'Bertemu Tuhan di Tubuh', Refleksi Teologis Saat Sakit Covid-19 (Bagian 2)

Minggu, 18 Juli 2021 16:27 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

PENDETA.JPG
Dr. Mery Kolimon (Ketua Sinode GMIT) (Dokpri)

Oleh Pendeta Dr. Mery Kolimon (Ketua Sinode GMIT)

Cahaya Kasih Tuhan

PADA hari ketiga setelah dinyatakan positif, keadaan kami cukup berat. Seluruh badan sakit, tidak bisa makan minum, demam, mual, kulit kepala sakit. Sebagai Mama, saya susah mau urus diri atau urus suami, mau urus anak-anak atau perhatikan urusan-urusan gereja yang tidak bisa maksimal saya urus selama saya sakit. 

Ada banyak agenda pasca Siklon Seroja di GMIT yang perlu diurus. Sudah ada banyak rencana dengan mitra-mitra ekumenis dan jemaat-jemaat di berbagai pulau. Saya hampir menangis di tempat tidur. Ya Tuhan, kenapa ini saya alami? Saya sudah berpikir apa yang terjadi kalau saya tak bisa melewati Covid ini. Pikiran saya sudah ke mana-mana. 

Akan ada masalah besar di GMIT kalau saya tidak bisa menyintas Covid ini. Puji Tuhan dari kami lima MSH, tiga orang terinveksi di waktu bersamaan, dua orang masih sehat dan sekarang semua sudah membaik.

Di saat semua terasa sangat berat, saya bilang pada puteriku yang sedang susah makan: “Keadaan kita yang terinveksi Covid ini seumpama berjalan masuk sebuah lorong gelap tanpa kita tahu apakah kita akan pernah keluar dari lorong gelap itu dengan selamat. Meskipun sangat gelap, suatu saat kita akan melihat cahaya di ujung lorong, asal kita percaya bahwa ada cahaya di ujung lorong gelap itu. Ayo, usahakan tetap makan.” Dia menjawabku: “Mama analogi lorong gelap itu ngeri tetapi benar”. 

Kami mengalami cahaya kasih Tuhan dengan banyak cara. Banyak orang Tuhan utus untuk memberi perhatian, dukungan, dan kepedulian. Ada yang mengirim cahaya dalam bentuk ayat Alkitab dan pesan lewat WA yang sangat menguatkan; adik-adik saya di SoE kirim obat-obatan yang kami butuh; Om Elcid Lie dkk. Forum Academia NTT (FAN) selalu mengecek keadaan kami dan bertanya apa yang bisa dibuat untuk membantu; yang lain mengirim obat herbal; Puskesmas Oepoi selalu kontak dan tanya keadaan kami; Pak Gubernur NTT menelpon dan kirim obat Cina; Tanta Yo dari guest house Kantor Sinode memasak untuk kami selama seminggu; ada kawan yang kirim madu terbaik Pulau Timor; ada sahabat yang transfer uang dan bilang jangan pusing dengan pikir biaya pengobatan.

Itu sangat membantu saat saya harus antar suami ke rumah sakit dan kartu BPJS kami bermasalah. Buah dan sayur mengalir dari berbagai penjuru. Cahaya dan kehangatan cinta kasih, sungguh-sungguh kami alami di masa-masa gelap. Sampai sekarang kadang-kadang kami masih susah dengan mual, pening, dan gangguan tidur malam, tapi tiap-tiap hari kami mengalami Tuhan mengasihi kami. 

Terima kasih untuk semua yang berbagi cahaya dengan kami saat malam begitu pekat dan hidup seperti badai besar. (BERSAMBUNG)