HOMILI, Hari Minggu Prapkasha II, 25 Februari 2024: Iman, Jaminan Kepastian Hidup dan Keselamatan Kekal

Sabtu, 24 Februari 2024 19:42 WIB

Penulis:redaksi

pater goris4.jpg
Pater Gregor Nule SVD (Dokpri)

 IMAN, JAMINAN KEPASTIAN HIDUP DAN KESELAMATAN KEKAL

 (Minggu II Prapaskah: Kej 22:1-2.9a-10,13,15-18; Rom 8:31b-34; Mrk 9:2-10)

Bacaan-bacaan pada hari Minggu prapaskah II ini mengajak kita untuk membangun iman yang benar kepada Allah sebagai jaminan akan kepastian hidup, serta penuntun kepada keselamatan kekal.

Manusia beriman selalu mengalami Allah sebagai Bapa yang penuh kasih setia dan rahmat. Allah  menjanjikan keselamatan bagi semua manusia dan Allah senantiasa setia pada janjiNya.

Sebaliknya, manusia dituntut untuk menanggapi kasih dan kesetiaan Allah dengan iman dan kepasrahan kepada Allah. 

Lalu kita bertanya, apa itu iman? Iman adalah satu-satunya jalan, melaluinya manusia memperoleh keselamatan. Iman tidak berarti menerima hal-hal tertentu sebagai benar, tetapi berpasrah diri sepenuhnya kepada Allah. Iman berarti pasrah, berserah diri tanpa syarat kepada Allah serta berpegang teguh pada janji keselamatan Allah. 

Atau dalam bahasa santu Paulus, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang dapat melawan kita”,(Rom 8:31). 

Di sini Paulus mau mengingatkan kita bahwa jika kita yakin akan Allah sebagai satu-satunya dasar dan panduan hidup kita maka tidak ada alasan bagi kita untuk takut atau ragu dalam hidup. Atau, tidak ada alasan apa pun bagi kita untuk tidak terus-menerus berjuang menjalani hidup kita, khususnya ketika berhadapan tantangan dan kesulitan-kesulitan.

Iman yang benar kita lihat dalam diri dan hidup Abraham. Abraham menjadi panutan dan model hidup orang beriman karena ia sungguh percaya pada janji Tuhan. 

Kendatipun ia dan isterinya sudah lanjut usia, tetapi Abraham yakin akan janji Allah bahwa dari keduanya akan datang bangsa yang besar seperti bintang di langit. Maka Ishak lahir sebagai bukti iman dan kesetiaan Abraham kepada Allah.

Ketika Allah meminta Ishak sebagai satu-satunya persembahan yang berkenan kepada-Nya, maka tanpa ragu apa pun Abraham rela memberikan anaknya yang tunggal kepada Allah. Allah melihat ketulusan hati Abraham dan memuji imannya. Allah memberikan seekor domba jantan, pengganti Ishak, sebagai persembahan yang bekenan.

Buah iman dan kepasrahan kepada Allah menjadikan Abraham sebagai bapak semua orang beriman dan sahabat Allah. Allah tidak pernah ingkar janji, demikian pun Abraham selalu setia dan berpasrah kepada Allah.

Injil Markus menampilkan peristiwa transfigurasi, di mana Yesus berubah rupa dan pakaianNya sangat putih berkilauan di hadapan ketiga rasul: Petrus, Yohanes dan Yakobus. Peristiwa ini menampilkan kemuliaan Yesus sebagai Anak Allah, disaksikan oleh Elia, Musa, dan suara dari langit yang berkata, “Inilah PuteraKu yang terkasih, dengarkanlah Dia”, (bdk. Mrk 9:7). 

Kehadiran Elia, Musa dan suara Bapa dari langit mewartakan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dan Anak Allah. Dialah  utusan Bapa untuk melaksanakan kehendak Allah, yakni menghadirkan kerajaan Allah di dunia dan menyelamatkan seluruh umat manusia. Yesus bukanlah sekedar seorang Rabi atau Guru. Ia adalah Putera Allah.

Suara Bapa dari surga juga meminta para murid agar mendengarkan dan mengikuti Yesus.  Sebab mereka sepertinya tidak mau turun lagi dari gunung. Mereka merasa sangat nyaman dan tidak mau turun lagi. Padahal tugas mereka bersama Yesus belum selesai.

Itulah sebabnya Petrus berkata,”Rabi, alangkah baiknya kita berada di tempat ini! Biarlah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia”,(Mrk 9:5).

Mendengarkan Yesus berarti mengarahkan perhatian kepada Yesus dan ajaranNya, mengikuti Yesus dan melaksanakan perintah-perintahNya sebagai jalan yang menjamin kepastian hidup dan menuntun kepada keselamatan. 

Mendengarkan Yesus berarti percaya dan taat kepadaNya, sebab Dia adalah Putera kesayangan Bapa. 

Sebaliknya kita dituntut hidup sebagai murid sejati yang senantiasa berjalan di belakang Yesus dan hidup menurut tuntutan-tuntutanNya, serta percaya kepadaNya.

Selama masa prapaskah kita diminta untuk terus menerus membangun iman yang benar kepada Yesus, meskipun banyak kali kita alami tantangan dan kesulitan yang membuat kita ragu-ragu dan bahkan bisa kehilangan iman.

Karena itu, kita hendaknya belajar dari Abraham untuk selalu percaya bahwa Allah tetap setia pada janjiNya dan penuh kasih kepada kita. Kita mesti tetap setia beriman kepada Allah dan tekun mendengarkan Yesus, PuteraNya yang terkasih. Hanya dengan demikian, kita tetap menjadi sahabat Allah. 

Ingatlah, seorang sahabat selalu diingat dan dikasihani Allah. Amen.

Kewapante, Minggu, 25 Februari 2024

P. Gregorius Nule, SVD. ***