Murenbang
Sabtu, 25 Juni 2022 21:37 WIB
Penulis:redaksi
(Minggu XIIIC: 1Raj 19:16b.19-21; Gal 5:1.13-18; Luk 9:51-62)
Ilustrasi:
Ada sebuah legenda yang menceritakan bahwa ketika Yesus memilih murid-muridNya. Ia mengadakan testing berikut. Semua orang yang ingin menjadi muridNya harus memikul salib yang akan Dia berikan dan membawanya ke puncak gunung yang Ia tentukan.
Ternyata banyak sekali orang yang mau menjadi muridNya dan mulai berduyun-duyun memikul salib yang diberikan Yesus dan berjalan menuju ke puncak gunung yang telah Yesus tentukan.
Rupanya salib itu sangat berat dan perjalanan ke puncak gunung itu pun amatlah sulit. Akibatnya banyak orang mulai berpikir dan mencari akal untuk membuat agar salib yang dipikulnya tidak terlalu berat.
Banyak dari mereka memotong salibnya sehingga menjadi lebih pendek dan ringan.
Setelah berjalan beberapa hari mereka mendekati puncak gunung itu. Namun mereka mesti menghadapi rintangan yang lebih sulit lagi, yaitu sebuah jurang dalam terbentang antara mereka dan puncak gunung itu. Bagaimana mereka dapat menyeberang?
Salah seorang dari antara mereka menemukan cara mengatasinnya. Ia coba menggunakan salib yang dipikulnya sebagai jembatan. Dan ternyata ukuran salib mereka masing-masing persis pas untuk menjembatani jurang itu.
Karena itu, semua yang setia memikul salib yang diterima dari Yesus dapat menyeberang dengan selamat ke puncak gunung kecuali mereka yang telah memotong salibnya dan menjadikannya lebih ringan.
Refleksi:
Bacaan-bacaan hari ini melukiskan tentang kisah panggilan dengan tanggapan atau jawaban yang berbeda-beda bahkan bertentangan satu sama lain.
Elisa dalam bacaan pertama segera mengikuti panggilan Elia untuk menggantikannya sebagai nabi. Elisa sungguh yakin bahwa mantol yang diberikan Elia kepadanya menjadi kekuatan dan jaminan yang membuatnya mampu meneruskan cita-cita sang guru.
Oleh karena itu, Elisa tidak segan meninggalkan keduabelas pasangan lembu dan keluarganya. Ia rela melepaskan kekayaan dan pekerjaannya yang telah menjadi jaminan hidupnya lalu menyerahkan seluruh dirinya kepada pelayanan Tuhan dan sesama. Kini Tuhan menjadi kekuatan dan jaminan hidup Elisa.
Injil hari ini menceritakan tentang tiga kisah panggilan menjadi murid Yesus. Orang pertama mau mengikuti Yesus karena kemauannya sendiri. Ia berkata, “Aku akan mengikuti Engkau ke mana pun Engkau pergi”, (Luk 9:57).
Ia mau menjadi murid Yesus atas inisiatif dan kemauan sendiri. Tetapi, Yesus mengingatkan dia akan suatu syarat penting menjadi muridNya, yakni memiliki sikap terpaut pada Yesus sampai berani hidup di kolong langit tanpa jaminan keamanan apa pun.
Yesus berkata, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunya sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya”, (Luk 9:58). Menjadi murid Yesus berarti mengandalkan Yesus sebagai satu-satunya jaminan keamanan dan keselamatan.
Orang kedua diminta oleh Yesus untuk mengikutiNya. Yesus berkata kepadanya, “Ikutlah Aku”. Tetapi, orang itu memberikan jawaban “ya” bersyarat. Ia berkata, “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapakku”.
Yesus memberikan tanggapan yang tidak masuk akal dan mungkin bertentangan dengan kebiasaan umum. Yesus berkata, “Biarlah orang mati mengubur orang mati, tetapi engkau, pergilah, dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana”, (Luk 9:60).
Yesus tidak mau melepaskan orang itu pergi. Sebaliknya, Yesus menghendaki orang itu sadar bahwa demi Kerajaan Allah ia mesti rela melepaskan keluarganya sendiri. Urusan Kerajaan Allah merupakan hal mendesak melebihi urusan lain, termasuk urusan keluarga.
Orang ketiga ingin mengikuti Yesus, tetapi ia minta izin untuk pamitan dahulu dengan keluarga. Tentu saja ini berhubungan dengan urusan sopan santun.
Tetapi, Yesus menolak keinginannya dan berkata, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah”,(Luk 9:62). Menjadi murid Yesus hendaknya merupakan keputusan pribadi yang tegas.
Karena itu, setiap orang mesti berusaha menjauhkan segala macam halangan untuk menanggapi secara positif panggilan Allah dan menghayatinya secara konsekuen. Sebab tuntutan Yesus selalu tegas dan tidak main-main.
Kisah-kisah di atas mewakili kita semua. Kita pun dipanggil untuk melaksanakan perintah-perintah Tuhan dalam hidup sehari-hari. Mungkin ada yang bersikap seperti Elisa yang segera meninggalkan segalanya dan bersedia menjadi utusan Tuhan.
Tetapi, ada juga seperti murid-murid Yesus, yang selalu cari-cari alasan untuk mengabaikan panggilan Tuhan, atau cari-cari alasan untuk tidak taati perintah Tuhan, tidak hadiri pertemuan Komunitas Basis atau tidak mengikuti misa hari Minggu di gereja.
Ada juga yang mengutamakan kepertingan sendiri dan keluarga, lalu menelantarkan orang lain, khususnya mereka yang miskin dan sungguh membutuhkan uluran tangan. Sebagai pengikut Kristus kita mesti ingat bahwa patokan utama dalam kata dan tindakan kita adalah Sabda Tuhan.
Karena itu, berhadapan dengan tuntutan Kerajaan Allah semua yang lain harus jadi nomor dua dan bisa ditunda. Amen!
Kewapante, Minggu, 26 Juni 2022. ****