Jumat, 17 Mei 2024 15:43 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA (Floresku.com) – Internet tidak membuka cakrawala wawasan, ilmu pengetahuan dan jejaringan sosial dan bisnis, tetapi juga memungkinkan kita menemukan kembali ‘karya seni warisan leluhur’ yang raib atas cara yang tidak kita ketahui.
Setelah melakukan pelacakan d internet, Floresku.com menemukan sejumlah karya seni pahat berbahan kayu, kain tenun dan ukiran berbahan emas, warisan para leluhur orang Nagekeo.
Sayangnya, semua harta warisan istimewa tersebut tak lagi dikenali oleh orang Nagekeo pada umumnya, karena sudah tersebar di berbagai museum berkala internasional di dunia.
Ada yang jadi koleksi Museum Seni Honolulu, Hawas-AS; Museum Barbier-Mueller Jenewa; Masuda Gallery Jepang, San Fransisco Tribal, The Dallas Museum of Art, Musée du Quai Branly, Paris-Prancis; Musée d'Ethnographie Neuchâtel-Prancis; Art Blackburne, Texas-AS; The Metropolitan Museum of Art, New York-AS; Yale University Art Galery, Connecticut,-AS; Textile Museum of Canada; Museum für Völkerkunde, Vienna; National Gallery of Australia; dan Musem Nasiona Indonesia.
Diperkirkan dibuat pada abad ke-17 atau awal ke-18, dari bahan kayu. Sekarang Ana Deo ini berada di Museum Seni Honolulu. Ini adalah pemberian dari Christensen Fund, 2001
(https://picryl.com/media/wla-haa-ancestor-figure-anadeo-nage-people-flores-).
Mahkota sangat langka ini terbuat dari emas murni, dengan tujuh ‘bulu’. Dipakai oleh pria bangsawan Nage. 'Lado', memiliki banyak arti bagi suku Nage di Flores tengah: menunjukkan derajat tinggi para bangsawan, berperan dalam upacara ritual, secara simbolis menjamin kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan merupakan milik 'harta karun' keluarga bangsawan.
Pada masa lalu, mahkota 'Lado' dikuburkan bersama pemiliknya, kemudian diwariskan dari ayah ke anak.
Emas pada mahkota 'Lado' berasal dari koin emas Belanda zaman kolonial (8 hingga 12 karat).
Lado atau mahkota ini mirip dengan yang dikenakan oleh Raja Nagekeo I, Roga Ngole pada dekade 1930-an sepert pada gambar ini.
Saat ini karya seni ini disimpan di Musée du Quai Branly di Paris. Di sana, ‘mahkota’ tersebut menjadi bagian utama koleksi permanen perhiasan Indonesia di museum. Pada taun 2017 lalu, Lado dilelang dengan tawaran awal: EUR 12.000.-
Lado tersebut memiliki ukuran tinggi: 33cm; lebar: 27 cm, dibuat pada akhir abad ke-19. (Sumber: https://www.dorotheum.com/en/l/1180003)
Hoba Pojo jenis Singi To, adalah kain tenun ikat para wanita Nagekeo yang ditenun dengan tingkat kerumitan yang tinggi.
Jenis kain tenun ini sudah sangat langka, bahkan mungkin tidak ditenun lagi. Hoba Pojo Singi To yang ada dalam gambar ini dikoleksi oleh National Gallery of Australia.
Pasangan luar biasa dari masyarakat Nage, mewakili pendiri salah satu marga desa. Ana Deo yang mewakili nenek moyang dan makhluk gaib lainnya sering dikaitkan dengan binatang magis (Ja Heda).
Pasangan ini diperkirakan dibuat pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20.
Patung kuda kayu dengan sepasang penunggang leluhur pria dan wanita adalah warisan terbesar dan paling mencolok di antara patung animisme di Asia Tenggara.
Patung semacam itu dipasang di depan kuil marga (Sa'o Heda) di wilayah Nagé dan Kéo.
Ja (Jara) Heda juga diidentifikasi sebagai penjaga roh yang mampu memberikan kekayaan dan kekuasaan.
Ja (Jara) Heda dibentuk menyerupai seekor mahkluk magis dbertubuh panjang dan anggun, kombinasi dari kuda (jara) dan ular (naga) berkepala kuda.
Sisi-sisi Ja (Jara) Heda diukir dalam dengan motif dekoratif yang dapat ditemukan pada kain tenun.
Saat ini Ja (Jara) Heda dalam gambar di atas dikoleksi oleh Galeri Nasional Australia.
Floresku.com membayangkan, andaikata pelbagai harta warisan leluhur bisa ‘jatuh’ kembali ke tangan orang Nagekeo, maka Nagekeo’ bisa mendirikan sebuah meseum seni untuk menyimpan koleksi seni para lelhur, dan koleksi karya seni orang Nagekeo kontemporer.
Dengan begitu Nagekeo akan memiliki sebuah musemum seni kelas dunia yang dapat memikat banyak wisatawan lokal dan mancanegara.
Pertanyaannya: mungkinkah para kolektor seni itu bersedia mengembalikan karya-karya seni itu kepada orang Nagekeo sebagai ahli waris ‘asli’nya? (Sandra). ***