi Hardum.

Baca juga:SLOKIMUARA, Minggu, 24 Oktober 2021: Rabuni, Semoga Aku Dapat Melihat

"Saudara Ahang ini diduga minim data. Tetapi komentar yang lebih semberono adalah saudara Edi Hardum. Jika ditelaah lebih teliti, kalau sebatas narasi di video itu, mungkin bisa disimpulkan itu tidak unsur pidana. Tetapi titik apinya adalah ucapan itu di atas tanah masyarakat adat lain. Jelas ini akan menciptakan konflik horisontal. Lalu saudara Hardum mengatakan yang lapor ke polisi orang bodoh atau pendukung mafia. Nah yang bodoh itu masyarakat adat yang tidak sekolah atau saudara Hardum yang sekolah?,"ujar Mikhael.

Sehingga dirinya mengingatkan Edi Hardum agar tak asal bicara tanpa didasari data dan dokumen.

Dijelaskannya lagi,  Kampung adat Mbehal itu berada jauh di balik gunung. Antara kampung adat Mbehal dengan lingko Nerot melewati kampung adat Wangkung, Rareng, Rai, Terlaing dan Tebedo. Setiap kampung adat itu ada lingko dan gendangnya. Jadi tidak masuk akal jika orang Mbehal yang jauh dibalik gunung mengklaim lingko Nerot, jelas Mikhael

Memang bagi  orang di luar masyarakat adat menilai video itu biasa biasa saja. Bahkan saudara Doni Parera memberi reaksi santai saja ketika masyarakat adat mengutuk keras kepada saudara Parera. Ini memang bisa dipahami karena diduga ia bukan orang Manggarai, tidak mengerti adat Manggarai, ujar Mikhael.

Tapi video itu telah menimbulkan gelombang reaksi amarah masyarakat adat, mulai masyarakat adat Terlaing, Lancang dan Rareng. Kelompok masyarakat ini menyebar berbagai kampung di wilayah Mabar, tambah Mikhael. (Paul) ***

Editor: Redaksi

RELATED NEWS