HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Minggu 08 Oktober 2023

Sabtu, 07 Oktober 2023 08:49 WIB

Penulis:redaksi

p greg.JPG
Pater Gregor Nule SVD (Dokpri)

ALLAH KITA PENUH KASIH DAN MAHAADIL

 (Minggu Biasa XXVII A. Yes  5:1-7; Fil 4:6-9, Mt 21: 33-43)

Ilustrasi

SEPASANG suami-isteri kaya kembali dari kantor, masuk rumah dan mendapati ruang makan yang kotor dan tercium bau tidak sedap ditambah lantai yang basah. 

Dengan suara keras sang suami membentak ibunya, “ini pasti ulah ibu lagi! Ibu ngompol di lantai terus-menerus. Lihat itu, meja kotor, makanan tercecer di mana-mana…waduh…ibu. Ini rumah dan bukan gudang.” 

Tetapi Isterinya berkata: “Sudahlah pak, jangan bentak ibu seperti itu. Kasian, ibu sudah tua”. Lalu suaminya berkata lagi: “Tidak bisa begini terus. Kalau tiba-tiba ada tamu, apa jadinya? Sebaiknya esok kita bawa ibu ke Panti Jompo saja”. Isterinya menolak dan berkata,: “Jangan pak, dia ibu kita, masakan dibawa ke Panti Jompo?”

Setelah sang ibu ada di Panti Jompo, anak laki-lakinya membenahi kamar tidur ibu. Di bawah kasur ia menemukan sebuah buku harian ibunya. Dia tertarik karena ada foto dirinya ketika masih kecil dan di halaman depan bertuliskan judul: “Puteraku, buah hatiku”. 

Dia duduk dan mulai membaca tulisan ibunya yang diawali hari dan tanggal lahirnya sendiri. Ibu menulis,“Aku melahirkan puteraku, biar terasa sakit dan mandi darah, tetapi aku bangga bisa punya anak. Ya aku bangga bisa berjuang membesarkannya sendiri karena suami sudah meninggal dunia. Aku rawat dan besarkan anakku dengan kasih, aku sekolahkan dengan air mata, aku hidupi dia dengan cucuran keringat…. 

Kuingat waktu kubawa ke Puskesmas untuk imunisasi. Dia menangis, lalu kubuka kancing blus dan menyusuinya. Aku tak malu, bahkan tiba-tiba dia kencing, aku biarkan saja. Tiba-tiba dia batuk kecil, muntah dan basahi rokku. Hari itu terasa sungguh indah bagiku, biarpun aku basah oleh kencing dan muntahannya. Aku tak perduli, asalkan puteraku bertumbuh sehat. Itu yang utama bagiku…”.

Sambil membaca tulisan ibu, air matanya mulai mengalir turun, hati terasa perih, dada sesak. Tiba-tiba dia berteriak keras, “Ibuuuu…..! sambil berdiri dan terus berlari ke garasi. Isterinya kaget melihat ulah suaminya dan bertanya, “Kenapa pak, ada apa?” Terisak ia menjawab, “Aku harus bawa kembali ibuku ke rumah”. 

Tetapi, tiba-tiba telpon rumah berdering diterima isterinya, “Mohon ibu dan bapak segera datang ke Panti”.  Mereka buru-buru ke Panti, saat masuk, nampak tubuh tua ibu sedang diperiksa dokter. Laki-laki itu berteriak histeris sambil menangis, “Ibu, ibu”…. 

Ibunya yang sudah lemas berusaha memeluk anaknya sambil berbisik sendu, “Anakku, ibu bangga atas dirimu. Nak, maafkan ibu ya….ibu sayang padamu”. Dan beberapa saat kemudian ibunya menghembuskan napas terakhir. 

Anaknya hanya bisa menangis dan berkata, “Ibu, aku minta ampun; aku, anak durhaka sama ibu…ampuni aku, ya ibu. Ibu jangan tinggalkan aku,…anak macam apa aku ini, ampuni aku, ibu….”. Inilah rasa sesal sang anak yang tentu tidak ada gunanya lagi, laksana nasi yang telah menjadi bubur.

Refklesi 

Perumpamaan tentang kebun anggur dalam ulasan nabi Yesaya dan injil Matius melukiskan tentang karakter Allah yang kita imani yakni Allah yang penuh kasih dan sekaligus maha adil. 

Allah telah memilih bangsa Israel dan Gereja, umat Allah yang baru, sebagai kebun anggur  yang disiapkanNya dengan sangat baik, lalu  dipercayakan kepada para penggarapnya, dengan harapan dapat memberikan hasil pada waktunya. 

Allah sebagai pemilik kebun anggur telah melakukan apa saja agar bangsa pilihanya dapat menghasilkan anggur yang manis dan lezat. 

Ia merawatnya dengan penuh kasih dan perhatian: menggemburkan tanahnya, membuang  batu dan membersihkan akar-akar kayu, menanaminya dengan bibit unggul, membangun pagar pelindung, mendirikan menara  jaga dan menggali lubang tempat memeras anggur (bdk Yes 5:2).

Tetapi, tanggapan para penggarapnya sungguh mengecewakan. Allah merasa sangat kecewa sebab bangsa Israel, kebun anggur pilihan, yang Dia sendiri pindahkan dari Mesir (Mzr 80:9) dan yang ditanamiNya sendiri justeru menghasilkan anggur asam, yakni tindakan menolak dan mengingkari kasih Allah. 

Allah menantikan keadilan dari kebun anggur kegemaranNya, tapi hanya ada kelaliman dan kejahatan. Allah menantikan kebenaran, tetapi hanya ada kemarahan, benci, iri hati dan kepalsuan (bdk Yes 5:7).  

Hal serupa kita temukan juga dalam Injil. Yesus mengecam orang-orang Israel, khususnya para pemimpin, yang menolak kehadiranNya dan tidak menerima sabda keselamatan yang diwartakanNya. Mereka bukan hanya menolak kehadiran Yesus dan ajaranNya, tetapi juga membunuhNya. Tindakan yang sungguh kejam.  

Inilah balasan dari para penggarap kebun anggur Tuhan.  Akibatnya khabar sukacita dan hak keselamatan dialihkan kepada orang-orang dan bangsa-bangsa lain, yang mau menerima Yesus dan percaya kepdaNya, serta  mendengarkan ajaranNya  dan melaksanakannya. 

Apa pesan bacaan-bacaan suci hari ini untuk kita? Tuhan telah menyiapkan hidup kita laksana kebun anggur  dan mempercayakannya kepada kita supaya diolah, dikembangkan dan diusahakan sehingga menghasilkan buah yang baik dan bermanfaat pada waktunya. 

Tuhan juga telah menyediakan kebun anggur hidup kita dengan baik, memperkayanya dengan pelbagai karunia, bakat, kemampuan, talenta dan peluang-peluang. 

Tetapi banyak kali kita bersikap seperti sang suami dalam ilustrasi di atas dan para pemimpin Israel. Kita hanya mau menerima yang baik, manis dan berguna, tetapi menolak yang kotor, sakit dan rapuh yang dianggap mengganggu dan merepotkan. 

Kita tidak tahu bersyukur, bahkan sebaliknya membalas kebaikan dengan kejahatan. Air susu segar dibalas dengan air tuba yang mematikan. Kebaikan dibalas dengan kejahatan dan kedurhakaan. 

Selain itu, sebagai penggarap kebun anggur  sering kita bersikap rakus dan tamak. Kita mau menguasai seluruh kekayaannya, dan tidak mau berbagi hasil dengan tuan tanah yakni Allah sendiri, pemilik hidup kita.

 Kita beranggapan bahwa hidup kita dan segala kekayaannya semata-mata merupakan hasil kerja dan usaha kita sendiri. Kita mulai ingat diri, dan lupakan yang lain, termasuk melupakan Tuhan. 

Akibatnya, kita berjuang dengan pelbagai cara untuk mematikan sesama dan meniadakan Tuhan sebagai jalan agar kita menjadi lebih baik dan lebih berkuasa.  

Tetapi, Allah menuntut tanggung jawab kita. Allah itu penuh kasih, dan sekaligus Ia mahaadil. Ketika kita bersikap jahat atau tidak adil terhadap sesama dan melupakan Tuhan, maka keselamatan yang disediakan dan ditawarkan kepada kita dengan sendirinya akan menjauh dari kita, serta dialihkan kepada orang lain.

Karena itu, mari kita berusaha menjadi penggarap kebun anggur Tuhan yang baik,  dengan memikirkan dan melakukan “semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang sedap didengar, semua kebajikan dan semua yang patut dipuji”. 

Kita juga mesti senantiasa sadar untuk tetap mempercayakan diri kepada Allah, sumber damai sejahtera, yang selalu menyertai kita sampai akhir hidup, (bdk. Flp 4: 8-9). Amen. 

Kewapante, Minggu, 08 Oktober 2023

P, Gregorius Nule, SVD. ***