Sandiwara Fredie Tan di Pengadilan: Terduga Koruptor Berbalik Serang Whistleblower

redaksi - Jumat, 18 Juli 2025 09:55
Sandiwara Fredie Tan di Pengadilan: Terduga Koruptor Berbalik Serang WhistleblowerSejumlah mahasiswa menuntu 'keadilan' agar Fredie Tan ditangkap. (sumber: Istimewa)

JAKARTA (Floresku.com)– Di tengah upaya negara memperkuat pemberantasan korupsi sebagaimana menjadi komitmen Presiden Prabowo, sosok Fredie Tan, yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus korupsi, justru tampil sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis, 17 Juli 2025. 

Ia hadir bersama saksi lain bernama Salim Saputra dalam sidang perkara pidana Nomor: 457/Pid.Sus/2025/PN.Jkt.Utr, yang justru menyeret peniup peluit (whistleblower) Hendra Lie (HL) sebagai terdakwa atas tuduhan pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE.

Dalam kesaksiannya, Fredie Tan menyatakan tidak mengetahui dirinya pernah menjadi tersangka kasus korupsi. Padahal, kuasa hukum HL, Hendri Yosodiningrat dan tim, menunjukkan bukti penetapan tersangka atas nama Fredie Tan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara berdasarkan surat Nomor: 53/Pen.Pid/2015/PN.Jkt.Utr. 

Penetapan tersebut pernah menjadi dasar izin penggeledahan sebelum penyidikan dihentikan Kejaksaan Agung RI pada 2015 tanpa penjelasan.

HL menjadi terdakwa setelah menyampaikan informasi dalam sebuah podcast yang dipandu Rudi S. Kamri. Dalam siaran itu, HL mengungkap berbagai dugaan korupsi yang melibatkan Fredie Tan, termasuk temuan maladministrasi oleh Ombudsman RI terkait kerja sama antara PT. Pembangunan Jaya Ancol (PT. PJA) dan PT. WAIP milik Fredie Tan.

Meski LAHP Ombudsman No. 0173/LM/IV/2020/JKR tertanggal 20 Mei 2020 menyarankan peninjauan ulang kerja sama karena potensi kerugian negara dan praktik bisnis BUMD yang tak sehat, Fredie Tan membantah isi podcast dan menyebut dirinya tak pernah diperiksa oleh Ombudsman. Padahal, fokus LAHP adalah tata kelola PT. PJA, bukan perorangan.

Fredie Tan bahkan mengklaim mengalami kerugian hingga Rp20 miliar akibat podcast tersebut. Namun, klaim itu tidak disertai bukti kuat dalam persidangan. Ia juga sempat berupaya membangun narasi sebagai korban dengan meminta belas kasihan hakim, meski sebelumnya mengaku dalam kondisi sehat.

Selain soal Ancol, HL juga mengungkap informasi mengenai kerja sama PT. Graha Agung Karya Utama—perusahaan milik Fredie Tan—dengan PD. Pasar Jaya dalam pengelolaan pasar HWI/Lindeteves. 

Menurut Rekomendasi Ombudsman tahun 2014, kerja sama tersebut merugikan ratusan pedagang kecil karena praktik sewa gedung yang tidak adil.

HL juga menyampaikan informasi dari berbagai sumber termasuk media online bahwa Fredie Tan pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi lain, namun dibebaskan Kejaksaan Agung pada 2014 tanpa alasan yang jelas. Selain itu, Fredie Tan diduga melakukan penggelapan aset dalam kerja sama dengan PT. Jakarta Propertindo (Jakpro), yang disinyalir merugikan negara hingga belasan triliun rupiah.

Atas dasar informasi yang disampaikan secara terbuka demi kepentingan publik, HL seharusnya memperoleh perlindungan sebagai whistleblower, sesuai prinsip jurnalisme dan UU Pers yang menjamin kerahasiaan narasumber. HL juga telah melaporkan kasus-kasus ini ke Ombudsman, KPK, Komisi Kejaksaan, hingga Kemendagri melalui kuasa hukumnya dan lembaga anti-korupsi KOMPAK Indonesia.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara diharapkan bersikap adil dan profesional dalam memproses perkara ini, serta tidak mudah terpengaruh oleh upaya pencitraan atau “sandiwara” yang dilakukan terduga koruptor. Negara perlu segera mengusut kembali dugaan keterlibatan Fredie Tan dalam berbagai kasus korupsi, agar proses hukum berjalan seimbang dan tidak justru mengorbankan pihak yang bersuara demi kebenaran. (sP/Sandra). ***

 

 

RELATED NEWS