Pastor
Selasa, 04 Mei 2021 09:53 WIB
Penulis:redaksi
Oleh P. Chales Beraf SVD*
TENTANG bencana di Lembata Adonara, aroma busuk mulai tercium. Satu kasus: Bantuan dari Papua untuk korban erupsi mengendap diam-diam di rekening pribadi pastor. Kasus dua: Pastor tetentu dilarang pastor tertentu pula untuk misa di posko tertentu..ya semacam kapling-kaplingan. Nah ada apa?
Pastor itu penyalur rahmat, pembawa berkat. Dan rahmat itu bisa sampai kepada mereka yang sepatutnya mendapatnya, kalau penyalur itu bersih, berada dalam keadaan berahmat. Apalagi di hadapan atau di tengah situasi tak selamat (bencana misalnya), seorang pastor mesti tampil sebagai penyalur rahmat. Ini panggilan dan karena itu, memiliki arti sangat vokasional.
Yang vokasional, di tengah situasi bencana misalnya, kerap di hadapkan dengan perkara profesionalisme. Yang vokasional selalu menuntut seorang pastor untuk terlibat bukan demi segepok, untuk ber-compassio, berbela rasa dengan para korban bukan demi popularitas, untuk ikut menderita bukan demi puja puji, tetapi semata demi dan karena panggilan itu sendiri.
Lalu bagaimana seorang pastor bertindak di hadapan tuntutan profesionalisme (manajemen logistik, rekening dana bantuan, distribusi bantuan, koordinasi, konsolidasi)? Dia harus cukup TAHU DIRI; tahu diri bahwa dia dipanggil untuk terlibat tanpa perlu buat diri seolah-olah dia profesional untuk mengurus semua, termasuk dana bantuan untuk para korban.
Kalau pastor menggunakan REKENING ATAS NAMA PRIBADI untuk menyerap bantuan dana dari mana-mana, dia sedang meracuni yang vokasional, ya meracuni keterlibatannya sendiri. Kenapa racun?
Pastor perlu tahu bahwa demi tuntutan profesionalisme, seorang aktivis kemanusiaan saja tak etis menggunakan rekening atas nama sendiri demi alasan membantu para korban. Bukankah dengan menggunakan rekening atas nama sendiri, keterlibatan sang pastor (yang vokasional) sedang ambruk di hadapan yang professional? Roh untuk membantu para korban mungkin amat kuat, tapi daging sang pastor itu sangat lemah.
Apakah sulit jika pastor dalam menjalankan yang vokasional bagi para korban, berjejaring, membuka/ menggunakan rekening atas nama paroki misalnya, atau atas nama CARITAS misalnya, untuk membantu para korban? Kenapa mati-matian pajang REKENING ATAS NAMA PRIBADI? Ada apa di balik itu?
Mereka yang profesional, pun petani sahaja dari kampung sekalipun, bisa menebak sangat boleh jadi ada udang sedang tidur di balik batu. Dengan hal semacam ini, sekencang apapun keterlibatan pastor di tengah penderitaan para korban, keterlibatannya itu, bisa tanpa disadari, sedang mengalami distorsi. Sekali lagi, ROH MEMANG KUAT, tapi DAGING PASTOR AMAT LUNGLAI. Jangankan godaan, kecurigaan pun akan muncul. Kalau sudah begini, .....saya tak tahu mau bicara apa. Di keuskupan-keuskupan, ada CARITAS: kenapa pastor tidak galakkan dana dengan rekening CARITAS?
Di SVD, ada JPIC, kenapa pastor tak galakkan dana dengan rekening JPIC? Ini tidak hanya soal dana, tapi juga soal kepaduan keterlibatan. Sekali lagi, pastor hanya bisa menjadi penyalur rahmat, kalau dia memang bersih. JAGA KEBERSIHAN dengan menggunakan rekening bersama agar YANG VOKASIONAL, ya PANGGILAN itu tak dilihat sebelah mata oleh siapapun, termasuk para korban bencana. Salam dari Detukeli, Ende-Lio. (*)
*Pater Charles Beraf SVD Pastor Paroki Roh Kudus Detukeli, Ende-Flores. Peneliti Detukeli Research Center.
7 hari yang lalu