NTT
Jumat, 26 Maret 2021 19:10 WIB
Penulis:redaksi
Suasana Bimtek Peningkatan Kapasitas Petani dan Penyuluh di Kabupaten Nagekeo secara virtual bersama Anggota DPR RI Julie Sutrisno Laiskodat dalam penanganan persoalan virus African Swine Fever (ASF)di NTT, Kamis (25/3).
MBAY (Floresku.com) -Anggota DPR RI dari Komisi IV, Julie Sutrisno Laiskodat menga-takan, persoalan virus ASF telah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara timur (NTT).
Julie Laiskodat menyampaikan hal itu saat membuka kegiatan Bimtek ‘Peningkatan Kapasitas Petani dan Penyuluh di Kabupaten Nagekeo’ secara virtual Kamis (25/3) di Aula Kantor Camat Aesesa, Kabupaten Nagekeo.
“Saya titipkan ke para narasumber. Persoalan virus ASF ini telah menyebabkan kerugian sangat besar di masyarakat”, ungkapnya.
Julie Laiskodat juga memberikan apresiasi kepada para petani, peternak, penyuluh di Kabupaten Nagekeo yang hadir mengikuti Bimtek yang berlangsung di Aula Kantor Camat Aesesa tersebut.
“Saya berharap agar kehadiran kita, bukan hanya untuk memenuhi kuota. Kita akan mendapat beberapa hal penting, khususnya membahas tentang virus ASF atau yang kita kenal dengan virus flu babi,” paparnya.
Julie menyampaikan, Provinsi NTT dikhususkan untuk adanya Bimtek ini, karena ternak babi merupakan kebutuhan pokok masyarakat NTT.
“Mungkin di tempat lain tidak menjadi kebutuhan pokok. Namun, hampir semua kabupaten di NTT, ternak babi menjadi sangat penting dan merupakan kebutuhan pokok, bahkan urusan adat pun erat kaitannya dengan ternak babi ini,” pangkasnya.
Julie menegaskan, terkait persoalan virus ASF ini, ketika tidak diatasi secara baik, akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi, termasuk kebutuhan dan urusan adat masyarakat NTT akan terganggu.
Julie Laiskodat pun berharap agar para peserta Bimtek, baik petani dan peternak dan sejumlah stakeholder di Nagekeo mendapat banyak hal dan nantinya secara bersama dapat menangani virus ASF di masyarakat.
Pantauan VN, turut hadir dalam acara tersebut, staf ahli ibu Julie Sutrisno Laiskodat, Jener Alison. Kepala Balai Besar Pelatihan Peternakan Kupang, Bambang Haryanto dan staf, Anggota DPRD NasDem, Thomas Mega Maso dan Jhon Boleng serta para petani, peternak, penyuluh dari 7 Kecamatan di wilayah Kabupaten Nagekeo.
Mewabah di Indonesia
Menurut Kemeterian Pertanian RI menjelaskan ASF adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 % sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan.
Sebelum menyerang NTT, virus yang sama telah menyerang 16 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara yang terdampak penyakit ASF, diantaranya Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.
ASF, ungkap Kemterian Pertanian, tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat. ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), jadi produk babi dipastikan tetap aman untuk konsumsi.
Menurut Kemeterian pertanian, tanda-tanda klinis ASF adalah: Kemerahan di bagian perut, dada dan scrotum; Diare berdarah; Berkumpul bersama dan kemerahan pada telinga; Demam (41 derajat Celsius), Konjungtivitis, anoreksia, ataksia, paresis, kejang, kadang2 muntah, diare atau sembelit; Pendarahan Kulit Sianosis; dan Babi menjadi tertekan, telentang, kesulitan bernapas, tidak mau makan.
ASF dapat menyebar melalui : Kontak langsung; Serangga; Pakaian; Peralatan pete-rnakan; Kendaraan; dan Pakan yang terkontaminasi .
Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan.
Untuk babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur oleh petugas untuk mencegah penularan yang lebih luas.
Tidak menjual babi/ karkas yang terkena penyakit ASF serta tidak mengkonsumsinya.
Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin untuk pencegahan penyakit ASF. Penyakit ini merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor
Berdasarkan kajian analisa risiko, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia diantaranya melalui pemasukan daging babi dan produk babi lainnya, sisa-sisa katering transportasi intersional baik dari laut maupun udara, orang yang terkontaminasi virus ASF, dan kontak dengan babi di lingkungannya.
Langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif untuk daerah yang berisiko tinggi
Upaya deteksi cepat melalui kapasitasi petugas dan penyediaan reagen untuk mendiagnosa ASF ini telah dilakukan oleh laboratorium Kementerian Pertanian yakni Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia yang mampu melakukan uji dengan standar internasional
Kementerian pertanian sedang mengkaji untuk kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF.
Kementerian juga menghimbau agar provinsi lain dengan populasi babi yang tinggi, seperti NTT, Sulut, Kalbar, Sulsel, Bali, Jateng, Sulteng, Kepri, dan Papua agar waspada dan siap siaga terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ASF. Hal penting yang perlu dilakukan antara lain sosialiasi kepada peternak dan advokasi kepada pimpinan daerah terkait ancaman ASF. (Victorynews/MLA)
12 hari yang lalu
24 hari yang lalu