Dokter Regina, Telah Tiada, RIP

Minggu, 08 Agustus 2021 16:25 WIB

Penulis:redaksi

Editor:Redaksi

dr Regina.JPG
Dokter Maria Regina Soetomo (FB/Regina Weta)

JAKARTA (Floresku.com) - Minggu, 8 Agustus 2021, sore sekitar pukul 13.30 WIB tersiar berita di berbagai akun media sosial kalau dokter Regina, seorang ‘tabib’ yang sanat populer di kalangan masyarakat Kabupaten Ende telah dipanggil Tuhan. Berbagai ucapan duka dan emoji tanda duka pun mengalir deras.

 Mengenai kepulangan Dokter Regina, seorang facebooker bernama Regina Weta mengunggah status demikian, “Dokter Maria Regina Soetomo. Semoga arwahnya di terima disisi kananMu Tuhan, Sedih sekali ketika mendengar kabar kalau dokter telah pergi selamanya.   Terim kasih dokter engkau sudah merawatku di saat aku sakit. Terima kasih atas kebaikanmu dan ketulusanmu yang sungguh luar biasa.”

Guru Kyokushinka

Sementara itu,  facebooker atas nama Karel Larni Lando menulis kenangan ata mengenai dokter Regina dengan sebuah tulisan berjudul “Kyokushinkai dan Dokter Maria Regina.” Karel menulis begini, “Selamat Jalan Pendiri Kyokushinkai seni bela diri full body contact, aliran karate Jepang. kyokushinkai adalah olahraga beladiri gaya pertarungan stand-up dan berakar pada filosofi peningkatan diri,disiplin dan keras dalam latihannya.”

“Dokter Regina sangat berjasa buat Masyarakat dan anak muda Ende dan telah memberikan jasa yang tidak pernah dilupahkan khususnya dari kami yang pernah menjadi muridnya. Beliau adalah Sensei Kyokhusinkai Ende.”

"Saya mengikuti latihan ini sejak saya di kelas satu Syuradikara. Semasa saya menjadi Ketua Presidium Asrama Syuradikara; dokter Regina mengizinkan saya untuk membuka latihan di Asrama Syurdikara dan saat itu berjalan secara baik dan dibantu oleh Sensei Robby Tjieputra. Kyokhushinkai telah membina mental anak anak Syurdikara saat itu dan telah membuat lulusan Karateka ini menjadi orang yang percaya diri, disiplin dan sehat. Salam hormat dari kami terhadap dokter Regina dan selamat Jalan Sensei. Ooshhhhhh......Dokter Maria Regina engkau adalah Guru dan Pahlawan Kesehatan Kabupaten ENDE.A hero is someone who has given his or her life to something bigger than one self ( Joseph Campbel)."

Kesaksian,  Gusti orang Lio

Kesaksian yang luar biasa mengenai sosok dokter Regina tercermina kuat dari tulisan Gusti Tetiro, seorang jurnalis yang suka disapa, “Gusti, Tetiro,  orang Lio.”  Gusti menulis artikel kenangannya akan sang ‘tabib’ dengan judul, ‘Dokter Regina.’ 

Sebagai penghargaan atas jasa dan budi baik dokter Regina bagi masyarakat Flobamora, terutama masyarakat Kabupaten Ende, redaksi menurunkan artikel Gusti secara utuh sebagai berikut:

"Dokter Gina. Begitu orang Ende menyapanya. Namanya adalah brand. Seperti majas metonimia. Sama seperti orang Flores menyebut Rinso untuk semua jenis deterjen. Honda untuk segala merek sepeda motor. Pepsodent untuk seluruh pasta gigi/odol. Dokter Gina adalah nama untuk dokter. Orang-orang di kampung-kampung di pedalaman Lio dan Ende selalu menyebut, “Ndua no lau dokter Gina si” (segera ke dokter Gina) sebagai saran dan rekomendasi bila ada warga yang sakit atau menderita salah satu (atau beberapa) penyakit.

Jauh sekali sebelum orang Ende dan Lio (mampu) mengirim anak-anak mereka ke fakultas kedokteran. Jauh sebelum kesadaran akan kesehatan dan higienitas modern. Jauh sebelum sekolah-sekolah kesehatan negeri dibangun di Flores. Dokter Gina telah menjadi dokter. Kesadarannya sederhana tetapi sangat penting: “di Jawa sudah banyak dokter, saya harus pulang ke Flores, ke Ende, di sana kehadiran saya lebih dibutuhkan.” Padahal di hadapannya ada beragam tawaran pekerjaan yang kiranya bisa membuatnya kaya secara finansial, mapan dalam kalkulasi ekonomi, dan berpeluang besar untuk bisa mengembangkan bisnis (kesehatan).

Dokter Gina mempersiapkan diri untuk pulang ke Ende. Salah satu persiapannya adalah: latihan karate. Untuk apa? “Jaga diri dari laki-laki yang besar-besar dan cenderung kasar”. Itu pengakuannya di salah satu channel Youtube. Itu juga artinya: di zaman ketika beliau masih menjadi dokter muda (tahun 70-an), Flores (Ende) masih didominasi oleh kekuatan laki-laki yang sangat berkuasa. Sekarang? Entahlah!    

Dalam profesinya sebagai dokter, yang tentu saja sangat prospektif itu, pemilik nama Maria Regina ini tidak pernah menyerahkan diri dan profesinya ke dalam industri (baca: bisnis). Dokter Gina memilih mengikuti panggilan hatinya: mengabdi di Ende (Flores). Mengabdi dalam arti yang sebenar-benarnya: melayani orang yang paling membutuhkan. Masuk keluar kampung-kampung mengajarkan pola hidup sehat, mengobati yang sakit. Orang Flores secara umum pada tahun-tahun itu (bahkan hingga beberapa tahun terakhir) tidak mempunyai uang cukup dan penghasilan yang tetap. (baca: di bawah garis kemiskinan!). Mereka datang ke dokter praktek dengan naturae: sayuran, ternak, dan hasil kebun lainnya. Untuk bayaran. Tepatnya, untuk ucapan terima kasih atas jasa dan obat yang diberikan.  

Hari ini, orang Ende dan Lio sudah ada yang menjadi dokter (belum bisa dikatakan banyak!), beberapa di antaranya telah dan sedang mempersiapkan diri menjadi dokter spesialis. Kebanyakan dari mereka di saat kelahiran dan masa kecilnya mendapatkan sentuhan tangan dingin Dokter Gina. Sudah seharusnya mereka menjadi dokter dengan ‘spritualitas’ pelayanan semulia Dokter Gina. Bukan malah sibuk pada pekerjaan yang tidak berurusan langsung dengan dunia kedokteran, misalnya politik atau bisnis!

Saya bisa membayangkan. Kalau Dokter Gina hanya ingin mengumpulkan kuasa dan harta. Mungkin bisa mendapatkan semua yang dirindukan politisi dan politisi berbulu birokrat saat ini. Dia bisa menjadi politisi, kalau mau. Bisa membangun banyak klinik dan apotek atas namanya, kalau mau.

Itulah Dokter Gina. Dia berbeda. Dia adalah ratu bagi hidupnya: memilih apa yang memang menjadi panggilan hidupnya. Tidak oportunistik! Sungguh, namanya telah melebihi brand. Namanya adalah tanda: regina, dalam bahasa Latin, berarti ratu. Dan, hari ini, Dokter Gina pasti telah dipeluk oleh Ratu Surga, Maria. Amin."