Minggu, 25 Juli 2021 15:27 WIB
Penulis:redaksi
Editor:Redaksi
PINANGSORI-SIBOLGA (Floresku.com) – Penerapan prosedur dan tata cara pemakaman jenazah terpapar Covid-19 sering menimbulkan perselisihan paham dan keresahan di kalangan warga masyarakat. Bahkan, di sejumlah daerah, keluarga dan kerabat melakukan aksi nekad merebut paksa dari tangan Satgas Covid-19.
Selain karena kurangnya sosialisasi mengenai ikhwal pandemi Covid-19, warga tampaknya tak mendapat informasi yang memadai perihal tata cara pemakaman jenazah terpapar Covid-19.
“Dari sudut pandang hak asasi manusia (HAM) dan pelayanan pastoral gerejani, seharusnya gereja (baca:hirarki) hendaknya berinisiatif untuk melakukan upaya yang lebih terkoordinasi dan komprehensif guna mengatasi masalah tersebut, sehingga umat tidak resah dan tetap berada dalam kebingungan,” demikian kata Pater Fredy Dhay SVD, Ketua JPIC Keuskupan Sibolga, dalam wawancara khusus media ini, Minggu, 25 Juli 2021, siang.
Pater Edy Dhay SVD yang adalah juga Pastor Paroki Pinangsori, Keuskupan Sibologa itu menyatakan, secara prinsip gereja harus memberikan jaminan dan kepastian bahwa setiap umat Katolik yang sakit atau terpapar Covid-19, dan yang meninggal akibat Covid-19 harus mendapat perlakukan secara manusiawi dan pelayanan rohani yang selayaknya, tentu dengan prokes yang ketat.
Menurut imam Katolik yang lazim disapa Pater Edy itu, sejauh ini proses pemakaman jenazah umat yang terpapar Covid-19 sering menimbulkan kebingungan di kalangan umat, karena gereja, baik hirarki dan umat, tidak cukup berani mengkritisi pratik Satgas di lapangan yang menafsir kebijakan Satgas Covid-19 nasional secara berbeda-beda dari daerah yang satu dan yang lain.
“Coba lihat, setiap daerah punya praktik yang berbeda-beda, padahal panduan perihal posedur pemakaman jenazah Covid-19 dari Satgas Covid-19 nasional sudah ada. Tapi, pelaksanaan di setiap daerah sangat beragam. Contoh, di wilayah Keuskupan Sibolga, pastor atau suster yang meninggal akibat Covid-19 boleh mendapat pelayanan rohani dan dimakamkan di pemakaman biaranya dengan prokes yang ketat. Sedangkan di Bajawa, Maumere, di Kupang tidak boleh. Artina, jenazah terpapar Covid-19 harus dimakamkan di pemakaman khusus Covid-19,” ungkap imam asal Paroki Boawae, Flores itu.
Jadi, dia menambahkan, sepertinya soal prosedur dan tempat pemakaman jenazah terpapar Covid-19 itu sangat tergantung pada peanfsiran Satgas Covid-19 di daerah atas panduan yang dibuatkan oleh Satgas Covid-19 nasional.
“Juga tergantung pada kemampuan keluarga atau kerabat bernegosiasi dengan Satgas-19 di masing-masing daerah. Kalau dekat dengan pemerintah dan mampu bernegosiasi dengan Satgas Covid-19, bisa dimakamkan oleh keluarga atau ketabat, kalau tidak punya kedekatan dengan pemerinta ya dimakamkan oleh Satgas Covid-19, bahkan seringkali tanpa kehadiran anggota keluarga, apalagi pelayan pastoral,” ujarnya.
Kalau demikian, maka terjadi disrkrimasi. “Sebab, setiap orang Katolik, termasuk yang meninggal akibat Covid-19 punya hak yang sama. Mereka harus dimakamkan disaksikan oleh keluarga dekatnya dan mendapat pelayanan rohani dari pelayan gereja sebagaimana layaknya,” tandasnya.
Di sisi lain, dia menambahkan, bukan hanya keluargga, melainkan para pelayan pastoral gereja atau pemuka agama yang lainnya, semestinya menuntut Satgas Covid-19 di daerahnya apabila mereka memakamkan jasad seseorang yang terpapar Covid-19, tanpa melapor kepada petugas agama, sesuai agama orang yang meninggal.
“Itu yang seharusnya diperjuangkan oleh pelayan gereja kalau memang mau melayani umatnya, dari saat kelahirannya hingga saat kematiannya. Jangan, sampai, karena pemahaman yang keliru soal Covid-19 dan kesalahan penafsiran atas panduan dari Satgas Covid-19, kita ikut memperlakukan jenazah terpapar Covid-19 tidak secara manusiawi dan tidak pula memberikan pelayanan rohani yang sepatutnya” tandasnya.
Panduang Bimas Katolik
Sejatinya, isu yang disoroti Pater Edy sudah sejak Maret 2020 lalu telah mendapat perhatian Dirjen Bimas Katolik.
Kala itu Plt Dirjen Bimas Katolik Aloma Sarumaha mengatakan protokol diterbitkan sebagai panduan bersama jika ada umat Katolik yang meninggal dengan status pasien Covid-19.
"Protokol ini kami susun setelah berkoordinasi dengan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)," terang Aloma Sarumaha di Jakarta, Kamis, 26 Maret 2020.
"Prinsipnya, pengurusan jenazah pasien COVID-19 dilakukan oleh petugas kesehatan pihak Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan," lanjutnya.
Berikut ini protokol pengurusan jenazah Covid-19 beragama Katolik: