Dari Rawa-Rawa Jadi Pasar Ramai: Kisah Wuring yang Terangkat oleh Film

Sabtu, 20 September 2025 13:46 WIB

Penulis:redaksi

mila.jpg
Mila, pemilik CV Bengkunis sekaligus pengelola Pasar Wuring. (Silvia)

MAUMERE (Floresku.com)  – Transformasi besar terjadi di Wuring, sebuah kawasan pesisir yang dulu identik dengan rawa-rawa dan tumpukan sampah. 

Kini, wilayah itu menjelma menjadi pasar ramai, dikenal luas sebagai Pasar Wuring atau pasar ikan segar yang jadi tujuan banyak pengunjung. 

Perubahan wajah kawasan ini berawal dari sebuah karya seni: film drama musikal “Ini Kisah Tiga Dara” garapan sutradara Nia Dinata yang dirilis pada 1 September 2016.

Mila, pemilik CV Bengkunis sekaligus pengelola Pasar Wuring, menceritakan bagaimana cerita itu bermula. “Waktu itu ada tim film dokumenter mencari lokasi di Wuring. 

Suasana Wuring, Kelurahan Wolomarang, Kabupaten Sikka. (Foto: Silvia)

Mereka menemukan lahan kami dan minta izin untuk syuting. Bapak saya bingung menentukan harga sewa, karena kondisinya memang rawa dan penuh sampah. Menurut beliau, tidak layak untuk disewakan,” kisah Mila.

Alih-alih menyewa dengan uang, tim film menawarkan barter. Mereka menguruk lahan itu agar bisa dipakai. Kesepakatan pun terjadi. 

“Dari situlah lahan berubah, jadi rata dan bagus. Sejak film itu, nama Wuring makin dikenal, terutama sebagai pusat ikan segar,” lanjutnya.

Sebenarnya, pasar tradisional sudah ada di kawasan itu sejak 1990-an, dan pada 2014 dibangun Pasar PNPM. Namun, kapasitasnya terbatas sehingga pedagang meluber hingga ke lahan warga. 

“Efek film dokumenter dan viral di media sosial membuat pengunjung berdatangan. Awalnya lahan kami hanya dijadikan parkir. Lama-lama, banyak masyarakat minta berjualan di sana,” ungkap Mila.

Permintaan kian tinggi, sehingga pada 2021 keluarganya mengurus perizinan resmi. CV Bengkunis akhirnya mengantongi NIB Nomor 091221003814 dengan luas lahan 5.053 m². Sebagian lahan juga dibebaskan untuk akses jalan menuju lapak pedagang lain di belakangnya.

Kini, Pasar Wuring bukan sekadar tempat jual beli, melainkan denyut kehidupan baru masyarakat setempat. Ratusan pedagang menggantungkan hidup, sementara pengunjung bisa menemukan ikan segar langsung dari laut.

 “Pasar ini tumbuh dari gotong-royong, dari lahan tak terurus yang diubah dengan kerja sama. Kami bangga bisa memberi manfaat,” pungkas Mila.

Dari rawa-rawa yang dulu dianggap tak bernilai, kini Wuring menjelma simbol perubahan sosial-ekonomi warga pesisir Maumere. (Silvia). ***