Yesus
Sabtu, 14 September 2024 18:23 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
TUNJUKKANLAH IMANMU DALAM HIDUP SEHARI-HARI
(Minggu Biasa XXIV B: Yes, 50: 5 – 9a; Yak 2: 14-18; Mark 8:27 – 35)
Ilustrasi.
Ada seorang pemuda berusia 30 tahun dan alami cacat mental. Ibunya dengan penuh kasih sayang memelihara dan mendidiknya agar kelak ia bisa hidup mandiri.
Suatu hari si pemuda itu berkata, “Ibu, aku sangat senang melihat ibu tersenyum. Wajah ibu begitu cantik dan bersinar. Bagaimana caranya supaya aku bisa membuat ibu terus tersenyum setiap hari”.
Sambil tersenyum ibunya berkata, “anakku, berbuatlah baik setiap hari, maka ibu pasti akan terus tersenyum.” Pemuda itu berkata lagi, “Bagaimana caranya berbuat baik setiap hari, bu?”
Kata ibunya, “Kita bisa berbuat baik setiap hari melalui sikap yang baik dan kesediaan untuk bekerja sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab. Bantulah orang lain terutama orang lanjut usia, orang sakit, orang miskin atau orang-orang yang kesepian. Perlakukanlah orang-orang di sekitarmu seperti kamu membantu ibumu. Dan, ingat, catatlah di buku harianmu semua kebaikan yang dilakukan setiap hari”.
Setelah ibunya meninggal, pemuda itu ingin melihat ibunya tetap tersenyum di surga.
Maka setiap hari sepulang kerja dia tinggalkan rumah dan mengunjungi orang-orang di sekitarnya. Ia membantu para lanjut usia, memperhatikan anak-anak yatim-piatu, miskin dan terlantar, menemani mereka yang sendirian dan kesepian, dan membantu orang-orang sakit. Setelah lakukan sesuatu yang baik, ia selalu tulis di Buku Hariannya.
Dan, setiap hari ia selalu berkata dalam hati, “ibuku pasti tersenyum bahagia di atas sana karena aku selalu berbuat baik sesuai pesannya”.
Refleksi
Dalam hidup sehari-hari sering terjadi bahwa ada umat yang merasa cukup dengan menerima sakramen-sakramen. Ada yang buat lebih jauh lagi, menerima sakramen dan berusaha ungkapkan imannya lewat doa di rumah, misa di gereja, doa Rosario pada bulan Maria, berziarah ke gua Maria dan lain-lain.
Sebaliknya, ada juga umat yang lebih mengutamakan perbuatan baik tanpa harus berdoa, atau ikut misa di gereja, ikut katekese atau menjalankan kegiatan-kegiatan rohani lainnya.
Rasul Yakobus dalam bacaan kedua menantang kita dengan berkata, “Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku” (bdk. Yak 2:18).
Santo Yakobus mau menasehati kita sekalian agar mengusahakan hidup harian yang sungguh selaras atau sejalan dengan pengakuan iman kita. Iman yang benar tidak bisa hanya ditunjukkan melalui ucapan bibir atau kata-kata, doa dan penyembahan kepada Allah, melainkan harus menyata di dalam perbuatan-perbuatan kasih.
Pengakuan iman yang benar hendaknya kita tunjukkan lewat tindakan nyata. Perbuatan sehari-hari mesti menjadi buah dari iman, seperti mengunjungi orang sakit, mendamaikan orang yang bermusuhan, menyelesaikan konflik, menolong orang miskin, dan lain-lain.
Dan, hanya iman yang tampak dalam perbuatan dapat membebaskan dan menyelamatkan. Karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya sia-sia dan mati.
Penginjil Markus juga menampilkan cara hidup yang benar menurut iman kepada Yesus sebagai Mesias, Abdi Allah, yang mengorbankan seluruh hidup-Nya dan rela mati di salib untuk menyelamatkan umat manusia.
Selama tiga tahun Yesus mewartakan Sabda Allah, berkeliling sambil berbuat baik, menyembuhkan orang sakit, mengusir roh jahat, memberi makan dan minum kepada yang lapar dan haus, serta memberikan kelegaan dan ketenangan hati kepada mereka yang lelah dan berbeban berat.
Semua hal baik ini merupakan ungkapan penyerahan diri Yesus kepada kehendak Bapak di surga, serta cinta-Nya yang total dan tanpa syarat kepada manusia.
Itulah sebabnya Yesus menghardik Petrus, “Enyahlah iblis”, (Mrk 8:33).
Mengapa Yesus memarahi Petrus dan menyerbutnya iblis? Karena Petrus sepertinya mau membujuk Yesus untuk menyimpang dari jalan yang dikehendaki Bapa, yakni jalan salib untuk membebaskan umat manusia dari dosa dan maut.
Yesus ingin memenuhi nubuat nabi Yesaya, yakni menjadi hamba yang hina, tetapi tetap dipermuliakan dan berkenan kepada Allah.
Sebagai murid, kita dipanggil untuk mengikuti jalan Yesus, yakni mengikuti jalan salib yang sama. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikuti Aku”, (bdk. Mrk 8: 34).
Ini berarti menjadi murid Kristus hanya dapat mencapai kepenuhannya dalam semangat salib, semangat rela berkorban dan penyangkalan diri.
“Karena barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya”, (Mrk 8:35).
Inilah jaminan dan harapan kita.
Saudara/iku, si pemuda yang cacat mental dalam ilustrasi di atas selalu berbuat baik dan benar, karena yakin bahwa ibunya yang melihatnya pasti merasa bahagia dan tersenyum manis.
Mari kita biasakan diri untuk melakukan satu kebaikan setiap hari, meskipun kecil, tetapi itu merupakan buah dari iman dan kasih kita.
Kita melakukan sesuatu yang baik dan benar bukan untuk mendapatkan imbalan yang pantas, pujian atau sanjungan dari manusia, tetapi terutama untuk kemuliaan nama Allah dan agar orang lain mengalami sukacita, hidup bahagia dan selalu tersenyum. Semoga!
Kewapante, Minggu, 15 September 2024.