Somasi Terbuka: PEREKAT NUSANTARA dan TPDI Desak Gibran Rakabuming Mundur dari Jabatan Wakil Presiden

redaksi - Selasa, 01 Juli 2025 21:38
Somasi Terbuka: PEREKAT NUSANTARA dan TPDI Desak Gibran Rakabuming Mundur dari Jabatan Wakil PresidenPetrus Selestinus dan Erick S. Paat. (sumber: Dkopri)

JAKARTA (Floresku.com) — Sejumlah advokat yang tergabung dalam kelompok PEREKAT NUSANTARA dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) secara resmi melayangkan somasi kepada Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029, Gibran Rakabuming Raka. Dalam somasi yang dilabeli sebagai "Pertama dan Terakhir", para advokat menuntut agar Gibran mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu tujuh hari sejak surat somasi diterima.

Somasi tersebut dilandasi oleh penilaian bahwa keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden dianggap tidak sah dan bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi serta peraturan perundang-undangan. Mereka menyebut sejumlah “peristiwa hukum” dan “fakta hukum” yang menurut mereka menunjukkan bahwa proses pencalonan hingga pelantikan Gibran cacat secara konstitusional.

“Pada 10 Oktober 2024, kami telah menyampaikan surat kepada MPR RI untuk mendiskualifikasi Gibran dari pelantikan sebagai Wakil Presiden. Meski pelantikan tetap dilakukan pada 20 Oktober 2024, MPR seharusnya menyerap aspirasi masyarakat sesuai amanat konstitusi dan UU MD3,” ujar Petrus Selestinus, salah satu advokat yang menandatangani somasi.

Poin utama dari somasi tersebut adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia calon presiden dan wakil presiden, memungkinkan Gibran yang saat itu belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai cawapres. 

Namun, putusan itu kemudian menuai kontroversi menyusul putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada 7 November 2023 yang memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK serta memberikan sanksi kepada delapan hakim konstitusi lainnya.

Menurut para advokat, pelanggaran etik tersebut merupakan fakta hukum yang menjadikan Putusan MK No. 90 cacat hukum. “Karena Putusan MK itu dihasilkan dalam kondisi etika hakim telah dilanggar secara berat dan sistematis, maka implikasi hukumnya adalah batal demi hukum, dan Gibran seharusnya dianggap berhalangan tetap berdasarkan Pasal 427 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tegas Erick S. Paat dari TPDI.

Lebih lanjut, mereka juga menyebut keberadaan akun media sosial “Fufufafa” yang viral dan dikaitkan dengan Gibran. Akun tersebut disebut-sebut memuat konten yang bersifat asusila, provokatif, dan berpotensi memicu krisis kepercayaan terhadap institusi negara, termasuk terhadap Gibran sendiri sebagai wakil presiden.

“Tidak adanya klarifikasi atau penindakan hukum terkait akun tersebut oleh Gibran, Polri, maupun Kementerian Kominfo justru memperburuk persepsi publik dan meruntuhkan kredibilitas lembaga negara,” tulis somasi tersebut.

PEREKAT NUSANTARA dan TPDI berpendapat bahwa semua kondisi tersebut menimbulkan delegitimasi terhadap pemerintahan hasil Pemilu 2024. Mereka menilai keberadaan Gibran sebagai Wakil Presiden tidak hanya cacat secara hukum, tetapi juga melukai semangat demokrasi dan supremasi konstitusi.

Sebagai bentuk tindakan lanjutan, para advokat menyatakan bahwa apabila Gibran tidak menyatakan pengunduran diri dalam waktu tujuh hari sejak somasi diterima, maka mereka akan membawa permasalahan ini ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). 

Tujuannya adalah untuk mendorong diselenggarakannya sidang MPR guna mendiskualifikasi Gibran dari jabatan Wakil Presiden RI, dengan menegaskan bahwa langkah tersebut bukan pemakzulan, melainkan mekanisme penggantian karena status “berhalangan tetap”.

Somasi yang disampaikan ini menjadi babak baru dalam polemik legitimasi Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden. Di tengah derasnya kritik terhadap proses pencalonannya, somasi ini mencerminkan keresahan sebagian kalangan masyarakat hukum terhadap arah demokrasi dan integritas konstitusional di Indonesia pasca-Pilpres 2024.

Apakah somasi ini akan ditindaklanjuti oleh Gibran atau justru akan menjadi dasar advokasi lanjutan di forum MPR, masih menjadi tanda tanya besar di tengah meningkatnya tensi politik nasional.(SP-Redaksi)

Editor: redaksi

RELATED NEWS