SOROTAN: Impotensi Politik

redaksi - Minggu, 18 September 2022 19:54
SOROTAN: Impotensi PolitikYulius Riba (sumber: Dokpri)

Oleh Yulius Riba*

BUTUH pemikiran yang serius, cermat, analitis, dan komprehensif untuk menemukan solusi atas permasalahan yang sama dan terus terjadi dari satu orde ke orde pemerintahan lainnya. 

Artinya secara serius sedang dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat menemukan jalan keluar dari kebuntuan problem sosial, hukum, dan politik yang dialami tetapi belum terpecahkan sebelumnya dari masa ke masa.  

Ibarat,  seorang pendaki gunung yang mampu menemukan sebuah jalur 'lompatan besar' dari dinding terjal yang sama yang dinaiki hampir semua pemanjat tebing saban waktu.

Mengapa kita mengalami kesulitan itu? Bisa jadi, ketika berusaha menyelesaikan sebuah masalah, para pemimpin condong pada penyebab yang paling sederhana dan paling kasat mata. Penyebab paling sederhana sering kali dianggap paling masuk akal.

Namun, masalah besar yang dihidupi masyarakat seperti terutama disfungsi politik, misalnya, justru jauh lebih rumit dan kompleks. Akar persoalannya sering kali tidak sederhana dan dapat diterima begitu saja.

Realitas politik saat ini, ketimbang menemukan dan mengatasi akar penyebabnya, pengambil kebijakan lebih memilih menghabiskan miliaran rupiah untuk mengobati gejala-gejala dan tetap mengeluh ketika masalahnya tidak pernah teratasi. 

Padahal yang mesti dilakukan adalah berpikir dengan sangat runut dan objektif untuk mengidentifikasi persolan dan mentransformasi visi untuk menguraikan dan memecahkan akar penyebab masalahnya.

Misalnya, soal kemiskinan dan kelaparan: apa penyebabnya? 

Jawaban yang tampak bijak tetapi dangkal adalah kurangnya uang dan makanan. Jadi, secara teoritis kemiskinan dapat diatasi dengan membagikan uang dan makanan ke kantong-kantong kemiskinan? 

Minus malum, selama ini memang itulah yang dilakukan pemerintah dan pengambil kebijakan. 

Tetapi jika proses dan hasil identifikasi persolannya benar dan kebijakan yang dibuat juga benar, mengapa masalah, situasi, dan kemiskinan yang sama tetap ada di tempat yang sama? 

Itu berarti, membagikan uang dan makanan bukanlah solusi dari permasalahan yang sedang digeluti.

Kemiskinan adalah sebuah fenomena dari gagalnya sebuah sistem ketahanan perekonomian yang kokoh yang dibangun di atas lembaga-lembaga politik, sosial, dan hukum yang dapat dipercaya. 

Situasi ini sangat rentan dan sulit diperbaiki walaupun dengan BLT dan bantuan sosial manapun atau bahkan dengan pembagian makan secara rutin sekalipun.

Penyebab utama dari semua permasalahan ini adalah bahwa tidak jarang lembaga-lembaga politik dan ekonominya digunakan untuk melayani selera sedikit orang yang korup daripada rakyat banyak. 

Sayangnya, memberantas korupsi menjadi begitu sulit karena:
○Institusi hukum tidak berfungsi karena para aparaturnya bermain dalam kubangan korupsi. 
○Lembaga eksekutif tidak berfungsi karena setiap kebijakan yang dibuat hanya mengatasnamakan rakyat bukan sungguh-sungguh untuk rakyat. 
○Lembaga Legislatif juga tidak kalah buruknya karena persolan kualitas, pilihan keberpihakan, dan pilihan untuk menyembah perut dan kekuasaan.

Jadi, bahkan ketika akar penyebab masalah dapat diidentifikasi, penyelesaian masalah akan terus mengalami kemacetan. ***

Krian, 18 September 2022.

*Yulius Riba adalah pemerhati masalah sosial.

RELATED NEWS