pilpres
Kamis, 16 November 2023 09:26 WIB
Penulis:redaksi
Oleh: Gerald Bibang
Serius aku bilang, aku tu gak pernah mempermainkan ketawa; aku hanya tertawa karena bersyukur dan pengin bebas, pengin keluar dari kepenatan, pengin merawat akal sehat dan kewarasan
Jadi kamu ketawa bukan karena rasa lucu?
Gak selalu, mas; coba lihat; bagaimana bisa merasa lucu sekarang ini; suasana negeri ini gak lucu koq; coba lihat pemimpin-pemimpin kita; mereka melucu-lucu; omong begini, tindakan begitu, sambil senyam senyum, tapi apakah itu lucu? gak sama sekali; jadi, ketawaku itu sebagai solusi untuk pembebasan jiwaku sendiri; bahkan menulis puisi pun aku sudah gak bisa.
Lho, lho, lho, ngawur kamu; jangan begitulah, jangan berhenti menulis puisi; kamu tahu aku suka banget puisi-puisimu, enak, lucu, nyeleneh, ironis dan gurih; aku gak mau kamu berhenti menulis puisi.
Bukan berhenti nulis; aku tu udh gak bisa lagi menulis; bagaimana aku hendak menulis puisi dengan apa? biasanya dengan kata-kata; tapi bagaimana bisa? huruf-huruf dan kata-kata sekarang ini telah digunakan habis-habisan secara sewenang-wenang oleh pemimpin, politisi serta hakim-hakim sehingga kata-kata menjadi aus dan tak memiliki maknanya lagi; ingat, sebuah kata bermakna jika ia menjadi satu dengan tindakan; itu yang gak ada sekarang; pemimpin kita berkata jangan memihak kepada salah satu paslon, tapi dia sendiri dengan terang benderang bertindak memihak kepada satu paslon tertentu; dia sendiri dengan operasi senyap merekayasa di mahkamah konstitusi untuk membuat aturan baru guna meloloskan putranya menjadi wapres; dia berkata junjung tinggi demokrasi tapi dia pengin dinasti melalui cara-cara intrik; dia mempengaruhi hakim-hakim dan kemudian hakim-hakim menggunakan kata-kata dalam putusan mereka dan malah membuat kata-kata dan huruf-huruf semakin tidak bermakna; kata-kata menjadi aus; bicara menjadi tidak punya arti; terjadi erosi makna kata; orang-orang tidak percaya sama bicara dan kata; intinya, bagaimana aku hendak menulis puisi dengan apa? kata-kata telah digunakan terus menerus oleh politisi dan pemimpin yang rakus sehingga meruakan bau kakus di mana-mana, payahhhhhhh
Wah, wah, wahhhhh….kamu gak nyinyir aku kan?
Ya gak lah
Tapi menarik katamu tadi; telah terjadi erosi makna kata sehingga kau hendak nulis buat puisi pun jadinya gak bisa lagi mau pake apa.
Ya, ya, you get my point.
Terus kamu gak bisa menulis puisi lagi?
Ya begitulah, seperti kataku tadi: bagaimana aku hendak menulis dengan apa? dengan kata-kata udh gak bisa; kamu tahu kan; di sana sini pemimpin-pemimpin tak bersukma, yang nuraninya matirasa, terus menerus mempergunakan kata-kata untuk menyembunyikan borok mereka, untuk menyimpan dendam dan tipu tapu mereka; omong jujur tapi kata jujur itu justru menyembunyikan akal bulusnya; bilang ke sana ke mari kata cinta tapi muatannya ialah perilakunya yang membenci dan berkhianat; kata-kata koq jadinya identik dengan mencla-mencle; nah, dalam situasi begini, bagiamana aku hendak menulis puisi dengan apa?
Wah, ini sudah benar-benar ilmiah, hahahahahaahaha
Lho, malah ketawa
Aku baru merasa lucu sekarang; seumur-umur aku belum pernah melihat kamu seserius, seilmiah dan seindah ini menjelaskan situasi terkini, hahahahaaha, hahahahahaha
Hahahahahaa, hahahaha, hahahaha, kali ini aku ikut tertawa
*
(BERSAMBUNG......)