Debat Kesehatan Tanpa Greget Teknokratik

redaksi - Selasa, 06 Februari 2024 18:46
Debat Kesehatan Tanpa Greget TeknokratikKetua Forum CSR Indonesia, Dr., Ing., Ir., Mahir Bayasut ST., MM-CSR. (sumber: Alfa - Satkaara)

JAKARTA (Floresku.com) -  Seluruh rangkaian kegiatan Debat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia sudah usai dua malam lalu. 

Namun, perdebatan publik mengenai substansi yang dikemukakan oleh tiga pasangan calon ternyata belum sepenuhnya usai.  Ketua Forum CSR Indonesia Dr Mahir Bayasut memandang masalah kesehatan, pendidikan, sosial dan ketenagakerjaan yang dibahas masih terlalu umum dan belum ada pendekatan teknokratik secara mendetail.

Pada topik kesehatan, Mahir mengingatkan bahwa persoalan kekurangan dokter, terlebih dokter spesialis, dan distribusi lokasi praktik dosen sudah menjadi benang kusut sejak era kepemimpinan dahulu. 

Walau demikian, gagasan calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, yang akan menambah jumlah fakultas Kedokteran dari 92 menjadi 300 di seluruh negeri merupakan gagasan yang ambisius. Mahir mengingatkan untuk memperhatikan kembali kepada akar permasalahan suplai dan distribusi dokter.

Mahir berpendapat, masalah dalam pelayanan dokter yang ada di Indonesia bukan semata kekurangan dari sisi jumlahnya. 

“Namun yang lebih pokok adalah persoalan distribusi dokter yang tidak merata dan masih terpusat di pulau Jawa,” ujarnya.

Selain itu, kebijakan pembukaan Fakultas Kedokteran baru secara masif, menurutnya perlu dipertimbangkan secara kritis. Potensi oversupply dokter yang tidak diatur sedemikian rupa bisa berujung pada penurunan kualitas lulusan kedokteran.

 Banyak dokter, namun kontrol akan kualitas dokter menjadi potensi hambatan baru. Tentu saja, tidak ada satupun rakyat Indonesia yang ingin bertemu dengan pelayanan dokter yang tidak berkualitas.

Apalagi kalau masalah itu juga dikaitkan dengan ambisi untuk setiap tahun mengirim puluhan ribu mahasiswa ke luar negeri untuk memperdalam studi kedokteran, hingga sains dan teknologi. 

Ambisi ini bisa berbenturan dengan politik anggaran walau sebenarnya bisa dilakukan melalui mekanisme pembiayaan, salah satunya dari LPDP, seperti saat ini.

Tanpa perhitungan dan peta jalan yang matang, meminjam istilah Ganjar Pranomo, calon presiden nomor urut 3, anggaran bisa “kobol-kobol” (berdarah-darah –red), sementara output yang dihasilkan belum tentu tepat sasaran dan berkelanjutan.

Mahir menilai secara umum, terlepas dari pentingnya analisis dan perencanaan yang lebih teknokratis, niat dan semangat Prabowo Subianto dalam mempersiapkan talenta di bidang kesehatan tetap perlu diapresiasi.

Pada gagasan dua calon lainnya, Mahir menilai gagasan kebijakan promotif, preventif, dan kuratif bukanlah gagasan baru. 

Sayangnya, keduanya juga tidak menjelaskan secara detail kebaruan dari cara yang akan dilakukan jika salah satu dari dua calon ini terpilih menjadi Presiden kedelapan. 

Anies Baswedan sedikit menjelaskan perlunya aspek kesehatan dipandang sebagai tugas multi pemangku kepentingan, tidak hanya Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan aja. Anies menjelaskan contoh bagaimana penerapan pandangan ini di Jakarta. 

Namun, Anies tidak menjelaskan bagaimana penerapan ini diaplikasikan di tingkat nasional yang memiliki struktur birokasi yang berbeda dibanding Provinsi DKI Jakarta.

Selain itu, pandangan Ganjar mengenai akses obat-obatan dan fasilitas kesehatan dinilai relatif tanggung dan tidak mendetail. Gagasan yang ditawarkan relatif telah diketahui oleh publik atau setidaknya para praktisi kesehatan yang selama ini bertarung di lapangan.

Walau demikian, Mahir menilai struktur pemikiran dan gagasan kedua calon presiden ini lebih mudah dipahami oleh masyarakat. 

Mahir sepakat bahwa aspek kesehatan tidak hanya sekedar suplai tenaga kesehatan namun juga harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan ketersediaan dan keterjangkauan infrastruktur kesehatan seperti fasilitas kesehatan, akses obat-obatan dan alat kesehatan lainnya, hingga aktivitas keseharian yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.

Dalam konteks ini, Anies memberikan perbedaan yang mencolok jika dibanding dua calon lainnya yaitu pentingnya kesehatan dan perlindungan mental atau psikis terhadap perempuan. 

Ganjar, yang selaras dengan kesehariannya, menjelaskan pentingnya olahraga dan akses terhadap air bersih menjadi pembeda dengan Anies dan Prabowo.

“Tampaknya, para calon presiden menawarkan gagasan mengenai kesehatan ini sesuai dengan apa yang memang mereka sudah lakukan baik itu di keseharian mereka ataupun kebijakan yang pernah mereka lakukan. Namun, apakah gagasan ini bisa di-scale up di tingkat nasional yang memiliki situasi permasalahan kesehatan yang majemuk, masih membutuhkan analisis yang lebih dalam dan detail lagi. Di taraf ini, debat dua malam lalu masih membuka ruang kritik teknokratik bagi para pemilih calon tersebut.”, pungkas Mahir.

Secara keseluruhan, Mahir berharap siapapun nanti yang berhasil memenangkan hati pemilih, masalah keberlanjutan (sustainability) program juga menjadi isu krusial, karena risiko bahwa beberapa program mungkin tidak mampu memberikan dampak berkelanjutan.

Tentang Forum CSR Indonesia

Forum CSR Indonesia merupakan organisasi sosial yang juga menjadi mitra strategis dari pemerintah serta berbagai kalangan baik Dunia Usaha, BUMN, BUMD, Yayasan, Universitas dan NGOs.

Forum ini dibentuk dalam rangka meningkatkan kepedulian, kemampuan, dan tanggung jawab dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga, berkelanjutan, efektif, dan masif. 

Juga untuk mewujudkan sinergitas peran dan tanggung jawab sosial organisasi (dunia usaha, lembaga kesejahteraan sosial, perguruan tinggi, masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat) dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang berkeadilan sebagai upaya percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.

Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, selain memperkuat dan memperbanyak keanggotaan, Forum CSR Indonesia juga menjalin kerja sama dan kemitraan dengan berbagai lembaga, instansi, organisasi sosial dan profesi, asosiasi, dan lain-lain, yang memiliki kesamaan visi, misi dan tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan kesejahteraan sosial. (SP) ***

RELATED NEWS