CATATAN LEPAS: Jayalah Negeriku, Sembuhlah Bangsaku (Renungan 76 Tahun Republik Indonesia)

Senin, 16 Agustus 2021 14:10 WIB

Penulis:MAR

Editor:Redaksi

BENDERA-musa.jpg
Upacara bendera (Diskominfo)
Pater Kons Beo SVD

P. Kons Beo, SVD*

SAAT ini kita mesti jedah sejenak. Proklamasi Kemerdekaan RI 76 tahun silam itu tetap bergema. Perjalanan mengisi kemerdekaan telah dilalui. Dari waktu ke waktu. Di bungkus dalam periode ke periode kepemimpinan negeri ini. Sembunyikan dan tahan dirilah untuk buat perbandingan. Sekedar mengagungkan regim yang satu, dan lantas menistakan yang lain.

76 tahun sejak suara kebebasan di Pegangsaan Timur 56 Jakarta bukanlah waktu yang singkat. Segala situasi telah dilalui dengan berbagai riak dan geloranya. Tak selamanya kita _tenang-tenang mendayung_. Ada saatnya kita bagai bahtera bertarung arungi gelombang taufan menerjang-terjang.

Pandemi global Covid-19 telah jadi monster menakutkan. Mata dunia tajam menatap negeri ini. Sepertinya seputar Covid-19, aura mencekam ada di negeri ini. Hingga pukul 17.18 WIB, 15 Agustus 2021, telah tercatat 3.854.354 pasien terpapar. Ada 3.351.959 yang alami kesembuhan, dan doa kita bagi 117.588 saudara kita sebangsa setanah air yang wafat. 

Seputar derita Covid-19 tentu pula kita bicara tentang dampak lanjutannya di berbagai dimensi hidup. Ekonomi menjadi terseret. 'Cari makan' jadi tak mudah. Wajah gelisah tak nyaman jelas terbaca di supermarket, bandara, atau di perbagai tempat publik. 

Covid-19 sungguh bikin huru-hara untuk satu kesibukan seputar _Polymerase Chain Reaction_ (PCR), rapid test, test antigen, karantina, isoman atau PPKM. Tentu semua ini lahirkan pula derita psikologis-patologis seperti kecemasan dan ketakutan yang membeku atau bahkan terkesan pula berlebih-lebihan. Merusak daya positif relasi satu sama lain. Di baliknya semua terbentanglah ongkos mahal yang mesti ditanggung. Rp 900 ribu untuk PCR bukanlah harga sedikit untuk rakyat kebanyakan.

Tetapi tetap dan selalu ada harapan untuk segera berlalulah situasi pilu ini. Tak perlu bertanya kapan semua akan berakhir? Sebab semuanya tergantung pada sikap dan perilaku kita sendiri. 

Di sisi lain? Negeri ini sempat terseok-seok di bidang ekonomi oleh hantaman pandemi di beberapa triwulan terakhir ini. Namun BPS (Badan Pusat Statistik) bentangkan data pertumbuhan ekonomi yang melejit 7,07 % secara tahunan. Kita kini bisa berada kembali di area positif.

Tetapi dalam pada itu item tentang utang luar negeri pun tetap jadi salah satu isu panas. Ada diskusi dan rasionale tentang sehat atau tidaknya ekonomi negeri dengan jumlah utang itu. Rp 6.554 Trilliun per Juni 2021 tentu mesti dipertanggungjawabkan tujuannya, dan bagaimana kelak untuk harus melunasinya? Namun untuk para politisi fokus yang paling penting adalah regim kepemimpinan mana kah yang paling besar dan rajin berutang? Dan dilanjutkan dengan tebaran ancaman kerapuhan negeri akibat besarnya utang itu?

Tetapi mari tetaplah bersyukur! Bangsa yang besar dengan segala varian perbedaan ini hingga kini tetap kokoh dalam *persatuan dan kesatuan*.  Kita tetap sigap untuk menghadapi  segala hal ikhwal yang merusakkan persatuan.

Dalam _Isu-Isu Kebangsaan Dalam Ranah Psikologi Indonesia_, (Meinardo, Ardi Putri, Fairuziana, 2019) sejumlah _nilai nasional_ dibentangkan. Semuanya sepantasnya jadi satu kesadaran bersama Indonesia Raya.  

Walau diteror oleh ancaman yang berpayung ideologi, agama, etnosentrisme, yang diasapi oleh *kepentingan sepihak*, toh tetap ada seperangkat dalil, nilai, atau spirit kebangsaan yang mempersatukan dan mengutuhkan.

Benarlah! Bicara Indonesia adalah bicara kenyataan, kegembiraan dan harapan dalam Pancasila. Kita tetap tertenun dalam nilai religius, nilai kemanusiaan, nilai patriotisme-persatuan, nilai demokrasi, nilai keadilan sosial. Dalam pada itu perlahan namun pasti di negeri itu  kita  belajar bergerak dari sekedar _multikulturalisme_ menuju _Bhinneka Tunggal Ika_ yang paten. 

Akhirnya, ziarah kebangsaan ini masih panjang. Kita di hari-hari ini masih tetap dihantui oleh seramnya pandemi Covid-19 ini. Saya sendiri, dari kamar isoman, masih mendengar raungan sirena ambulans setiap hari yang bisa dipastikan berkaitan dengan pasien  atau jenasah pasien covid-19.

Tetapi ini semua tak boleh membunuh rasa sukacita, harapan dan selalu ada senyum melebar untuk harapan akan situasi yang membaik.

Walau tim Garuda kita kini terperosok ke peringkat 174 FIFA, malah di bawah rankingnya Singapura dan Malaysia, kita bisa sejenak angkat kepala untuk hasil peringkat ke 55 dari 205 negara peserta Olimpiade 2020 di Tokyo. 

Dari pada terlalu mendengar dan membaca kata-kata si Rizal Ramli cs sealiran, yang selalu sulit  positifnya tentang kepemimpinan dan isi perut negeri ini, ada bagusnya jangan  hilang rasa bangga atas Geysa Polii-Apriayani Rahayu dan kawan-kawannya yang telah persembahkan 1 emas, 1 perak dan 3 perunggu di pesta olahraga internasional, Olimpiade 2020 Tokyo. 

Hiduplah tanahku, Hiduplah negeriku....

*Verbo Dei Amorem Spiranti*

 

* Pater Kons Beo adalah seroang pastor SVD, putra Ende, Flores  bertugas di Roma, Italia