Saat Presiden Resmikan Pelabuhan Waekelambu, Masyarakat Adat Mbehal Merintih Karena Telah Ditipu Mafia Tanah

redaksi - Kamis, 14 Oktober 2021 18:09
Saat Presiden Resmikan Pelabuhan Waekelambu, Masyarakat Adat Mbehal Merintih Karena Telah Ditipu Mafia TanahPresiden Jokowi sedang meresmikan Pelabuhan Waekelambu, Labuan Bajo, Kamis (14/10) (sumber: Kominfo Mabar)

LABUAN BAJO (Floresku.com) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini, Kamis, 14 Oktober 2021 melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Labuan Bajo, Manggarai Barat.

Presiden Jokowi melakukan kunker ke Labuan Bajo dalam rangka meresmikan beberapa proyek.  Salah satunya adalah Pelabuhan Multipurpose Waekelambu Labuan Bajo. 

Proses peresmian Pelabuhan Multipurpose Waekelambu ini pun berjalan aman sampai selesai. Namun, pada saat prosesi peresmian pelabuhan yang megah itu ada rintihan masyarakat adat Mbehal  yang mendiami wilayah di sekitar pelabuhan tersebut. Jarak mereka dengan Presiden Joko Widodo, tak jauh, kira-kira sepelemparan batu.

Baca juga: Batal Menikah, SB Gugat Calon Istri Bersama Keluarganya ke Pengadailan

Berikut adalah keluh kesah dari masyarakat adat yang mengakui sebagai pemegang hak ulayat dari tanah Merot termasuk lahan Pelabuhan Petikemas.

Yosep Serong sebagai perwakilan dari Gendang Mbehal mengatakan “berdasarkan amanat nenek moyang kami yang sampai saat ini kami kukuhkan dalam hati bahwa Mbehal itu ada hak ulayat dengan titik-titik batasannya yang masih jelas dalam dokumen saya.”

“Dalam bahasa Manggarai, nenek moyang dulu mengatakan bahwa lami dia tana pati, riang dia tana tiba. Serong dise Empo, mangkeng dise ame. Neka bangga ladang, neka bengge lance"

Baca juga: Siang Ini, Presiden Jokowi Resmikan Penggabungan Pelindo dan Terminal Multipurpose Wae Kelambu, Labuan Bajo

Yosep mengatakan bahwa “pribahasa itu adalah pesan yang disampaikan oleh nenek moyang kami agar tanah yang sudah mereka berikan harus dijaga sampai kapan pun”.

Perwakilan masyarakat adat Mbehal sedang berkeluh kesah soal penipuan yang dilakukan oleh tua golo palsu dan para mafia tanah. (Foto: Tedy)

"Namun, tahun demi tahun, ada perubahan dan perkembangan. Kami berjumpa dengan tiga orang dari Rangko, atas nama Semahi, Raja dan Kanu menyampaikan bahwa Rangko tanah Menjerite dengan bahasa Manggarai mancak wa gerak eta. Entah siapa yang melakukan itu tidak jelas. Sehingga saya mengkomandoi semua rakyat Mbehal untuk menelusuri kebenarannya. Ternyata sampai di sini kami lihat,  yaitu 2009 benar bahwa semua tanah ini dimiliki oleh orang-orang yang tidak jelas".

Berhadapan dengan persoalan ini saya mengambil langkah untuk pergi ke Rangko dan mendekati Dula Duwa. Dula Duwa menjawab dan mengakui bahwa hal itu benar karena para pembeli mengakui bahwa dirinya sebagai tua golo atau fungsionaris adat. Saya bilang ini tidak benar karena Dula Duwa ini pendatang".

Baca juga: FMPL Dan Pelaku Pariwisata NTT: Presiden Jokowi Harus Evaluasi Pembangunan Pariwisata Super Premium

“Setelah perjumpaan itu saya amanatkan kepada masyarakat Mbehal agar menetap di sini. Namun, tidak henti-hentinya hadir banyak para mafia tanah dengan caranya memunculkan banyak sertifikat tanah dari tua-tua adat asal-asalan. Jadi sumber perolehannya tidak jelas. Makanya kami sangat tantang hal-hal seperti itu.”

"Selanjutnya keluhan berkaitan dengan hal ini kami sampaikan kepada Pemerintah, tapi tidak ada realisasi sama sekali. Hingga sampai saat ini, saya masih diselimuti beban besar berkaitan dengan amanat-amanat nenek moyang saya juga teriakan-teriakan dari generasi. Saya sekarang ke mana untuk menyelesaikan persoalan ini"

"Oleh karena itu, bertepatan dengan munculnya Bapak Presiden Jokowi pada hari ini, saya sangat mengharapkan bahwa dengan diresmikannya Pelabuhan Multipurpose Waekelambu Labuan Bajo pada hari ini agar menelusuri jejak para mafia tanah itu. Sehingga kita bisa mencuci bersih sertifikat-sertifikat tanah yang kotor itu. Itu yang saya harapkan. Mudah-mudahan beban yang sudah lama ada di pundak kami selama sepuluh tahun ini, dengan hadirnya pak Jokowi di Menjerite agar menolong kami masyarakat Mbehal ini di mana tanah kami sudah dikuasai oleh para mafia tanah," ujarnya.

Baca juga: SENDAL SERIBU, Kamis, 14 Oktober 2021: Menatap Yesus Dalam Diri Sesama dengan Tatapan Maria

"Berikutnya ada tiga mukang-tiga riang yang mendiami hak ulayat ini, tapi itu semua ada di bawah kekuasaan hak ulayat Mbehal termasuk Menjerite ini. Karena Mbehal ini jelas ada Gendang One, Lingkon Pe'ang. Natas Labar, Wae Teku. Dan ulayat ini sudah diketahui oleh enam ulayat  se-kecamatan Boleng. Adapun yang muncul ke delapan dan seterusnya, itu semua pembohong. Nelayan-nelayan yang mengakui fungsionaris adat pembohong semua itu, pendatang"

“Mungkin ada yang lain mengakui bahwa dirinya fungsionaris adat, itu semua bohong. Karena itu saya minta kepada Bapak Presiden, tolong Presiden untuk memperhatikan keresahan-keresahan yang saya alami, karena masyarakat saya sudah terlarut dalam beban,” tutup Yosep Serong.

Salah satu masyarakat Mbehal yang mendampingi Bapak Yosep Serong menambahkan bahwa mamanya dulu hidup dan tinggal di sini, yaitu di Gua Mbako.

"Mama saya dulu tinggal di sini, yaitu di Gua Mbako. Kerja tanah ini sebagi hak waris dari nenek moyang mereka. Sayangnya kami generasi yang adalah hak ulayat tanah ini diinjak-injak oleh orang yang pintar, oleh mereka yang punya duit"

"Untuk itu kami sangat mengharapkan kepada Bapak Presiden Jokowi agar memberikan keadilan bagi kami generasi Mbehal"

Yosep kembali menjelaskan bahwa tanah pelabuhan Petikemas yang diresmikan oleh Bapak Jokowi pada hari ini adalah tanah hak ulayat masyarakat Mbehal.

"Tanah Pelabuhan Petikemas adalah haknya ulayat Mbehal. Karena dikuasai oleh mafia tanah, maka lokasi itu sudah dijual orang. Kemana kami, karena ini sudah disertifikat lengkap tanpa sepengetahuan masyarakat Mbehal", tambah Yosep.

Selain itu, Doni Parera yang selalu bergerak dalam dunia sosial mengatakan bahwa pada hari ini Bapak Presiden Jokowi meresmikan Pelabuhan Multipurpose, namun sepelemparan batu dari pelabuhan tersebut ada masyarakat yang tertindas, tanah leluhurnya dirampok. 

Pencurian itu diakui oleh negara melalui penerbitan sertifikat. Jadi, jika pemerintahan Jokowi tetap bertekad memberantas para mafia tanah saat ini, maka tempat ini dan saat ini menjadi kesempatan yang tepat. Karena lahan yang diresmikan itu bermasalah-cacat prosedur karena diperoleh bukan dari hak ulayat yang sah. Jadi, itu yang menjadi perhatian dari hak ulayat di sini. 

Doni dan warga masyarakat adat Mbehal itu sangat berharap, bahwa suara rintihan dan keluh kesah mereka terdengar oleh Presiden Jokowi.  Kalau sampai hal itu terjadi, barisan para tua golo palsu dan mafia tanah di Labuan Bajo bersiap-siap menanggung risikonya. (Tedy N).

Editor: Redaksi

RELATED NEWS