Tuhan
Jumat, 11 Maret 2022 09:19 WIB
Penulis:redaksi
(Dibacakan pada hari Minggu Prapaskah II, sebagai pengganti kotbah)
“Berpuasa yang Kukehendaki ialah: Engkau harus membuka belenggu-belenggu kelaliman... membagi-bagikan rotimu bagi orang yang lapar...dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian” (Yes 58:7).
Para imam, biarawan/wati, dan seluruh umat Allah Keuskupan Ruteng yang dikasihi Tuhan!
Dalam semangat sinodal yang diserukan oleh Paus Fransiskus sejak tahun lalu, Saya, Uskupmu, mengajak kita semua untuk terus bergandeng tangan berziarah bersama dalam masa prapaskah tahun 2022 ini.
Masa prapaskah adalah masa tobat, masa di mana kita perlu menegaskan lebih serius lagi komitmen kita untuk hidup dalam kasih, “Omnia in Caritate” – Lakukan segalanya dalam kasih (1 Kor, 16:14).
Dalam ziarah tobat ini, secara tulus saya meminta kita untuk mendengar dengan hati bening warta indah nabi Yesaya di atas. Seruan profetis Yesaya tersebut menggugat kita untuk tidak sekadar melaksanakan ritus-ritus suci dan kegiatan puasa selama masa tobat ini, tetapi lebih dari itu kita hendaknya lebih berani untuk mengamalkan praksis amal kasih dan pengampunan dalam kehidupan sehari-hari.
Ada tiga hal dasariah yang perlu kita lakukan dalam masa praspaskah ini, yaitu: puasa dan pantang, doa serta karya amal kasih. Ketiga-tiganya tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain.
Hanya dalam kesatuan erat, praktik-praktik Kristiani tersebut memiliki maknanya yang sejati. Lebih dari itu, yang menjadi roh yang meresapi dan menggerakkan semuanya adalah semangat cinta kasih. Karena itu perkenankan saya untuk menguraikan ketiga hal tersebut dalam bingkai moto kegembalaan saya, “Omnia in Caritate” (1 Kor, 16:14).
Pertama, praktik berpuasa dan pantang. Dalam masa Prapaskah kita perlu berpuasa. Puasa berarti makan kenyang hanya sekali dalam sehari untuk tujuan-tujuan rohani dan amal.
Sejalan dengan itu kita didorong untuk berpantang, yakni tidak memakan daging atau jenis makanan yang disukai dalam waktu tertentu. Pantang ini tidak hanya berkaitan dengan makanan tetapi juga dari kebiasaan yang mengikat dan membelenggu diri seperti: pantang rokok, pantang kebiasaan belanja (shopping), pantang main hp, dll. Puasa dan pantang pada gilirannya tidak hanya terikat dengan hal-hal materiil.
Santo Basilius dari Kaisarea berkata: “Marilah kita berpuasa yang berkenan dan sangat berkenan kepada Tuhan. Puasa yang benar adalah menjauhkan diri dari kejahatan, pengendalian lidah, menahan amarah, menjauhi hawa nafsu, fitnah, dusta, dan sumpah palsu. Keistimewaan ini adalah puasa sejati.”
Jadi puasa dan pantang berkaitan dengan pedagogi diri, pendidikan dan latihan diri untuk semakin menjadi pribadi yang berkualitas. Melalui puasa dan pantang, kita melatih diri untuk tidak terikat dengan hal-hal materiil dan fana, dan serentak dituntun untuk menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati dalam hal-hal rohani dan langgeng. Terlebih dalam dunia dewasa ini yang semakin diresapi oleh semangat materialistis, kiranya masa puasa menjadi momentum berharga bagi kita untuk berjumpa dengan Allah dan terpikat oleh pesona kasih-Nya yang lembut dan abadi.
Kedua, berdoa. Dalam masa prapaskah ini saya mengajak kita untuk mengambil banyak waktu untuk berdoa. Janganlah berdoa hanya ketika kita berada dalam kesulitan. Juga janganlah berdoa hanya ketika kita bersyukur atas rahmat Tuhan yang dialami.
Tetapi berdoa hendaknya dilakukan terus menerus dan menjadi kebiasaan dan keseharian kita, sebab doa adalah hakikat dan kekuatan orang beriman. Dalam doalah kita berjumpa dengan Allah yang selalu menyertai suka duka perjuangan hidup sehari-hari.
Melalui doalah kita merasakan apa yang dikidungkan oleh pemazmur: “kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan!” (Mzm 34:9). Inti doa adalah berjumpa dengan Allah dan menikmati kelembutan kasih-Nya. Doa berarti merasakan hidup yang sepenuhnya dijamah dan digerakkan oleh kasih: “Omnia in Caritate.”
Karena itu kepenuhan doa terjadi, tatkala bukan lagi Tuhan yang mendengarkan aku, tetapi akulah yang mendengarkan Tuhan. Esensi adorasi yang sejati bukanlah aku yang memandang Tuhan, tetapi mengalami bahwa Tuhanlah yang memandangku dengan tatapan lembut cinta-Nya.
Yesus mengajak kita untuk berdoa dengan “masuk ke dalam kamarmu, tutuplah pintumu”(Mat 6:6). Maksudnya bukan masuk dalam ruangan tertutup, tetapi sepenuhnya masuk ke dalam diri, ke dalam hati. Karena di sanalah kita merasakan gita cinta Sang Ilahi.
Ketiga, karya amal kasih. Dalam masa prapaskah ini, marilah kita lebih giat lagi melakukan karya amal kasih bagi orang-orang miskin papa, orang sakit dan menderita. Terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19 sekarang ini, yang membuat begitu banyak orang jatuh sakit dan jatuh miskin, kita perlu semakin menolong mereka yang berkekurangan dan sengsara.
Yesus mengajak kita untuk berbagi dengan hati yang tulus, hati penuh cinta: “Janganlah diketahui oleh tangan kirimu sedekah yang diberikan oleh tangan kananmu” (Mat 6:3). Dalam dunia pencitraan dewasa ini, kita dipanggil Tuhan untuk memberi tanpa pamrih.
Bantuan, sedikit apa pun itu, sangat bernilai tatkala dilakukan dengan tulus. Bunda Teresa mengingatkan kita bahwa dalam pengadilan akhir, Tuhan tidak akan bertanya, “Berapa banyak hal baik yang sudah engkau lakukan dalam hidupmu?”, tetapi “Berapa besar cinta yang engkau taruh dalam apa yang engkau lakukan itu!”. Marilah kita beramal dalam masa prapaskah ini dengan semangat cinta yang tulus: “Omnia in caritate.”
Saudara dan Saudari terkasih,
Dalam tahun 2022 ini, keuskupan kita memfokuskan perhatian dan karya pastoralnya pada pariwisata holistik. Saya mengajak kita agar memberikan perhatian serius pada pariwisata ini. Pariwisata dapat menjadi “tanda-tanda zaman”, tempat kita menemukan jati diri Gereja sebagai “peziarah di bumi ini” (Peregrinans in terra, 1Petr.1:17).
Pariwisata sesungguhnya bagian dari kehidupan manusia beriman yang selalu berziarah untuk mengalami perjumpaan penuh sukacita dengan sesama dalam keunikan kulturnya dan dengan alam ciptaan menuju persekutuan kasih ilahi.
Seluruh perjalanan wisata pada dasarnya merupakan perjalanan untuk mengendus jejak Allah dalam ciptaan-Nya: lewat perjumpaan dengan sesama, dengan alam yang indah, dan dengan karya manusia yang unik dalam citarasa budayanya (PT 1.III:1—4; bdk. OPP 11—17; bdk. GS 15).
Gereja lokal kita ingin mengembangkan pariwisata yang selaras dengan nilai-nilai injil: mengabdi pribadi manusia yang utuh dan melayani kesejahteraan manusia seluruhnya. Itulah yang kita sebut dengan Pariwisata Holistik.
Pariwisata hendaknya tidak hanya terarah pada kesejahteraan ekonomi dan jasmani saja, tetapi mencakupi juga aspek rohani, etis, kultural dan ekologis. Oleh sebab itu, Pastoral Pariwisata Holistik kita dengungkan dalam moto 3 B: Berpartisipasi, Berbudaya, dan Berkelanjutan.
Berpartisipai berarti masyarakat lokal tidak hanya menjadi penerima keuntungan pariwisata, tetapi juga terlibat aktif dalam mendesain, melaksanakan, dan mengendalikannya.
Dengan itu terwujudlah keluhuran martabatnya dan kesejahteraan hidupnya. Berbudaya berarti pariwisata itu menghargai dan merawat kearifan dan tradisi lokal Manggarai secara inklusif, dialogal dengan budaya lain, serta lentur dalam budaya mondial. Berkelanjutan berarti pariwisata tersebut ramah dengan lingkungan menuju keutuhan ciptaan, sebab bumi ini adalah rumah kita bersama (LS 1).
Dalam kaitan ini, saya mengajak dan mendorong semua paroki, stasi, KBG, lembaga, sekolah, biara, dan semua kelompok yang berada dalam wilayah Keuskupan Ruteng untuk bergandeng-tangan melaksanakan program dan kegiatan pariwisata holistik ini dalam segala aspek.
Marilah kita mengembangkan dengan giat pariwisata rohani, pariwisata alam, pariwisata budaya dan pariwisata ekonomi dalam kerja sama jejaring dengan para pihak, khususnya Pemerintah dan para pelaku pariwisata.
Janganlah menjadi penonton dalam derap pariwisata di sekitar kita, tetapi berkiprahlah secara inovatif dan kreatif agar pariwisata yang berkembang di wilayah ini sungguh selaras dengan nilai-nilai Kristiani yang meluhurkan martabat pribadi manusia dan mewujudkan kesejahteraan umum (bonum commune).
Saudara dan Saudari terkasih,
Saya sangat yakin, melalui puasa dan pantang, doa dan karya amal, kita akan mengalami kasih Allah yang menjadi kekuatan dan roh penggerak perutusan pastoral Pariwisata Holistik Tahun 2022 ini.
Oleh sebab itu, marilah kita satukan seluruh reksa pastoral kita dalam misteri wafat dan kebangkitan Tuhan. Marilah kita berwisata, berziarah bersama Yesus dalam jalan salib-Nya, dalam suka duka perjuangan hidup kita baik secara pribadi maupun secara bersama sebagai komunitas gerejawi.
Yakinlah, barang siapa setia mengikuti jalan salib Yesus, dia bakal mengalami sukacita paskah-Nya. Yesus sesungguhnya bangkit, agar kita hidup dan merasakan cinta-Nya dalam kelimpahan (Yoh 10:10). Selamat menjalankan masa Prapaskah dan mari bersama menjelang Sukacita Paskah 2022.
Tuhan memberkati!
Ruteng, 8 Maret 2022,
Uskupmu,
Mgr. Siprianus Hormat
2 bulan yang lalu