Kemenperin: Indonesia Masuk 'Top Ten Global Manufacturing'

redaksi - Selasa, 05 Maret 2024 20:02
Kemenperin: Indonesia Masuk 'Top Ten Global Manufacturing'Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Eko S.A. Cahyanto (kiri) bersama Sekretaris Jenderal Kemeterian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Suharti (tengah) meninjau salah satu booth di Business Matching 2024. (sumber: Hikmat/KBRN)

SANUR, BALI (Floresku.com)- Kementerian Perindustrian kembali menggelar Business Matching selama empat hari (4 - 7 Maret 2024) di Sanur, Bali.

Kegiatan tersebut mempertemukan pelaku industri selaku produsen dengan pengguna produk dalam negeri.

Konsumen produk dalam negeri yang dimaksud adalah pengguna anggaran pemerintah melalui pengadaan barang dan jasa. Business Matching 2024 merupakan kelanjutan dari agenda serupa yang dilaksanakan pada tahun 2022 dan 2023. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko S.A. Cahyanto menjelaskan, Busisness Matching kali ini diikuti 156 booth produk dalam negeri, termasuk satu area khusus yang memamerkan produk bersertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Produk-produk bersertifikat TKDN itu juga mendukung pembangunan Ibu Kota Negara. 

"Jadi kami disini bekerjasama untuk bagaimana mempertemukan antara para pengguna anggaran baik di pusat maupun di daerah, termasuk juga Badan Usaha Milik Negara, bertemu dengan para produsen dan penyedia barang dalam negeri yang tentunya memiliki sertifikat TKDN," katanya kepada wartawan di Sanur, Senin (4/3/2024). 

"Sebagian besar dari mereka sudah menyediakan produk-produknya melalui e-Katalog maupun aplikasi lain seperti SIPLah yang disediakan Kemendikbud dan juga dari Kementerian BUMN," lanjutnya. 

Eko Cahyanto menyampaikan, pentingnya semua pihak untuk mendorong industri dalam negeri. Hal itu sejalan dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) yang sangat besar.

"Indonesia saat ini sudah menjadi bagian dari top ten global manufacturing output dunia, saat ini di ranking 10, dengan total outputnya sebesar 1,4 persen dari seluruh manufacturing dunia, sehingga perlu kita jaga dan terus kembangkan," bebernya. 

Eko Cahyanto memperkirakan, Business Matching berpotensi membukukan transaksi hingga Rp1.200 triliun. Angka itu berasal dari pemilik anggaran pemerintah, baik di pusat maupun daerah. 

Sekretaris Jenderal Kemeterian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Suharti di tempat yang sama menyampaikan, pihaknya memiliki dua kepentingan dalam Business Matching kali ini. Kepentingan pertama, yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai pengguna produk dalam negeri. 

"Terkait kami sebagai pengguna, pemilik anggaran, itu tidak hanya anggarannya yang ada di Kemendikbudristek, kami sendiri menargetkan sekitar 90 persen bisa menggunakan produk dalam negeri," bebernya. 

Sebagai koordinator sektor pendidikan, pihaknya memiliki kerjasama dengan pemerintah daerah. Kerjasama itu mencakup alokasi dana pemerintah pusat ke daerah, seperti bantuan operasional sekolah (BOS). 

"Itu juga penggunaannya kita dorong menggunakan produk dalam negeri," tegasnya.

Kepentingan ke dua, yakni dengan data yang ada, pihaknya mengetahui produk yang membutuhkan riset dan teknologi untuk dikembangkan lebih lanjut. Dengan perkuatan perguruan tinggi, dan satuan pendidikan di tingkat menengah, Kemendikbudristek bisa melakukan riset komprehensif, bekerjasama dengan industri. 

"Untuk terus membantu penyediaan produk dalam negeri," pungkasnya. (Sumber:rri.co.id).

Editor: redaksi

RELATED NEWS