Mencintai
Sabtu, 09 April 2022 20:32 WIB
Penulis:redaksi
YESUS, MESIAS DAN HAMBA YAHWEH, DITERIMA DAN DITOLAK
(Yes 50:4 – 7; Flp 2: 6 – 11; Luk 23:1-49; Luk 19: 28-40)
Ilustrasi:
Tahun 1886 terjadi penganiayaan besar-besaran terhadap orang-orang Kristen di Uganda oleh raja Muanga. Beberapa pegawai istana yang beragama Kristen sudah dipastikan akan dibunuh.
Sejumlah pejabat tinggi istana mendekati pegawai-pegawai itu dan menawarkan kesempatan kepada mereka untuk meninggalkan keyakinan mereka atau melarikan diri. Tetapi mereka menjawab, “Kami bukan pengecut. Biarpun mati, kami tetap setia pada iman kami”.
Ketika raja untuk terakhir kalinya bertanya kepada mereka, entah mereka tetap memihak Kristus, mereka serentak menjawab, “Ya, baginda”.
Kemudian mereka diikat dan disekap dalam penjara. Dan beberapa hari kemudian mereka dijatuhi hukuman mati dengan cara dibakar hidup-hidup.
Refleksi:
Pada hari ini kita mengenangkan peristiwa Yesus memasuki Yerusalem untuk terakhir kalinya. Yesus masuk kota suci ini diiringi sorak-sorai khalayak ramai dan dielu-elukan sebagai raja.
Tetapi Yesus sendiri sadar bahwa Ia masuk kota Yerusalem untuk memenuhi kehendak Bapak, yakni menyambut penderitaan salib dan kematian sebagai persiapan untuk memasuki kemuliaan-Nya.
Yesus yang diharapkan menjadi Mesias raja, kini tampil sebagai hamba Yahweh yang menderita. Melihat semuanya ini banyak orang tidak mengerti, dan mereka kecewa.
Tetapi sebagai Putera terkasih Bapa, Yesus menunjukkan ketaatanNya demi keselamatan manusia. Ketaatan ini merupakan tanda kasih-Nya tanpa batas kepada Bapa dan kepada manusia.
Di sini, Yesus tampil sebagai hamba Allah yang begitu setia mendengarkan Bapa yang berbicara kepada-Nya, dan pada saat yang sama, Ia merasa terpanggil untuk menanggung banyak penderitaan demi keselamatan umat manusia.
Kekuatan sang Hamba Allah dalam segala perjuanganNya terletak pada keyakinan bahwa Allah senantiasa setia membantu setiap orang yang berseru kepada-Nya. Allah setia kepada orang yang setia kepada-Nya.
Yesus menjadi hamba Allah yang sejati, sebab dengan berani dan perkasa Ia memperjuangkan kehendak Allah hingga titik akhir hidupNya. Ia rela mati di salib demi keselamatan umat manusia yang setia beriman.
Kesediaan Yesus menanggung sengsara sampai mati menjadi kunci kemuliaan Allah dan keselamatan manusia. Justeru melalui sengsara, derita dan kematian terungkaplah inti perjuangan Yesus, yakni mengantar kembali semua orang yang telah diserahkan Bapa kepada-Nya untuk diselamatkan.
Sebagai pengikut Kristus, hidup kita tidak mungkin terpisah dari salib dan penderitaan. Dan keunggulan seorang pengikut Kristus dalam hidup ini haruslah merupakan keunggulan salib, sebab dalam salib bersinarlah hidup baru.
Hidup sejati lahir kembali dari kematian Yesus di salib, dan jalan itu pula yang harus kita tempuh bila kita mau hidup.
Karena itu, bercermin pada kesaksian iman dan hidup para pegawai istana raja Uganda, yang rela mati demi iman akan Kristus, kita ditantang untuk merefleksikan hidup iman kita di zaman ini.
Apakah kita sungguh hidup sesuai dengan iman kita? Apakah dalam kesulitan dan penderitaan kita tetap mengandalkan Tuhan?
Kita mesti ingat juga bahwa penerimaan dan penolakan Yesus, “Dia yang datang atas nama Tuhan”, masih terjadi hingga saat ini. Sudahkah kita menerima Yesus dan setia kepada-Nya dalam hidup sehari-hari?
Mari kita memasuki Pekan Suci 2022.
Kewapante, 09 April 2022