Dugaan Korupsi Tiga BUMD DKI: Nama Fredie Tan Mencuat, Whistleblower Malah Jadi Terdakwa

Sabtu, 23 Agustus 2025 08:05 WIB

Penulis:redaksi

frd.jpeg
Fredie Tan (Ist)

JAKARTA (Florsku.com)  – Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 21 Agustus 2025 membuka tabir dugaan korupsi yang menyeret tiga badan usaha milik daerah (BUMD) di Jakarta. 

Tiga entitas itu adalah PT Jakarta Propertindo, PD Pasar Jaya, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Mereka diduga bekerja sama dengan jaringan perusahaan milik seorang pengusaha, Fredie Tan (FT), hingga merugikan negara triliunan rupiah.

Ironisnya, alih-alih menindak para pelaku yang disebut-sebut menikmati keuntungan besar, aparat justru menyeret seorang peniup peluit (whistleblower) berinisial HL ke meja hijau. HL kini duduk sebagai terdakwa kasus pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE akibat pernyataannya dalam podcast Kanal Anak Bangsa milik Rudi S. Kamri.

Suasana di Pengadilan Negeri Utara 

Sidang yang Menarik Perhatian

Dalam perkara pidana Nomor 457/Pid.Sus/2025/PN.Jkt.Utr., HL bersaksi bahwa semua yang ia ungkapkan dalam podcast pada November 2022 dan Februari 2023 didasarkan pada data dan dokumen yang valid. Kuasa hukumnya, Hendri Yosodiningrat dan tim, memperkuat pembelaan dengan menghadirkan bukti serta keterangan ahli hukum telematika Universitas Airlangga, Hendry Subiakto, yang menegaskan bahwa pernyataan HL tidak bisa dipidana karena dilindungi hukum.

“HL berbicara bukan berdasarkan kabar burung, melainkan atas dasar dokumen resmi negara,” kata Yosodiningrat.

Catatan Ombudsman

Dokumen resmi yang dimaksud salah satunya adalah Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya. Laporan bernomor 0173/LM/IV/2020/JKR itu dikeluarkan pada 20 Mei 2020, ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta dan Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol.

Dalam LAHP, Ombudsman menyatakan adanya maladministrasi dalam kerja sama PT PJA dengan PT WAIP, perusahaan milik Fredie Tan. Temuan itu menyebutkan kewajiban pajak yang tidak dipenuhi, serta pola kerja sama yang tidak sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang sehat.

Tak berhenti di situ, Ombudsman juga pernah mengeluarkan rekomendasi pada 2014 terkait PD Pasar Jaya. Lembaga itu menilai adanya maladministrasi dalam pengelolaan Pasar HWI/Lindeteves, Jakarta Pusat. Ratusan pedagang terbebani biaya sewa pasca renovasi, sementara perusahaan rekanan PD Pasar Jaya, PT GAKU—juga milik Fredie Tan—meraup untung besar dengan membayar murah kepada BUMD tetapi menyewakan kembali dengan harga tinggi.

Dugaan Rangkaian Skandal

Selain di Pasar Jaya dan Ancol, HL juga menyinggung praktik serupa di PT Jakarta Propertindo. Modusnya, perusahaan milik Fredie Tan memperoleh akses aset dengan harga murah, lalu menjual atau menyewakannya kembali dengan nilai jauh lebih tinggi. “Negara dirugikan hingga belasan triliun rupiah,” ungkap HL di persidangan.

HL juga mengingatkan publik bahwa Fredie Tan pernah berstatus tersangka korupsi pada 2014, namun status itu mendadak dihentikan Kejaksaan Agung tanpa alasan jelas.

Perlindungan untuk Peniup Peluit

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa whistleblower justru dikriminalisasi? HL sejatinya telah menempuh jalur hukum dengan melaporkan dugaan korupsi ini ke Ombudsman, KPK, Komisi Kejaksaan, hingga Gubernur DKI dan Kementerian Dalam Negeri.

Menurut UU Pers, kerahasiaan narasumber wajib dijaga. Seharusnya HL mendapat perlindungan, bukan sebaliknya. “Prinsip jurnalisme jelas melindungi narasumber yang ingin merahasiakan identitasnya,” tegas kuasa hukum HL.

Majelis hakim dalam sidang terakhir dinilai cukup obyektif dengan memberikan ruang bagi HL untuk berbicara. Namun, banyak pihak mendesak agar aparat penegak hukum tidak berhenti di ruang sidang itu saja, melainkan membuka penyelidikan penuh terhadap dugaan skandal di tiga BUMD.

Momentum Pemberantasan Korupsi

Munculnya kasus ini berbarengan dengan OTT KPK terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan menjadi sinyal bahwa perang terhadap korupsi sedang digencarkan. Publik berharap komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi tidak hanya simbolis, melainkan juga menyentuh kasus-kasus besar yang melibatkan BUMD dan pengusaha kuat.

Jika benar kerugian negara mencapai triliunan rupiah, maka persoalan ini bukan sekadar penyalahgunaan wewenang, tetapi bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Persidangan HL seharusnya menjadi pintu masuk bagi aparat untuk mengusut lebih dalam, bukan menjadikan whistleblower sebagai kambing hitam. (SP/Sandra). ***