NTT
Sabtu, 07 Agustus 2021 21:31 WIB
Penulis:redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA (Floresku.com) - Belakangan ini, publik Indonesia dihebohkan oleh berita media perihal draf Keputuan UNESCO tentang usulan penghentian pembangunan infrastruktur di Taman Nasional Komodo. Berbagai pihak yang berkepentingan telah menyatakan sikap dan pandangan mereka.
Untuk mendapat keterangan yang lebih akurat, floresku.com mewawancarai Wiratno, Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) , Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Berikut petikan wawancara selengkapnya:
Floresku.com (FC): Apa tanggapan KLHK terkait permintaan UNESCO agar pembangunan infrasktruktur Taman Nasional Komodo dihentikan sementara?
Wiratno: Salah satu hasil dari Sidang WHC ke-44, yg dilaksanakan secara virtual pada akhir Juli 2021, adalah mendesak Pemerintah RI untuk menghentikan proses pembangunan infrastruktur di Pulau Rinca – TN Komodo. Pembangunan tersebut dibiayai oleh Kementerian PUPR – Ditjen Cipta Karya. Pembnagunan tersebut adalah merupakan perbaikan / renovasi dari infrastruktur sebelumnya, seluas 1,3 Ha, agar infrastruktur tersebut lebih layak sebagai fasilitas wisata premium di Indonesia. Komodo merupakan kebanggaan Bangsa Indonesia.
Saat ini prosentase pembangunan dermaga telah mencapai 95 persen dan pembangunan pusat informasi 76 persen dan dijadwalkan pada Desember 2021 telah selesai. Kami yakin bahwa dengan penyempurnaan Environmental Impact Assessment (EIA), berbagai kriteria yang ada dapat diterima oleh UNESCO.
FC: Beberapa pihak menyebut, pembangunan tersebut berdampak pada ekosistem dan lingkungan, bagaimana?
Wiratno: Kementerian LHK menegaskan bahwa pembangunan di Resort Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo (TNK) tidak menimbulkan atau mengakibatkan dampak negatif terhadap Outstanding Universal Value (OUV) Situs Warisan Alam Dunia Taman Nasional Komodo. Tujuan pembangun adalah mengganti sarana dan prasarana yang tidak layak dengan sarpras yang berstandard internasional, yaitu : (1) ranger camp, (2) guide camp, (3) researcher camp, (4) plaza deck, (5) resting post, (6) elevated deck, (7) reservoir tank, (8) distribution pipeline, (9) waiting room for visitor, (10) jetty, (11) coastal protection, (12) information center.
OUV ini yang terpenting di Pulau Rinca adalah : (1) populasi komodo dan sumber pakan (rusa, kerbau, babi hutan), (2) savana ecosystem, (3) upland forest, (4) mangrove forest, (5) white sandy beaches, (6) coral reef, dan (7) sea grass. Luas areal terbangun adalah 1, 3 hektar, terletak pada tapak sarpras yang lama.
Kesimpulan bahwa pembangunan sarpras tersebut tidak menimbulkan dampak yang signifikan diperoleh berdasarkan hasil kajian penyempurnaan Environmental Impact Assessment (EIA) yang dilakukan oleh para pakar kehati dan lingkungan (Ahli kehati dari IPB University-Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo dan Dr. Mirza Dikari Kusrini;Wildlife Conservation Society-Dr. Titiek Setyawati dan Sheherazade, S.Si. M.S, Komodo Survival Program-Achmad Ariefiandy, M.Sc. dan pakar Warisan Dunia-Koen Meyers, bersama Kemen LHK dan Kemen PUPR, Kementerian Luar Negeri, Kemen.Pendidikan dan Kebudayaan/Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, dan Kemenko PMK. komitmen Pemerintah Indonesia dalam menjaga OUV TN Komodo secara berkelanjutan.
Desain sarpras yang baru, telah meminimalisir interaksi langsung wisatawan dengan satwa liar, terutama komodo, sehingga komodo dan satwa liar lainnya tidak terganggu dan aktivitas ekowisata berkualitas dapat berjalan. Tentunya pengerjaan selama ini dilakukan dengan sangat hati-hati, tidak menimbulkan dampak negatif baik kepada lingkungan maupun satwa liar yang hidup di wilayah Resort Loh Buaya Pulau Rinca berdasarkan kajian ilmiah Environmental Impact Assessment. Di sekitar lokasi pembangunan sarpras tersebut hanya terdapat 13 individu komodo, dari 60 individu komodo yang terdapat di Lembah Loh Buaya, di P.Rinca. Total populasi komodo di TN Komodo adalah 3.100 individu.
FC: Revisi Amdal, apakah sudah dilakukan?
Wiratno: Ijin Lingkungan untuk proses pembangunan infrastruktur TN Komodo adalah Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), yang telah disetujui / disahkan.
Saat ini sedang dalam proses perbaikan UKL-UPL yang disusun oleh Kementerian PUPR, untuk menyesuaikan dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh IUCN.
UKL/UPL ini merupakan satu kesatuan dokumen yang harus disubmit ke WHC. Target untuk menyampaikan keseluruhan dokumen EIA kepada WHC adalah akhir Agustus atau awal September 2021 agar bisa direview oleh IUCN dan WHC sebelum Sidang WHC ke-45 tahun 2022.
FC: Koordinasi dengan kementrian terkait tidak?
Wiratno: KLHK selalu berkoordinasi dengan, Kementerian PUPR à Ditjen Cipta Karya & Ditjen Sumberdaya Air; Kementerian Luar Negeri Duta Besar RI Paris/Perwakilan Tetap Pemri untuk untuk UNESCO; Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan; Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Pemerintah Provinsi NTT; Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU); Badan Pengelola Otorita Labuan Bajo Flores; LSM Komodo Survival Program (KSP).
Koordinasi dan kerjasama tersebut tentu bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan pengelolaan TN Komodo, sebagai World Heritage.
Saat ini tentunya koordinasi dan komunikasi lebih spesifik terkait menjelaskan fakta yang sebenarnya sebagai masukan untuk draft keputusan Sidang ke -44 UNESCO tersebut, yaitu bahwa pembangunan sarpras di Pulau Rinca - TN Komodo tidak berdampak signifikan terhadap OUV dan pembangunan tetap dilanjutkan yang direncanakan selesai pada desember 2021.
Kementerian LHK melalui Ditjen KSDAE dan Balai TN Komodo memastikan agar pengelolaan ekowisata di TN Komodo tetap berjalan dengan menerapkan beberapa kebijakan pengelolaan yang dapat menjamin kelestarian lingkungan dan tetap memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. Sebagai contoh, saat ini Balai TN Komodo telah memberlakukan kebijakan pembatasan pengunjung (Januari-Juni 2021 menerima 22.091 wisatawan nusantara dan 2.667 wisatawan asing-yg telah tinggal di Indonesia.. Tetap diberlakukan sistem kuota harian serta menerapkan registrasi online bagi seluruh wisatawan yang akan memasuki Taman Nasional Komodo sejak tanggal 1 Agustus 2021. (MAR)
sebulan yang lalu