HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Hari Minggu Paskah VI, 05 April 2024

redaksi - Sabtu, 04 Mei 2024 17:15
HOMILI Pater Gregor Nule SVD, Hari Minggu Paskah VI, 05 April 2024Pater Gregor Nule SVD (sumber: Dokpri)

 KASIH SEJATI DASAR HIDUP PARA MURID KRISTUS

 (Minggu Paskah VI: Kis 10:25-26.34-35.44-48; 1Yoh 4:7-10; Yoh 15: 9-17)

Ilustrasi 

Seorang pria berusia 85 tahun terus-menerus memegang tangan isterinya ke mana pun mereka pergi. Seorang pemuda telah lama memperhatikan keduanya. Mungkin karena tidak mengerti ia mendekati mereka dan bertanya kepada kakek itu, “Mengapa perhatian ibu ini aneh sekali. Dia tidak memperhatikan siapa pun, termasuk opa sendiri?” 

Pria itu menjawab, “Dia menderita alzheimer. Dia lupa ingatan”.  Pemuda itu bertanya lagi, “Apakah dia akan merasa khawatir dan takut jika opa melepaskannya?”  Pria itu menjawab, “Tidak, karena dia tidak ingat lagi. Dia tidak tahu siapa saya, dan sudah tidak mengenali saya lagi selama beberapa tahun terakhir ini”. 

Pemuda itu terkejut dan berkata, “Dan opa masih saja setia membimbing dan menemaninya setiap hari meskipun dia tidak mengenal opa lagi…?” 

Pria itu tersenyum dan menatap mata orang muda itu lalu berkata, “Dia memang tidak tahu siapa saya.  Tapi, saya tahu siapa dia. Dia adalah  isteri saya selama 55 tahun ini”. 

Tanpa sadar mata orang muda itu berkaca-kaca karena tetesan air mata. Ia sungguh terharu mendengar ungkapan hati bapak tua itu…..”. 

Dan, dengan suara bergetar ia berkata, “sungguh mengagumkan kasih cinta kedua orang tua yang sudah sangat lanjut usia ini”.

Refleksi 

Bacaan-bacaan hari ini menegaskan bahwa kasih bersumber pada Allah, karena Allah pada hakekatnya adalah Kasih. 

Manusia diciptakan karena kasih dan ia diciptakan untuk mengasihi. Manusia telah lebih dahulu mengalami kasih Allah dan karena itu, ia dipanggil untuk menghayati dan membagikan kasih itu kepada sesama. Karena itu, kasih Allah juga merupakan dasar hidup manusia. 

Santo Yohanes berkata, “Sebab kasih itu berasal dari Allah, dan setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah”, (1Yoh 4:7). Mengenal Allah berarti  mengimani  dan mengasihi Allah.

Dan, penyakit yang paling parah yang sering diderita manusia adalah “merasa tidak dicintai lagi”. Orang yang tidak mengalami kasih sulit  mengasihi dan mengungkapkan sikap-sikap dan perbuatan yang didasarkan pada kasih.

Atau, dalam bahasa santo Yohanes,”Siapa saja yang tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah”, (1Yoh 4:8). Orang tersebut tidak mengasihi Allah dan sesama manusia lain di sekitarnya. Hatinya tertutup terhadap Allah dan orang lain. Ia hanya hidup bagi diri sendiri.

Karena itu, ada beberapa pesan yang perlu kita renungan pada hari ini.

Pertama, orang yang mengasihi secara sejati memandang dan memperlakukan orang lain sebagai  teman yang sederajat atau sahabat, dan bukan sebagai hamba apalagi budak. 

Yesus memperlakukan dan menyebut murid-murid-Nya sahabat dan bukan hamba. Sebab bagi Yesus seorang hamba tidak mengetahui apa yang dilakukan tuannya. Sebaliknya, Yesus, Guru dan Tuhan, telah memberitahukan kepada murid-murid-Nya segala sesuatu yang telah Ia dengar dari Bapa, (bdk. Yoh 15:14-16).  Semua murid Yesus adalah sahabat-Nya. 

Di sini, Yesus menghendaki agar kita, para pengikut-Nya, membangun dan relasi persaudaraan dan hidup dalam persekututan.  Tidak ada tuan dan penguasa atas yang lain, dan sebaliknya, tidak ada pula hamba yang berbakti dan melayani yang lain.

Kedua, orang yang sungguh mengasihi rela berkorban demi kebaikan dan kebahagiaan dia yang dikasihi. Yesus rela berkorban dan menyerahkan diri sampai mati di salib semata-mata karena kasih kepada umat manusia dan kesetiaan kepada kehendak BapaNya.

Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya”, ( Yoh 15:13).

Yesus meminta agar kasih yang dipraktekkan dalam hidup sehari-hari bukan untuk mencari pujian atau nama besar atau kemuliaan diri. Kita dipanggil untuk saling melayani sebagai ungkapan kasih sampai merasa sakit. Atas dasar kasih kita rela berkorban demi kebaikan dan kebahagiaan orang yang dikasihi, dalam keadaan apa pun, sehat atau pun sakit,  sebagaimana yang ditunjukkan oleh pasangan dalam ilustrasi di atas. 

Kasih yang sejati mesti cuma-cuma tanpa mengharapkan balasan apa-apa. Maka sangat disayangkan dan tidak kristiani jika orang melayani dan melakukan sesuatu bagi yang lain dengan perhitungan dan kepentingan tertentu. 

Ketiga, ungkapan kasih sejati ditujukan kepada semua orang, tanpa membeda-bedakan warna kulit, ras, suku dan bangsa. Yesus mengutus para rasul dan murid-murid-Nya untuk mewartakan khabar sukacita dan menawarkan keselamatan kepada semua bangsa, tanpa kecuali. Bagi Allah semua manusia sama. Allah tidak pilih kasih dan juga tidak memiliki anak manis. 

Allah membuka pintu kerajaan surga bagi semua orang yang suci hatinya, bertakwa dan tekun melakukan perbuatan-perbuatan kasih. 

Sebagai Gereja, kita pun hendaknya membuka pintu hati bagi siapa saja, tanpa membeda-bedakan dan memisah-misahkan. Sering orang  bicara tentang orang asli dan pendatang. Orang asli punya hak dan kuasa lebih besar dibandingkan pendatang. Orang juga bicara tentang orang gunung dan pantai, orang kota dan kampung, orang dekat dan orang jauh, orang dalam dan orang luar. Cara pandang demikian bukanlah cara pandang pengikut Kristus sejati.

Mari kita mohonkan rahmat Rohkudus agar mengubah dan menguasai hati kita sehingga hidup kita sungguh menampakkan kasih Allah bagi dunia dan seluruh umat manusia. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati kita. Amen. 

Kewapante, Minggu, 05 Mei 2024

P. Gregorius Nule, SVD

RELATED NEWS