Tuhan
Sabtu, 03 Desember 2022 19:20 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
MARILAH KITA SIAPKAN JALAN UNTUK TUHAN
(Minggu Adven II A: Yes 11: 1-10; Rom 15: 3-9; Mat 3: 1-12)
Ilustrasi:
Diceritakan bahwa di suatu pulau di Pasifik ada beberapa suku yang selalu saling bermusuhan dan suka berperang. Sebenaranya mereka ingin sekali hidup damai dan rukun, tetapi mereka tidak tahu bagaimana mencapainya.
Pada suatu ketika datanglah seorang misionaris di pulau itu. Ia mengunjungi secara tetap suku-suku itu. Setiap kunjungan ke suatu suku ia selalu menceritakan kebaikan, persaudaraan dan kekeluargaan yang dihidupi oleh suku-suku lain.
Dia juga mendambakan jika suatu saat suku-suku itu hidup dalam kerukunan dan kedamaian, maka kehidupan di pulau yang indah itu pasti akan sangat berbeda. Misionaris itu berusaha keras dengan kata-kata dan kesaksian hidupnya meyakinkan suku-suku itu untuk hidup damai dan rukun.
Pada awalnya ia merasa usahanya sia-sia. Namun lama-kelamaan mimpi baik misionaris itu mulai kelihatan hasilnya. Kebaikan hatinya telah memenangkan hati dan membangun persahabatan di antara suku-suku itu, serta mulai menghilangkan kecurigaan dan hal-hal yang memecahbelah mereka.
Misionaris itu akhirnya menjadi pahlawan dan tokoh yang selalu memberi jalan keluar atas kesulitan dan masalah-masalah mereka.
Suku-sulu itu ingin sekali menunjukkan rasa terimakasih kepada sang misionaris. Tetapi, mereka tidak punya uang untuk membeli hadiah-hadiah. Salah seorang ketua suku berkata, “Kita dapat membuat baginya sebuah jalan yang bagus dan lebar yang menghubungkan kampung-kampung kita sehingga dengan mudah ia dapat mengunjungi kita dam memberi jalan keluar atas setiap persoalan kita”.
Semua orang setuju dengan usul itu dan segera jalan itu pun dikerjakan. Akhirnya sang misionaris bisa mengunjungi suku-suku itu, dan suku-suku itu pun dapat saling mengunjungi satu sama lain. Karena itu, di suatu tempat yang strategis di jalan itu terdapat sebuah tuliasan yang berbunyi, “Jalan untuk hati yang penuh kasih”.
Refleksi:
Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita untuk mempersiapkan hati menyambut Raja Damai di dalam hidup dan lingkungan kita. Nabi Yesaya berbicara tentang bangsa Israel yang alami kelaliman, ketidakadilan, penindasan dan sedang berada pada puncak kehancurannya sebagai akibat dosa dan kejahatan mereka sendiri.
Namun di tengah kehancuran itu Tuhan berjanji akan memberikan jalan keluar. Ia akan mengutus seorang pemimpin baru, penuh Roh Allah, bijaksana dan cakap mengambil keputusan dan membangun kembali sesuatu yang baru. Ia akan memutuskan setiap perkara dengan adil, membela hak orang lemah, tertindas dan tak berdaya serta menciptakan damai dan kerukunan bagi semua. Itulah Tunas yang tumbuh dari tunggul Isai.
Injil Matius menampilkan Yohanes Pemandi, nabi terakhir PL dan nabi pertama PB, yang mengajak kita untuk mempersiapkan “jalan”, supaya Tuhan datang ke dunia dan mendatangi kita, serta melalui jalan yang sama kita berziarah menuju Allah. Yohanes Pemandi adalah suara yang berseru, ”Persiapkanlah jalan untuk Tuhan dan luruskanlah jalan bagiNya” (Mt 3,3).
Suara itu mau menyadarkan dan mengingatkan kita bahwa jalan itu tidak lain adalah hidup kita, keluarga dan masayarakat kita, yang harus kita siapkan dan luruskan, supaya Yesus bisa hadir, hidup dan berkarya nyata di dunia ini melalui kita.
Bagaimana kita dapat menyiapkan jalan untuk Tuhan? Satu-satunya cara atau jalan yang dituntut adalah pertobatan. Yohanes berseru, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat”, (Mt 3:2). Kita diajak untuk bertobat.
Artinya, kita coba bebaskan diri dari sikap, cara hidup, tutur kata dan tindakan yang menjauhkan diri kita dari sesama dan Tuhan sendiri.
Bertobat juga berarti kita mengusahakan perubahan hati yang nampak pada perombakan pola pikir, mentalitas dan cara hidup sebagai jawaban kita terhadap panggilan untuk mengambil bagian di dalam hidup dan perutusan Yesus Kristus.
Dan, tobat yang sejati tidak mungkin dicapai dalam jangka waktu satu hari atau dua hari, atau seminggu atau sebulan selama masa Adven. Perubahan dan pembaharuan hati yang sungguh-sungguh merupakan proses yang berlangsung seumur hidup.
Selama masa adven, kita dipanggil untuk menyiapkan jalan bagi Yesus yang datang untuk membawa damai, kerukunan dan keadilan di antara kita dan di antara semua ciptaan. KehadiranNya hendaknya membuat segala makluk mulai hidup rukun dan damai.
Tidak lagi saling memusuhi atau mengancam dan saling membunuh. Kita tidak lagi menjadi ancaman bagi alam dan segala isinya, serta suka berbuat jahat terhadap sesama. Kita dipanggil untuk melindungi dan merawat hidup kita, sesama kita dan alam sekitar.
Karena itu, sebagaimana Yohanes Pemandi dan sang misionaris dalam ilustrasi di atas, kita pun berusaha menggalakkan dan memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kejujuran dalam hidup sehari-hari. Kesaksian hidup mempunyai daya luar biasa yang mampu mengubah dan membaharui.
Kata-kata, sikap dan cara hidup sang misionaris telah mengubah dan mentobatkan hati suku-suku yang suka bermusuhan dan berperang menjadi bersahabat dan bersaudara. Demikian pun cara hidup dan ajaran Yohanes Pemandi telah mentobatkan begitu banyak orang yang minta untuk dibaptis.
Kita pun diminta untuk berusaha mencintai kebenaran, keadilan dan kejujuran. Kita berusaha bersikap adil terhdap sesama, serta berkata jujur dan benar. Jika benar kita katakan benar, dan jika tidak, kita katakan tidak, karena yang lain-lain berasal dari si jahat. Hanya dengan demikian terciptalah kedamaian, kerukunan, saling percaya, persaudaraan dan kekeluargaan di antara kita..
Semoga Yohanes Pemandi menginspirasi kita untuk bersikap adil, hidup jujur dan berkata benar sehingga kita bisa menjadi jalan benar yang mendekatkan sesama kepada Tuhan. Semoga Tuhan Yesus memberkati kita. Amen.
Kewapante, 04 Desember 2022.
P. Gregorius Nule, SVD. ****