HOMILI, Pater Gregor Nule, SVD: Sungguh Benar, Dia adalah Raja

Sabtu, 19 November 2022 22:03 WIB

Penulis:redaksi

Editor:redaksi

GREGOR NULE.JPG
Pater Gregor Nule SVD, Pastor Paroki Ratu Rosari, Kewapante (Dokpri)

(Pesta Kristus Raja C: 2Sam 5:1-3; Kol 1:12-20; Luk 25:35-43)

Ilustrasi:

Seorang pematung terkenal  mempunyai ambisi besar untuk membuat patung Kristus Raja yang paling besar. Dia melaksanakan pekerjaannya di sebuah studio yang tertletak di tepi pantai.

Ia gunakan tanah liat untuk membuat patungnya. Dan, patung itu menggambarkan Kristus sebagai raja yang perkasa dan agung. Kepalanya menengadah ke atas  lengkap dengan mahkota kebesaran. Lengannya terangkat tinggi-tinggi menunjukkan keperkasaannya. 

Setelah pekerjaan itu rampung, pematung berkata dalam hatinya, “Ini akan menjadi karya besar saya”. 

Akan tetapi sepanjang malam turun hujan lebat disertai dengan badai dan gelombang laut yang menerobos masuk ke ruang studio. Terpaan hujan dan air laut telah merusak dan mengubah bentuk patung tanah liat  itu.

Keesokan harinya sang seniman sangat terkejut dan terpukul melihat bentuk patungnya. Kepala Kristus Raja yang menengadah ke atas lengkap dengan mahkota kebesarannya kini telah merunduk. 

Mahkotanya hilang, hanya ada tonjolan-tonjolan tak teratur. Wajah Kristus penuh dengan alur-alur lumpur menyerupai bintik-bintik air mata dan darah. Tangan Yesus yang semula terangkat tinggi menunjukkan keperkasaanNya, kini turun membentuk sikap seperti merangkul.

Sang seniman  memandang patungnya yang sudah sangat berubah itu, dari Yesus yang berjaya kepada Yesus yang menderita. Ia menyesal karena  begitu banyak waktu telah terbuang untuk menciptakan sebuah karya seni yang terkenal, tetapi kini berantakan.

Namun, tiba-tiba ia tersentak. Suatu pikiran terlintas di kepalanya. Bukankah Yesus mengakui diri sebagai raja ketika Ia diadili oleh Pilatus. Dan bukankah para prajurit memasang tulisan di kepalaNya, 

Lukisan kaca; Yesus adalah Raja (sumber: My Catholic Life).

“Inilah Raja Orang Yahudi”, ketika Yesus bergantung di salib di mana seluruh wajahNya mengucur darah dan keringat. Sang seniman mulai sadar bahwa inilah gambaran Kristus Raja yang paling benar.  

Refleksi:

Dalam hidup sehari-hari umumnya kita mengerti raja sebagai pemimpin, penguasa, atau orang yang punya kuasa untuk memerintah. Dan, akhir-akhir ini orang berjuang dan bahkan berambisi  untuk mendapatkan jabatan atau kedudukan tertentu. 

Mereka mau jadi penguasa dan pejabat. Karena jabatan atau kedudukan selalu berhubungan dengan kuasa dan bisa juga uang. Itulah sebabnya, hampir tidak ada seorang pun yang mau menjadi orang kecil, apalagi hamba atau pelayan.

Bacaan-bacaan hari ini berbicara tentang raja atau pemimpin. Tetapi, raja yang dimaksudkan di sini sungguh unik. Daud dalam bacaan I dipilih  menjadi raja dan diurapi oleh tua-tua Israel  sesuai dengan Firman Tuhan. 

Tugas Daud bukannya memerintah apalagi menguasai, melainkan menggembalakan umat Israel. Ia menjadi gembala dan pemimpin yang selalu berusaha untuk kepentingan bangsa Israel, yakni kebaikan, keselamatan dan kesejahteraan mereka. 

Daud menjadi pemimpin yang berhasil karena mempersatukan semua suku Israel dan mempertahankan kesatuan kerajaannya.  Ia justeru sukses karena tampil sebagai seorang gembala dan pelayan masyarakat, serta sekaligus sebagai abdi Allah yang setia. Ia bukanlah raja yang berkuasa dengan tangan besi dan kasar.

Santo Lukas berbicara tentang Yesus sebagai raja yang menderita. Ia diolok-olok, dihina, diludahi, dihujat dan dicemoohkan oleh para prajurit, khalayak umum yang menyaksikan penyaliban Yesus, dan bahkan salah seorang penjahat yang disalibkan bersama Yesus. Mereka menertawakan kemesiasan Yesus. Para pemimpin agama Yahudi mengejek Dia agar menyelamatkan diri jika Ia adalah Mesias.

Sebaliknya, Pilatus yang menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus meminta supaya dituliskan di atas salib Yesus kalimat ini, “Yesus dari Nazaret Raja Orang Yahudi”, (Luk 23:38). 

Mungkin inilah kata-kata pelantikan Yesus sebagai raja, yang kelihatan aneh dan ironis. Tetapi memang inilah jalan Allah yang sungguh lain daripada jalan manusia. Sebab  yang hina di mata manusia sering mulia di mata Allah.

Selain itu, salah seorang penjahat lain yang disalibkan bersama Yesus mengakui Yesus sebagai raja.  Ia berkata, “Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai raja”. 

Dan, Yesus menanggapinya secara sangat positif, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus”, (Luk 23:42-43).  Dengan kata lain, hari ini juga si penjahat yang beriman itu akan masuk bersama Yesus dalam kerajaan-Nya yang mulia, yaitu surga.

Kita merayakan pesta Kristus Raja Semesta Alam. Kita perlu ingat bahwa Kristus baru diakui sebagai raja ketika disalibkan. Karena itu, Yesus adalah Raja yang disalibkan dan menderita. 

Di satu pihak, Dia diejek, ditertawakan dan dihujat sebagai Mesias yang gagal.  Tetapi, di lain pihak, Ia juga disembah, khususnya oleh Kepala Pasukan Roma setelah menyaksikan semua peristiwa penyaliban Yesus. Ia memuliakan Allah katanya, “Sungguh Orang ini adalah Orang benar”, (Luk 23:47). 

Yesus adalah raja yang disalibkan, tetapi menyelamatkan semua yang percaya kepada-Nya. Yesus juga adalah raja pengampunan dosa. Dia adalah raja semua orang yang mau bertobat dan mendapatkan keselamatan. Kita mengakui Yesus sebagai Juruselamat dan raja apabila kita mau memohon ampun kepada-Nya serta bertobat dari dosa dan salah kita

Yesus adalah raja yang rela berkorban dan menderita karena Dia tidak pernah memperhatikan kepentingan dan kebaikan diri sendiri. Dia rela mati di salib. Dia tidak berusaha menyelamatkan diri sendiri, melainkan hanya mencari kebaikan dan keselamatan yang lain. Seluruh hidupNya dibaktikan untuk dunia dan umat manusia. Itulah raja yang sejati. Itulah pemimpin yang sebenarnya. 

Mari kita belajar mengabdi dan melayani dengan cinta, serta mengampuni tampa pamrih. Semoga Tuhan Yesus, raja tersalib, memberkati kita selalu.

Kewapante, Minggu 20 November 2022.

P. Gregor Nule, SVD. ***