Doni Parera Melaporkan Sejumlah Nama ke Polres Mabar, Warga Teraing Siap Hadapi

redaksi - Senin, 08 November 2021 12:07
Doni Parera Melaporkan Sejumlah Nama ke Polres Mabar, Warga Teraing Siap HadapiAgus Albu,Ketua Forum Pemuda Terlaing saat ditemui Floresku.com, Senin, 8 November 2021. (sumber: Paul)

LABUAN BAJO (Floresku.com)-Gelombang reaksi masyarakat adat Terlaing, Lancang dan Rareng terhadap pernyataan Doni Parera yang diduga bernada provokasi dan menghasut  dalam video  yang sempat viral di masyarakat, masih menjadi polemik di tengah masyarakat.

Agus Albu, Ketua Forum Pemuda Terlaing saat ditemui Floresku.com, Senin, 8 November 2021, mengatakan bahwa amarah masyarakat adat Terlaing nyaris tak terbendung hingga ingin turun untuk lakukan demonstrasi. 

“Namun aksi pemuda Terlaing itu diredam tokoh adat,” ujar Agus Albu.

Kemarahan masyarakat adat ini meluap karena saudara Doni Parera ini secara sosiologis bukan warga adat Lancang, Terlaing atau Rareng.

"Apa legal standing orang ini tidak jelas, ia 'kan pendatang," tegas Agus Albu.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jika diermati isi video tersebut, sebetulnya isinya biasa saja. Tetapi titik api persoalan dikatakannya terletak pada pembuatan video yang dilakukan di atas Ulayat Terlaing, lingko Nerot.

"Doni mengataKemudiandiam memperjuangkan tanah leluhur kami hingga pertumpahan darah. Tak ada satu ucapan pun yang menunjukan bahwa ia mewakili suatu masyarakat, "tutur Agus Albu meniru suara Doni Parera.

Akibat pernyataan tersebut, masyarakat adat Terlaing geram dan marah.

Gelombang reaksi ini akhirnya merambah ke tokoh adat masyarakat Rareng dan Lancang. Dua masyarakat tapal batas ini  sudah merupakan satu-kesatuan, baik tapal batas maupun ikatan batin dengan Terlaing. Jadi jika satu masyarakat diobrak-abrik tentu berdampak ke masyarakat lain.

Demi terhindar dari konflik horisontal, lanjutnya beberapa waktu lalu forum pemuda membuat aduan ke Polres Mabar. hingga hari ini belum ada perkembangan atas aduan tersebut.

Diketahui Beberapa hari lalu Doni Parera melapor balik tokoh-tokoh adat ke Polres Manggarai Barat, dengan nomor: LP/B/182/11x1/2021/SPKT/REs Mabar/POLDA NTT.  

"Masyarakat jadi bingung.  Kami  bertanya, mengapa laporan kami tidak ada lanjutan sementara pihak Parera diterima. Masyarakat adat masih menunggu  laporan kami. Mohon pihak Polres bijak dalam hal ini. Tetapi kami siap hadapi LP Parera biar duduk persoalan jelas," tambah Agus Albu.

Agus menyayangkan pernyataan kuasa hukum Parera, Dr Laurentinus Ni, yang dimana pernyataan Laurentinus fokus pada narasi video.

"Kalau sebatas isi video itu,  tidak ada persoalan. Tapi bukan itu titik soalnya. Tampaknya saudara ini  minim data dan dokumen sehingga dia asal lapor saja ke polisi," tambah Agus Albu.

"Jika saudara ini orang Manggarai dan tahu adat Manggarai, pernyataan saudara Parera ini "Purak Mukang, Wajo Kampung" artinya orang luar yang masuk kampung orang lain  dan mengacaukan warga kampung. Semestinya saudara Ni, mengingatkan kliennya yang bukan warga adat setempat bahwa bagi orang Manggarai apa yang dilakukan Parera itu berbahaya. Mestinya menyampaikan kepada kliennya bahwa jika bukan warga adat dan tidak tahu adat, haruslah bersikap hati-hati. "Wada" (ucapan sakral) di depan compang, meski compang itu hanya akal-akalan, itu Pemali. Itu merusak nilai sakral adat," tambah Agus Albu.

Persoalan lain yang mengundang keresahan, lanjut dia adalah pernyataan Doni Parera yang mengatakan bahwa pelabuhan multipurpose Wae Kelambu,  yang menjadi kebanggaan masyarakat Mabar itu, bermasalah.

"Masalahnya apa? Lagi-lagi orang ini diduga beraksi untuk merepotkan pembangunan Mabar", jelas Agus Albu .

Presiden beberapa waktu lalu meresmikan pelabuhan Multipurpose Wae Kelambu,  dalam peresmian itu dihadiri tua golo Lancang Pemilik Ulayat Menjerite dan Bonefasius Bola pemilik ulayat Nerot.

" Ini simbol dan pratanda kehadiran dua tokoh ini di atas tanah Ulayat mereka.  Pelabuhan Wae Kelambu berada di dua wilayah ini",kata Agus Albu.

"Parera ini, orang dari luar dan   benar-benar jadi penghambat pembangunan Mabar," tambah Agus Albu.

Agus Albu menduga peta palsu milik Bonefantura Abunawan yang memasukan Lingko Nerot dan Menjerite.

"Tampaknya orang ini terkena ilusi peta palsu Bonafantura Abunawan yang memasukan Lingko Nerot dan Menjerite, tempat pelabuhan multipurpuse masuk Ulayat Mbehal. Lantaran kasus ini ia dipenjarakan dan sekarang masih menyandang kasus tersangka," ucapnya.

Senada dengan itu Hendrikus Jempo Tua Gendang Terlaing mengatakan bahwa jika Pelabuhan Wae Kelambu diklaim milik masyarakat adat Mbehal, itu tidak masuk akal.

"Klaim pelabuhan Wae Kelambu milik masyarakat adat Mbehal tidak masuk akal. Peta  rekayasa " Wau Pitu Gendang Pitu" dengan memasukan tanah adat masyarakat Lancang Menjerite milik Ulayat Mbehal tidak masuk akal. Masyarakat adat Mbehal itu berada jauh dibalik gunung dan antara Mbehal dengan Menjerite dan Nerot dilewati  masyarakat adat Wangkung, Rareng, Rai, Terlaing, Tebedo. Setiap kampung adat ini ada gendang dan lingkonya. Jadi tidak mungkin Mbehal yang dibalik gunung klaim lingko Menjerite dan Nerot milik Mbehal,"ujar Hendrik Jempo, tua gendang Terlaing. (Paul). ***

RELATED NEWS