Murenbang
Sabtu, 06 Januari 2024 07:22 WIB
Penulis:redaksi
Editor:redaksi
NABI Yesaya mengingatkan kita bahwa pembuangan yang dialami bangsa Israel merupakan hukuman atau kutukan karena mereka tidak setia kepada Allah.
Tetapi, melalui Sirus, raja asing dari Persia, Allah menunjukkan belaskasihan dan memperbolehkan bangsa Israel kembali ke Yerusalem untuk membangun kenisah yang telah hancur.
Izinan Sirus bagi Israel untuk kembali ke tanah terjanji menjadi bukti bahwa Allah tetap setia pada janjiNya. Yesaya melihat bahwa Yerusalem baru akan disinari oleh terang yang khusus dari Allah.
Dan, bangsa-bangsa yang dahulu menghina Yerusalem membawa persembahan kepadnya. Orang-orang dari Timur dan Barat berduyun-duyun ke Yerusalem, kota keselamatan, kota terang dan kota Allah.
Bangsa-bangsa yang berasal dari Timur dan Barat, dari Utara dan Selatan datang bukan karena tertarik pada kemegahan dan keindahan kota Yerusalem, melainkan pada terang yang bersinar dari padanya, yaitu Tuhan sendiri.
Oleh karena itu, Yerusalem menjadi pusat kekuatan rohani, takhta Yang Mahakudus, dan tempat penampakan Tuhan.
Itulah yang menarik segala bangsa untuk datang ke Yerusalem. Mereka tidak datang untuk memashyurkan kota Yerusalem, melainkan memberitakan keagungan dan kemuliaan Tuhan.
Santo Matius dalam Injil hari ini menegaskan bahwa Yesus Kristus merupakan pemenuhan seluruh dambaan manusia akan kehadiran Allah yang nyata sepanjang sejarah keselamatan.
Kerinduan dan dambaan bangsa-bangsa yang datang ke Yerusalem terpenuhi dalam diri Yesus, Sang Terang yang sesungguhnya.
Karena itu, sesudah Yesus lahir, dipanggillah wakil dari bangsa-bangsa di seluruh bumi dalam diri ketiga orang Majus atau raja dari timur yang datang untuk mencari Yesus dan menyembahNya di Betlehem.
Hal penting yang menarik perhatian kita adalah pertanyaan mereka, “Di manakah Dia, Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintangNya di Timur, dan kami datang menyembah Dia”, (Mt 2:2).
Para raja dari Timur seakan terdesak untuk menemukan Yesus yang baru saja lahir. Karena itu, sekalipun mesti menempuh perjalanan jauh meninggalkan keluarga, pekerjaan harian serta mengalami hambatan terutama karena bintang penunjuk jalan menghilang, mereka tetap tekun dan setia mencari, sampai menemukan Tuhan Yesus.
Dan, ketika bintang penunjuk jalan muncul lagi mereka sangat bersukacita karena Yesus, sang Raja yang mereka rindukan dan cari sudah mereka temukan.
Maka ketiga raja dari Timur masuk ke dalam rumah itu, dan “melihat Anak itu bersama Maria, ibuNya. Lalu mereka sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada Anak itu, yaitu emas, dupa dan mur”, (Mt 2:11).
Sebagaimana ketiga majus dari Timur, kita pun hendaknya terus-menerus mencari Tuhan sampai menemukanNya. Maka dari kita dituntut kesetiaan pada komitmen dan kerelaan untuk berkorban.
Melalui sakramen pembaptisan dan sakramen-sakramen lainnya kita merasa yakin bahwa kita telah menemukan Tuhan. Perasaan seperti ini bisa benar, tetapi juga bisa salah. Sebab perjumpaan sejati dengan Tuhan hendaknya nampak nyata dalam hidup sehari-hari, yakni kita hidup sebagai anak-anak Allah.
Hari ini kita merayakan hari raya Penampakan Tuhan. Perayaan ini mau mengingatkan kita akan satu hal penting dalam hidup sebagai orang beriman, yakni bahwa kita tidak selalu memiliki Tuhan dalam hidup kita.
Kadang-kadang kita rasa Tuhan begitu dekat, namun tak jarang pula kita merasa bahwa Tuhan begitu jauh dari hidup kita.
Karena itu, kita perlu terus-menerus membangun semangat mencari Tuhan dalam hidup kita, melalui pelbagai cara seperti doa, ibadah, perayaan ekaristi, membaca dan merenungkan Alkitab, rekoleksi dan retret. Kita juga mesti terus mencari Tuhan dalam keseharian kita: ketika sedang bekerja, beristirahat, sehat atau pun sakit, suka atau pun duka.
Sebab orang yang terus mencari Tuhan pasti menemukanNya. Sebaliknya, orang yang berhenti mencari Tuhan adalah dia yang sudah mati dalam hidup ini dan tidak pernah akan menemukan Tuhan.
Sebab “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Kor 2:9).
Selain itu, Santo Paulus menegaskan bahwa mengenal Yesus Kristus merupakan satu tuntutan mendesak karena dalam pribadi Yesus inilah manusia menemukan kepenuhan hidupnya. Dan, siapa pun dari suku dan bangsa mana pun dipanggil untuk mengambilbahagian di dalam keselamatan Allah yang ditawarkan melalui Yesus Putera-Nya.
Sebab Allah tidak pernah membedakan orang dan pilih suku, bangsa dan ras. Setiap orang yang takut akan Allah dan mengamalkan kebenaran berkenan kepada-Nya, (bdk. Ef 3: 5-6). Tidak ada bangsa tertentu yang mendapatkan privilese dan hak istimewa untuk memperoleh keselamatan.
Tetapi, mengenal Yesus saja belum cukup. Sesudah mengenal Yesus, manusia diharapkan mengenal diri sendiri dan dengan itu mengubah arah hidupnya yang lama agar selaras dengan hidup Yesus sendiri.
Sesudah bertemu dengan bayi Yesus, ketiga raja itu berubah pikiran dan cara hidup. Mereka terbuka terhadap kata-kata malaekat dalam mimpi dan kembali ke rumah mereka masing-masing dengan menempuh jalan lain untuk menghindari perjumpaan dengan Herodes.
Karena itu, bagi kita perjumpaan dengan Yesus dalam doa, ibadah, perayaan Ekaristi, dan melalui Sabda-Nya hendaknya membuka jalan dan cara hidup baru, yakni jalan pertobatan dan pembaharuan hidup.
Perjumpaan dengan Yesus menuntut kita agar menyelaraskan tujuan hidup kita dengan rencana dan kehendak Yesus. Kita juga semakin menyesuaikan cara hidup, karya serta sikap dan tutur kata kita dengan Yesus sendiri.
Hanya dengan demikian kita mampu menjadi saksi Kristus yang hidup dalam damai sejahtera dan suka cita sebagai buah iman dan ketekunan di tengah dunia ini.
Semoga Tuhan Yesus memberkati kita selalu. Amen.
Kewapante, 07 Januari 2024.
P. Gregorius Nule, SVD. ***