Sikka
Senin, 22 Januari 2024 04:49 WIB
Penulis:redaksi
Editor:MAR
JAKARTA (Floresku.com) – Bangsa Indonesia kehilangan salah satu puteranya yang terbaik, Ignas Kleden yang meninggal pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoyo, Jakarta Selatan.
Ignas lahir pada tanggal 19 Mei 1948 Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Setelah menyelesaiakan pendidikan di Seminari Menengan San Dominggo Hokeng, Larantuka, da lalu menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi/STFT Ledalero, Maumere, Flores (1972), meraih gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman (1982) , dan meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman (1995).
Selama ini tulisan melalui tulisannya, Ia dikenal luas sebagai kritikus sastra, cendekiawan, dan sosiolog kenamaan Indonesia. Profil intelektual dibangun sejak ia masih muda. Sejak mahasishwa filosofi di Ledalero, ia aktif menulis di Majalah Vox yang dikelolah oleh sekolah tinggi tersebut.
Ketika masih tinggal di Flores, Ignas sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu.
Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.
Ia pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai editor di yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta. Ignas Kleden ikut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.
Setelah hijrah ke Ibu Kota, tahun 1974, Ia semakin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo. Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, harian Kompas, dan lain-lain.
Buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (Cerpen Pilihan Kompas 1997) juga memuat esainya, "Simbolis Cerita Pendek". Kumpulan esai tentang perbukuan, Buku dalam Indonesia Baru (1999), memuat salah satu tulisannya, "Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Politik tentang Kebudayaan".
Buku kumpulan esainya adalah Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (1988) dan Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004).
Ia menulis kata pengantar untuk mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995).
Tahun 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie. Ia dinilai telah mendorong dunia ilmu pengetahuan dan pemikiran sosial di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih tajam melalui esai dan kritik kebudayaannya.
Masih banyak tulisan karya Ignas yang tersebar di berbagai jurnal, majalah,koran dan website, baik nasional maupun internasional. Dia tetap menulis aktif hingga maut menyambutnya pada hari ini. Selamat jalan Pak Ignas. (MAR)
sebulan yang lalu