Jelang Wisuda Lulusan, Unika St Paulus Ruteng Gelar Webinar 'Merdeka Berkreasi di Era Digital'

redaksi - Rabu, 10 November 2021 15:09
Jelang Wisuda Lulusan, Unika St Paulus Ruteng Gelar Webinar 'Merdeka Berkreasi di Era Digital'Dr. Marianus M. Tapung, S.Fil., M.Pd (pemateri) dan Chrispinus H. Jebarus, M.Th. (moderator). (sumber: Seksi Publikasi Unika St Paulus Ruteng)

RUTENG (Floresku.com) - Universitas Katolik Indonesia (Unika) St Paulus Ruteng, Kabupaten Manggarai menggelar Webinar bertajuk “Merdeka Berkreasi di Era Digital", pada Rabu 10 November 2021.

Rudy Ngalu dari Seksi Publikasi Unika St. Paulus Ruteng menerangkan bahwa acara Webinar digelar dalam rangkaian acara Wisuda Sarjana dan Ahli Madya Tahun 2021 yang akan digelar pada 13 November 2021 mendatang.

Webinar yang menampilkan pembicara tunggal, Dr. Marianus M. Tapung,  dipandu oleh Chrispinus H. Jebarus dan diikuti oleh semua calon wisudawan, para pemerhati sosial dan ratusan masyarakat luas.

‘Human Capital’, Modal Utama  Era Transformasi Digital

Saat membuka kegiatan Webinar, Theresia Alviani Sum Ketua Panitia Wisuda Sarjana dan Ahli Madya Unika St Paulus Ruteng Tahun 2021 menerangkan arti penting pelaksanaan webinar dalam rangkaian acara wisuda tahun ini.

“Webinar yang dibawakan oleh Dr Marianus M. Tapung, dengan tema ‘Merdeka Berkreasi di Era Digital’  ini sangat penting untuk diikuti oleh para wisudawan, karena dunia nyata berbeda dengan dunia perkuliahan. Dunia nyata akan selalu menuntut kita untuk belajar dan berkreasi,” imbuhnya.

Dosen pada Prodi PG PAUD  tersebut mengharapkan agar para calon wisudawan memetik pesan penting dari materi yang dibawakan.

“Saya berharap mahasiswa bisa memetik pesan penting dari materi webinar ini bahwa modal utama kita pada era transformasi digital ini adalah “Human Capital”. Kompetensi tentu bukan lagi privilese kaum tertentu. Kondisi ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan bagi kita. Jadi tantangan bila kita berhenti belajar. Jadi peluang jika kita memiliki kemauan untuk terus belajar dan berkreasi. Dunia nyata akan selalu menuntut kita untuk belajar dan berkreasi," tutupnya.

Merdeka Berkreasi Berbasis Human Capital di Era Transformasi Digital

Sementara itu, Dr. Marianus M. Tapung  dalam pemaparannya  menunjukkan hubungan erat antara transformasi digital dan sumber daya manusia atau human capital. 

Ia mengatakan, transformasi digital tanpa dukungan human capital adalah absurd. Demikian pula human capital tanpa transformasi menjadi tidak bermakna atau omong kosong. Dasar kemerdekaan sebagai manusia Indonesia di era digital ini ketika human capital sudah dipersiapkan dengan baik dan matang.

"Jadi, Human capital menjadi syarat mutlak atau ‘Conditio Sine Qua Non’ dalam bertranformasi Digital di mana saja," jelasnya.

Dr. Marianus M. Tapung menegaskan hal itu dengan merujuk pada peringkat Human Capital Index Score Indonesia yang menempat urutan ke-87, dengan point 0.54. Skor dan urutan ini, lanjutnya, jauh di bawah Singapura dan Jepang yang berada pada peringkat 1 dan 2, dengan masing-masing skor: 0,88 dan 0,84. Sementara di antara negara ASEAN, Indonesia berada di urutan ke-6, setelah Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Masih rendahnya HCI ini terkonfirmasi juga oleh data masih rendahnya kesiapan masyarakat Indonesia dalam bertransformasi digital.

"Dari 202 juta penduduk Indonesia yang menggunakan internet, baru 27% yang telah memiliki strategi transfromasi digital yang menyeluruh dan menggunakan internet untuk kepentingan produktif. 51% masyarakat yang tengah menjalani strategi transformasi digitial yang spesifik, artinya masih mencari formula untuk mennggunakan untuk kepentingan produktif. Dan masih 22% masih memiliki strategi transformasi digital yang terbatas atau atau belum memiliki strategi sama sekali. Artinya, menggunakan perangkat digital untuk kepentingan ekspresi atau atualisasi diri atau sekedar memudahkan komunikasi," ungkap Alumnus Program Doktoral Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Hal ini, lanjutnya, berbanding terbalik dengan negara Singapura dan Jepang yang kesiapan transfromasi digital sudah menyentuh 95%. Sehingga jangan heran dua negara Asia ini sudah mengganggas lebih cepat tentang masyakat 5.0 atau Society 5.0. Dengan kondisi kesiapan yang belum mencapai 70%, maka Indonesia sebenarnya belum cukup siap untuk memwacanakan masyarakat 5.0, kalau tidak mau dikatakan sebagai negara bermasyarakat Industri 4.0 yang belum selesai alias prematur.

Begitu pentingnya isu Human Capital ini, lanjut Dr. Marianus, maka pemerintah Jokowi sudah memiliki strategi untuk mempercepat transformasi digital ini dengan mengambil 5 langkah akselerasi transformasi digital sebagai berikut.

Pertama, percepat integrasi Pusat Data Nasional; Kedua, Siapkan kebutuhan SDM bertalenta digital untuk mendukung transfromasi digital; Ketiga, menyiapkan regulasi, skema-skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital secepatnya; Keempat, siapkan peta jalan (roadmap) transportasi digital di sektor-sektor strategis, baik di pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan penyiaran; Kelima, segera melakukan percepatan perluasaan akses, dan peningkatan infrastruktur digital, serta percepatan penyediaan layanan internet di 12.500 desa atau kelurahan, serta di titik-titik pelayanan publik.

"Semua langkah ini harus didukung oleh gencarnya edukasi dan literasi digital pada untuk berbagai segmen, masyarakat biasa, masyarakat didik, dari kota sampai ke pelosok desa/kampung. Literasi mengenai isu keterampilan digital, budaya digital, etika digital, dan keamanan digital menjadi materi-materi yang harus diintensifkan dalam setiap kegiata edukasi dan literasi," cetusnya.

Sementara itu Dr Mantovanny mengajak calon para wisudawan/wati, agar bisa ‘survive’ di era tranformasi digital ini. Untuk itu, perlu memiliki keutamaan-keutamaan, seperti: Pertama, digital mindset, yakni cerdas memanfaatkan teknologi dalam rangka efektivitas dan efisiensi di dunia kerja; Kedua, brave to be different. Berani untuk berbeda, berpikir alternatif, berinovasi, baik dalam berpikir, membuat kebijakan maupun penampilan; Ketiga, inclusive, tidak berperan sebagai seorang “Boss” namun dapat berperan sebagai leader, mentor dan rekan, teman; Keempat, observer dan active listener, yakni memiliki kedekatan dengan masyarakat, rekan kerja, kawan, siswa secara langsung maupun melalui media sosial; Kelima, agile, yakni cepat beradaptasi dan responsive terhadap perubahaan.

Demi mendukung keutamaan ini, kata Dr. Mantovanny, para calon sarjana mesti memiliki: Pertama, memiliki karakter positif dan khas, baik secara individu, komunitas (kelompok), dan kebangsaan (nasional). karakter yang dibangun untuk melawan stereotype atau anggapan salah tentang bangsa, komunitas dab diri selama ini. 

Kedua, kreatif dan produktif dalam menciptakan karya-karyadan konten asli anak bangsa. karya-karya tersebut menjadi warisan (legacy) yang akan menjadi alternatif konsumsi generasi muda saat ini dan masa depan. 

Ketiga, kritis dan etis; mampu membedakan mana yang benar dan salah, yang baik dan buruk, memberi solusi bila ada masalah, dan menyampaikan pikiran secara santun di berbagai situasi dan media. 

Keempat, berani berkolaborasi; saling mengisi satu sama lain dan mampu saling melengkapi di antara komunitas (kelompok) yang berbeda untuk kepentingan bersama. Keenam, konektivitas, senantiasa terhubung satu sama lain dan selalu mengakses konten-konten kreatif yang ada guna memperluas jaringan komunikasi yang tidak terbatas ruang dan waktu. Namun tetap positif dalam berkarakter melalui kecanggihan teknologi.

Mengakhiri pembicaraannya dengan mengutip buku ‘Blue Ocean strategy’  karya W. Chan Kim & Renee Mauborgne, Mantovanny menitip strategi kepada para calon sarjana dalam menghadapi tantangan tranformasi digital pada era saat ini.

“Pada era tranfromasi digital ini, jika anda merasa tidak bisa bersaing dalam sebuah kompetisi, keluarlah dari kompetisi tersebut. Ciptakan kompetisi baru di mana anda bisa menjadi pemenangnya. Hindari Red Ocean, kondisi di mana adanya persaingan sangat ketat dan saling menjatuhan untuk mengejar juara dengan kompetitor lain. Ciptakan kebutuhan dari orang lain, dan tugas anda memenuhi kebutuhan tersebut. Sampai suatu saat orang lain sangat membutuhhkan/tergantung pada anda. Saat itulah anda jadi pemenang dan mengalami kemerdekaan. Rubahlah kompetisi menjadi sebuah kolaborasi. Kolaborasi harus menjadi warisan (legacy) bagi peradaban baru (habitus baru). Persiapkan kapasitas dan kapabilitas diri (karakter), kreativitas, kritis-etis, kolaborasi, dan konektivitas," pungkasnya.

Untuk diketahui, pemaparan materi dalam webinar mendapat sambutan antusias dari peserta. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan diskusi yang disampaikan, baik melalui fitur chat maupun secara langsung. (Jivansi) ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS