YAI Gandeng Dinas Pertanian Matim untuk Lancarkan Program VICRA

redaksi - Jumat, 13 Mei 2022 19:30
YAI Gandeng Dinas Pertanian Matim untuk Lancarkan Program VICRAPeserta Program VICRA yang diselenggarakan YAI dan Dinas Pertanian Kabupaten Matim di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Selasa, 10 Mei 2022 (sumber: Tim YAI)

BORONG (Floresku.com)-Yayasan Ayo Indonesia (YAI) bersama Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur melaksanakan Program Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions (VICRA) yaitu mengidentifikasi dampak dari perubahan iklim dan kapasitas pada komunitas adat di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur pada Selasa, 10 Mei 2022.

Rikhardus Roden, selaku Fasilitator diskusi menjelaskan bahwa tujuan kegiatan hari ini yakni untuk menyebarluaskan informasi tentang perubahan iklim, mengidentifikasi dampak dari perubahan iklim yang dialami oleh komunitas adat Nelo pada sektor pertanian dan potensi apa saja yang dimiliki sebagai kekuatan guna menentukan tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim.

Kemudian, mendorong masyarakat berpartisipasi untuk menyuarakan isu perubahan iklim berdasarkan hasil identifikasi dampak dari Perubahan Iklim dan analisis tingkat kerentanan di tingkat komunitas.

"Pemerintah Desa Golo Ngawan, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi acuaan dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi ketahanan iklim sehingga komunitas juga bisa memiliki ketahanan, baik di bidang ekonomi maupun pangan di masa Perubahan Iklim yang sedang berlangsung," jelasnya.

Kegiatan diskusi dalam   dalam Program VICRA yang diselenggarakan YAI dan Dinas Pertanian Kabupaten Matim di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar,  Selasa, 10 Mei 2022. (Sumber:Tim YAI)

Selain itu, isu perubahan iklim akan didorong untuk menjadi arus utama dalam RPMJD/APBD dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan RPJMdes/APBDes dari Pemerintah-Pemerintah Desa di Kabupaten Manggarai Timur.

Untuk itu Rikard berharap "kepada para peserta yang hadir pada diskusi ini untuk secara terbuka mengungkapkan fakta-fakta atau persoalan-persoalan yang sudah sedang terjadi di sektor pertanian sebagai akibat dari Perubahan Iklim," harapnya.

Florianus Hasi, District Officer program VICRA (Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions) di Kabupaten Manggarai Timur secara singkat menjelaskan terkait kenapa isu perubahan iklim harus dibicarakan bersama dengan semua pemangku kepentingan dan apa itu perubahan iklim.

Ia menjelaskan berdasarkan hasil kajian, di mana BPN/Bappenas menetapkan Kabupaten Manggarai Timur sebagai Kabupaten super prioritas untuk melaksanakan aksi pembangunan berketahanan iklim sebab telah terjadi perubahan iklim yang akan berdampak kepada menurunnya produksi pangan khususnya padi.

"Potensi kerugian yang ditimbulkan dari perubahan iklim dalam bentuk penurunan hasil padi di NTT secara keseluruhan, berkisar 10,1 hingga 17 persen sehingga kita semua harus duduk bersama untuk mengatasinya agar tidak terjadi krisis atau kelangkaan pangan utama, yaitu beras saat ini dan di masa depan," jelasnya.

Menurut Flori, terkait cuaca dan iklim berbeda definisinya. Cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu wilayah untuk periode waktu yang singkat, jam atau hari sementara iklim menggambarkan kondisi atmosfer. 

Rata-rata pada suatu wilayah untuk periode waktu yang cukup lama, biasanya sekitar 30 tahun dipengaruhi oleh interaksi atmosfer, daratan, dan lautan.

"Cuaca lebih bersifat sesaat, sedangkan iklim lebih bersifat pengulangan (pola) untuk periode waktu yang panjang. Unsur-unsur dari iklim dan cuaca adalah awan, angin, sinar matahari, hujan, kelembabanz dan suhu udara. Kita lebih mengenal cuaca daripada iklim," jelasnya lagi.

Kesimpulan Flori, perubahan iklim adalah perubahan pada pola dan itensitas unsur iklim tadi pada periode waktu yang lama kurang lebih 30 tahun. 

Menurut Panel antar pemerintahan tentang perubahan iklim (IPCC) menegaskan perubahan iklim telah tejadi, di mana indikasinya adalah suhu udara meningkat, angin kencang, kenaikan tinggi permukaan air laut, dan hujan dengan intesitas tinggi.

"Perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya karbondioksida (C02) dan Metana (CH4) di atmosfer yang berasal dari kegiatan-kegiatan manusia seperti asap dari kendaraan, pabrik, pembakaran lahan pertanian, dan peternakan," pungkasnya.

Sementara itu, Benyamin Dansis, Kepala Bidang Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian dan Perizinan Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur mengatakan berdasarkan data produksi padi pada periode tahun 2019-2021, produksi padi menunjukkan kecenderungan menurun sebesar 18,24 persen  atau 23‘981 ton,  dari 131‘492,40 ton turun ke 107‘510,45 ton. 

"Hal ini disebabkan oleh terjadi kekeringan pada petak sawah akibat dari rusaknya jaringan irigasi saat banjir pada musim hujan, musim kemarau yang semakin lama kurang lebih delapan bulan di sebagian besar wilayah Kabupaten Manggarai Timur, dan serangan hama yang cukup tinggi," ungkapnya.

Ia menambahkan, di wilayah pantai utara sawah seluas 10 ha dan 3 Ha di Kota Komba, pada awal tahun 2022 terendam air akibat curah hujan tinggi dengan durasi lama. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya hama keong mas. Hama keong mas merusak tanaman padi pada saat memasuki fase vegetatif dan akhirnya petani mengalami gagal panen.

Akibat dari kekeringan itu kata dia, lahan sawah produktif, sebanyak 2.095,58 hektar dari Total 23.857,1 hektar lahan sawah produktif tidak dapat berproduksi atau gagal panen.

"Padahal selama ini Pemerintah Kabupaten berkomitmen untuk meningkatkan hasil padi melalui upaya ekstensifikasi lahan dan intoduksi benih-benih unggul dengan skema bantuan sehingga pertanyaannya reflektifnya apa tidak sebaiknya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan memberi perhatian serius akan isu perubahan iklim," ungkapnya.

Menurut Beni, dalam kebijakan APBD 2022 dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sudah dianggarkan untuk kegiatan penanggulangan dampak perubahan iklim pada sektor pertanian pangan dan perkebunan akan tetapi belum menyentuh secara mendalam pada kegiatan adaptasi dan mitigasi. 

Lebih lanjut Dia menerangkan, tidak hanya padi yang menurun hasilnya pada lima tahun terakhir, produksi kopi dan cengkeh juga cenderung mengalami penurunan karena musim kering telalu panjang dan curah hujan tinggi yang merusak bunga dan buah kopi.

Persoalan menurunya produksi padi, kopi dan cengkeh pada 5 tahun terakhir diakui oleh seluruh peserta diskusi.

Untuk diketahui, peserta yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut berjumlah 20 orang, 9 orang diantaranya adalah perempuan. 

Semua peserta bermata pencaharian petani dengan latar belakang pendidikan terakhir, antara lain 6 orang menamatkan Sekolah Menangah Atas (SMA), 2 orang Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 12 orang tamat Sekolah Dasar (SD). 

Kegiatan ini secara pendanaan didukung oleh Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. (Filmon Hasrin) ***

Editor: redaksi

RELATED NEWS